Musim Bunga di kota Liwa (Tamat)

Aku melihatnyaberdiri di teras loteng, menatap hamparan putih di lembah yang ada di depannya.Hamparan putih itu bukan Salju, teman. Karena Liwa tidak mengenal musim salju,hanya musim dingin saja. Dingin yang menusuk tulang.

Lalu apakahHamparan putih itu? Hamparan putih itu adalah bunga kopi yang sedang mekar.

Ya, saat ini kotaliwa sedang musim bunga. Aroma bunga kopi seharum melati. Harumnya merasukijiwa, meringankan segala masalah, membuat orang melupakan deritanya. Bukansemua orang ding, tapi cuma dia saja. Dia yang kini sedang berdiri di loteng.Wajahnya tidak semurung kemarin. Mungkin terapi menghirup aroma bunga kopimenunjukan khasiatnyaa.

“Yuhuuuuuu!Melissa, turunlah….!” panggilku sambil melambaikan tangan.

Melissa balasmelambai lalu beranjak pergi dari tempatnya berdiri. Aku melanjutkanpekerjaanku menjemur pakaian.

Kupikir akanlama, tapi sekejab saja, dia sudah ada di sampingku. Merangkul pinggangkudengan manja. Lalu berkata, “tante harum sekali…”

“Aku kansudah mandi. Kamu sudah mandi belum?” tanyaku tanpa menghentikanaktivitasku menggantung baju di hangger.

“Dingin….”ucapnya sambil membantu mengambilkan baju dari bak.

“Memangdingin…”

“Apakahselalu sedingin ini?” tanyanya.

“Tidakselalu. Terkadang hangat kalau sedang mendung. Tapi kalau bunga kopi sedangmekar, pasti selalu dingin..”

“Omkemana?” tanya Melisaa sambil menatap sekeliling.

“Sudahberangkat ke kebun..”

“Sepagiini?”

“Iya lah.Masak mau keduluan matahari? Bisa ngambek bunga vanilinya…”

“Om rajinsekali…” puji nya. Aku cuma tersenyum.

Semua orang yangmengenal Pras, pasti akan memuji kalau dia rajin. Dan Pras ku memang rajin.Serajin-rajin nya orang di kota ini. Pagi sudah pergi ke kebun. Sore hari barupulang. Kadang kalau musim hujan dan jalan menjadi becek berlumpur, dia akanmenginap di kebun berhari-hari. Meninggalkan aku sendirian di rumah besar ini.

Melisa adalahanak kakak sepupu Pras. Dia baru datang dari Jakarta 2 hari lalu. Pras yangmenyuruhnya kemari, untuk menyelesaikan masalah rumah tangganya. Karenasuaminya katanya sedang dinas di kota ini.

Aku tidakmengenal Melisa sebanyak aku mengenal saudara dan keponakan-keponakan Pras yanglain. Karena kami tidak pernah bertemu. Tapi sekali bertemu, keakraban itucepat sekali terjalin. Mungkin karena usia kami hanya selisih 3 tahun, sehinggameski dia memanggilku ‘tante’ hubungan kami lebih seperti teman ataukakak-adik.

“Ayo kitasarapan. Om bikin roti spesial untukmu..” ajak ku sambil menenteng bakyang sudah kosong untuk ku bawa ke dalam.

“PotatoBread?” tebak Melisa dengan wajah ceria.

“Yup.Ayo….”

Aku dan Melisasegera menuju ruang makan. Kami ngobrol sambil menyantap roti kentang buatanPras. Dari Melissa aku tahu kalau Pras sangat pintar memasak dan membuat kue.Dia dulu pernah menjadi chef di sebuah hotel sebelum memutuskan untuk berhentidan pulang kampung.

Lalu Melissamemberitahu aku keputusan penting yang telah di ambilnya.

“Mungkinbercerai adalah jalan keluar yang tebaik untuk kami…” ucap Melissadengan nada ragu.

“Mungkin?”

“Mungkin.Karena aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan tante, aku sudahmelakukan semua yang dia minta. Memberikan apa yang ku punya, tapi dia bahkantak bisa memberikan sedikit cintanya untuk aku. Hatinya masih tertuju padamantannya itu. Bisa tante bayangkan?”

Aku mencoba untukmembayangkan, tapi tidak juga terbayang. Tinggal serumah dengan seseorang yangpikiran dan hatinya selalu tertuju pada orang lain? Aku tidak bisa membayangkanitu. Mungkin karena hubungan ku dengan suamiku…Pras, selalu baik. Komuniasikami berjalan baik. Jadi, meski ada saatnya kami terpisah berhari-hari, tapiaku selalu percaya bahwa tidak ada orang lain selain aku di hatinya. Ciee…pede nya.

“Apa kausudah membicarakan hal itu dengan suamimu? Katakan padanya, kalau tidak adagunanya mengingat mantan. Mantan adalah masa lalu. Kau dan anak-anak adalahmasa depannya.” saranku.

“Sudah! Tapidia berkata kalau dia tak akan bisa melupakan mantannya itu. Apapun yang akulakukan, aku tidak mungkin bisa menggantikan posisi wanita itu dihatinya.” ungkap Melissa.

“Kapan diamengatakan itu?” tanyaku penasaran.

“Jauhsebelum kami menikah..” sahur Melissa lirih.

Aku kaget,“dia berkata begitu padamu dan kau masih mau menikah dengannya?”

“Aku sangatmencintai dia, tante. Aku pikir, setelah kami menikah dan hidup bersama,sedikit demi sedikit kenangannya tentang wanita itu akan lenyap. Tapi ini malahsebaliknya. Dia semakin terobsesi untuk menemukan wanita itu.”

“Untukapa?”

“Aku tidaktahu!”

“Tidak masukakal. Untuk apa seorang pria yang sudah menikah mencari mantannya?”tanyaku heran dan tak habis pikir.

“Mungkin diaingin kembali padanya…”

“Lalu kamudan anak-anak bagaimana?” potong ku cepat.

Melissamenggeleng sedih, “entahlah Tante. Tapi hidup seperti ini bersamanya.. akusudah tidak sanggup. Aku ingin seperti wanita lain. Memiliki suami seutuhnya.Bukan hanya raganya, tapi batinnya sibuk memikirkan wanita lain.”

“Kalaubegitu kau harus menemui dia, dan bicara empat mata. Tanyakan apa maunya, dan sampaikanapa maumu..” saranku.

“Tadi kutelpon. Tapi dia menolak untuk bertemu. Karena masih ada meeting. Dia menyuruhaku segera pulang ke Jakarta.Dia mencemaskan anak-anak….” ujar Melissa.

“Siapanamanya tadi?”

“SamsulArifin.”

“Kerja dimana?”

“Departemenperhubungan. Dia sedang mensurvey dan mempelajari kemungkinan pelebaranlandasan pesawat terbang yang ada di daerah pesisir itu..” jelas Melisa.

“Aku punyateman yang bekerja di departemen perhubungan. Nanti aku tanyakan, siapa tahumereka saling kenal.” harap ku

Melissamengeluarkan hpnya dari saku baju tidurnya. Setelah menscrol dan sejenisnya diamenyodorkan sebuah foto padaku. Foto dirinya bersama seorang pria. Sekilas akumerasa mengenal pria itu. Ku ambil hp di tangan Melissa, ku zoom foto itu danku amati secara seksama. Hatiku tersentak. Aku pernah mengenal pria yang wajahnyasama persis dengan pria di foto itu.

Ya, sepertinyaaku mengenalnya…. atau setidaknya dulu aku pernah mengenalnya. Namun akutidak terlalu yakin.

“Inisuamimu?” tanyaku meminta kepastian Melissa.

Melissa mengangguk,“iya. Tante mengenalnya?”

Aku tak tahuharus menjawab apa. Ingin bilang tidak, tapi aku kenal. Kalau bilang kenalpasti akan lebih ruwet lagi.

“Siapa namamantannya?” tanyaku ingin tahu.

“Aku tidaktahu. Dia tidak pernah memberitahuku dengan jelas siapa wanita itu, baiknamanya ataupun wujudnya. Apakah tante kenal suamiku?”

Aku binggung maumenjawab apa, “sepertinya. Tapi aku tidak yakin…”

Melissa menatapkupenuh selidik, “kok bisa?”

“Ya bisa.Dulu waktu masih magang di Jepang, aku punya kenalan yang wajahnya miripsuamimu. Aku tidak tahu nama lengkapnya. Tapi nama panggilannya Sam.”jelasku tanpa berusaha menyembunyikan apapun.

“Dia memangpernah sekolah di Jepang.”

“Ohya?” tak urung aku kaget juga. Kalau benar dia adalah Sam, Sam yang itu,maka…

“Coba tanyapadanya, apa dia punya teman yang namanya Ester?” pintaku

“Ester?Perempuan?”

“Ya…”

“Ok. Ntar kutanyakan…” janji Melissa. “Tapi Ester ini siapa tante?”

“Ada dech.Kamu tanya aja dulu, kita lihat bagaimana reaksinya…” ucapku.

Melisamerajuk,  “tante ini lho… pakairahasia-rahasiaan segala..”

“Ini bukanrahasia. Aku kan tidak tahu pasti apakah dia Sam yang ku maksud. Nanti salahorang pula..” sahut ku cepat.

Melissa tidakmemaksa. Dia sibuk mengirim SMS pada suaminyaa. Setelah selesai dia membereskanbekas sarapannya sambil berkata, “okey dech, aku mandi dulu yatante.”

Aku menggangguk.Melissa segera beranjak pergi. Tapi baru beberapa langkah, hpnya berdering.

Melissamengangkatnya, “hallo..”

Lalu dia terlibatpembicaraan serius di telpon. lalu kudengar dia berkata, “bentar, akutanyakan tanteku..”

Aku menoleh.Melissa memberitahuku, “dia kenal. Dia ingin ketemu. Dan akan segerakesini..”

“Jangan…!”sergapku tanpa sadar.

Melissa menatapkuheran.

Aku menjelaskan,“maksudku, jangan sekarang. Om mu sedang tidak ada di rumah. Suruh diakesini jam 2…?”

Melisamemberitahu suaminya apa yang kubilang. Melissa berkata kalau Samsul tidak tahulokasi rumahku.

“Dia tahuKRL tidak?”

“Apa itu,te?”

“Kebun rayaLiwa.”

Melissamengangguk, “tahu katanya.”

“kita ketemuandi sana saja..” saranku.

“Okey..”jabwab Melissa. Dia pun memberitahu suaminya.

Aku mencari hpkudan segera menelpon sumiku. Kalau Samsulnya Melissa adalah ‘Sam’ yang itu, makaaku harus menemuinya bersama Pras. Agar tidak ada fitnah dan sejenisnya.Bagaimanapun, aku tidak ingin ada keruwetan baru muncul…

“Hallo…”terdengar suara Pras di sebrang sana.

“Hai, lagiapa? pulang dong…. sekarang, please!” pintaku

“Ada apa?”

Selengkapnya: MUSIM BUNGA DI KOTA LIWA by May Zulaikha