Takdir bag 7 by Tahniat

Takdir bag 7 by Tahniat. Jodha bangun pagi sekali. Tapi dia tidak segera turun. Dia menata kamarnya, dan meletakkan patung krishna di  bufet kosong di samping meja rias. Dia berniat menjadikan meja itu sebagai mandir untuk sementara. Dulu setiap pagi, dia selalu melakukan arti, tapi beberapa hari ni setelah menikah, dia telah di buat sibuk oleh Jalal sehingga terpaksa tidak melakukan puja. Setelah kamarnya terlihat rapi, Jodha turun keruang makan. Di sana telah duduk manis Jalal yang sedang membaca koran. Melihat Jodha, Jalal segera menyuruhnya membuatkan sarapan. Kata Jalal, “kenapa lama sekali kau turun? Kau tahu aku harus berangkat kekantor pagi sekali karena ada meeting dengan clien yang sangat penting. Ayo cepat buatkan aku sarapan.” Jodha dengan heran menatap sekeliling mencari pelayan. Tapi dari 3 orang pelayan yang di miliki Jalal, tak seorangpun yang terlihat batang hidungnya.

Dengan penasaran Jodha bertanya, “kenapa kau menyuruhku? Kau punya pelayan yang siap melayanimu kapanpun kau butuhkan.” Jalal menyerigai masam, “aku telah memberhentikan mereka semua.” Jodha kaget, “kenapa?” Jalal menjawab, “aku tidak membutuhkan mereka lagi. Karena aku punya kau. ~sambil nyengir senang Jalal menatap Jodha~ Mulai sekarang, semua pekerjaan di rumah ini kau yang akan melakukannya. Bersih-besih, memasak, belanja, menyiapkan kebutuhanku… semua kau yang harus melakukannya.”

Jodha semula keberatan, tapi melihat wajah licik Jalal, dia tahu kalau dirinya sedang di permainkan. Dengan sisa-sisa kesombongannya, Jodha balik menantang, “tidak masalah! Tapi apa imbalannya?” Jalal tertawa, “tidak ada imbalan. Kau bukan pembantu, tapi istriku. Mana ada suami yang membayar istrinya karena dia telah mengurus rumah tangga dan melayaninya? Ada? ~jalal memainkan matanya~ Ayo katakan… kalau ada?” Jodha benar-benar merasa muak. Dia hendak beranjak pergi. Tapi Jalal lebih dulu menyambar pergelangan tangannya, “aku belum selesai. Kau mau kemana?”

Dengan senyum dibuat-buat Jodha bertanya, “apa lagi yang kau butuhkan Mr Jalall…d?” Jalal mungkin tidak mendengar hurup ‘D’ yang di tambahkan Jodha di belakang namanya. Sebenarnya Jodha ingin memanggil Jalal dengan Jallad yang artinya manusia kejam dan tidak berperasaan. Jalal menyerigai, “tidak ada! Tapi aku peringatkan, kau harus melakukan pekerjaan mu dengan baik. Aku tidak suka melihat rumah berantakan. Aku ingin sarapan telah tersedia sebelum aku bangun. Dan makan malam terhidang sebelum aku pulang. Semua makanan harus berada dalam kondisi yang segar dan siap di santap.” Jodha dengan kesal bertanya,” ada lagi?”

Jalal menatap Jodha tajam, “jangan bermain-main denganku, Jodha. Sedikit saja kesalahan, aku akan…” Jodha menarik kedua bibirnya membentuk senyuman mengejek, “jangan kuatir. Keluargaku sudah melatihku untuk melakukan berbagai macam pekerjaan rumah, jadi simpan saja ancaman itu!” Jodha menepiskan tangan Jalal, tapi jalal malah menyentakkan tangannya hingga Jodha tertarik kearahnya. Dengan cepat jalal meraih pinggang Jodha dan merapatkan tubuhnya. Jodha memalingkan wajah dengan jengah. Jalal tersenyum, mendekatkan bibirnya di telinga Jodha dan berbisik, “apakah mereka juga melatihmu bagaimana melayani suami di tempat tidur?”

Mendengar itu, Jodha segera menolehkan kepalanya kearah jalal dengan cepat. Dia lupa kalau wajah Jalal masih begitu dekat dengannya, sehingga mau tak mau bibir dan hidung mancung Jalal menyentuh pipinya.   Jodha merasakan getaran aneh merambati kulitnya. Dadanya berdebar-debar tak manentu. Jodha tertunduk malu. Jalal sesaat telihat kaget, tapi bukan Jalal kalau tidak bisa menyembunyikan perasaanya di hadapan lawan. Dengan di sengaja, dia menekankan hidungnya dan bibirnya di pipi Jodha. Kehangataan merasuki hati keduanya. Jalal tertawa… lalu melepaskan pegangannya di tangan dan di pinggang Jodha. Merasa dirinya sudah terbebas, tanpa membuang waktu lagi Jodha segera kabur, masuk kekamar dan menguncinya dari dalam.

Melihat itu Jalal senyum-senyum sendiri. Matanya yang kejam, perlahan melembut. Dia terbayang kembali ketika tubuhnya begitu dekat dengan Jodha, dia merasakan getaran yang aneh mengalir di seluruh tubuhnya. Dan ketika bibirnya menyentuh pipi Jodha, Jalal merasakan gairah yang aneh terbangkit dalam dirinya. Dia ingin lebih dari sekedar menyentuhkan hidungnya. Dia ingin menelusuri wajah Jodha, melumat bibirnya mendekap tubuhnya….dan…. Jalal menepuk jidatnya dengan keras untuk menepis bayangan itu. Dalam hati dia berkata, “apa ini? Konyol. AKu menikahinya untuk membuatnya menderita. Bukan memanjakannya. Dia harus menderita karena telah menamparku dan menghinaku! Tidak ada maaf untuknya. Dia harus menderita! Harus!”.

Tak lama kemudian, Jodha kembali ke ruang makan dengan mengenakan setelan berbeda dari sebelumnya. Kali ini dia mengenakan jeans dan T-Shirt. Jalal terperangga menatapnya. Melihat itu Jodha komentar, “kenapa? Tidak pernah lihat orang kerja paksa? Begini ini seragamnya!”  Tanpa menunggu sahutan Jalal, Jodha segera membuatkan sarapan untuk Jalal. Sadwich telur orak arik  dan mayonise serta segelas susu. Jodha membuat 2 porsi, satu untuk dirinya dan satu untuk Jalal. Jalal tidak pernah sarapan seperti itu. Tapi demi melihat Jodha sudah memasaknya, Jalal merasa tidak enak kalau tiak mencicipinya. Semula dia hanya memakannya karena segan. Tapi setelah di rasa-rasa, enak juga, Dia menghabiskan semuanya. Lalu meminum kopinya dan berangkat kerja.

Jalal tidak bohong ketika mengatakan dia telah memberhentikan semua pelayannya.  Karena memang tidak ada seorangpun di rumah besar itu selain Jodha. Jodha melakukan pekerjaanya dengan sangat teliti. Selesai membersihkan dapur dan ruang tamu, dia naik ke kamar atas. Dia membereskan kamar jalal, mencuci baju kotor dan merapikan bajunya. Semua di kerjakan tanpa mengeluh.

Siang hari Jalal pulang kerumah sebentar, hanya untuk menyerahkan sebuah bungkusan pada Jodha dan memberitahunya kalau malam ini akan ada resepsi pernikahan mereka di salah satu hotel bintang 5. Jalal menyuruh Jodha mengenakan baju dan aksesoris dalam bungkusan yang baru saja di bawanya, dan bersiap-siap. Sebelum Jam 8 malam, Jalal akan menjemputnya. Jodha hanya mengangguk. Setelah memberi intruksi seperti itu, Jalal segera pergi lagi.

Jodha membuka bungkusan dari Jalal. Isinya adalah sebuah sebuah saree berwarna hitam dengan bordir benang merah di pinggirnya lengkap dengan satu set Chuniya Choli dengan warna senada. Didalam bungkusan itu juga terdapat satu set aksesori perhiasan bermata berlian.  Dalam hati Jodha mengakui selera Jalal dalam hal pakaian dan perhiasan sangat unik. Tapi mengenakan saree berwarna hitam, kalau dulu, Jodha pasti akan pikir-pikir. Jodha tidak suka warna hitam.  Bukan tidak suka pada warnanya, tapi lebih pada efeknya. Tapi karena ini perintah Mr Jalal, walaupun dengan terpaksa dia pasti akan memakaiannya. ….. Takdir bag 8

NEXT