Musim Bunga di kota Liwa bag 5

Melissa mengangguk, “karena tante pergi begitu saja. Arif merasa bersalah atas apa yang di peruatnya. Dan rasa bersalah itu yang menghantui hidup Arif. Dia berjanji akan mencari dan akan mempertanggungjawakan perbuatannya pada tante. Tapi tante seperti hilang di telan bumi. Dia takut karena apa yang dia lakukan itu, tidak ada pria yang mau menikahi tante. Dia merasa bertanggungjawab atas apa yang dia lakukan pada tante. Dia terus berusaha mencari tante…hingga 3 hari yang lalu. Mantan yang menjauhkan suamiku dari aku adalah tante!”

“Maafkan akuMel,” ucapku penuh rasa sesal.

“Aku yang harusminta maaf. Selama ini aku selalu mengutuk ‘mantan’ nya Arif dan mengharapkanhal terburuk terjadi padanya. Aku tidak tahu kalau Arif hanya menganggap tante‘mantan’ secara sepihak. Karena rasa bersalahnya…”

Aku tak tau harusberkata apa. Penjelasan Melissa seperti suara kentongan yang di pukul keras didepan telingaku. Ternyata apa yang kupikirkan selama ini salah… aku masih suci!

Karena rasabahagia, refleks aku menghambur memeluk Melissa, “terima kasih atas penjelasannya.Terima kasih…”

Melissa membalas pelukanku. Setelah itu dia berkata,. “tante tahu tidak, Arif menceritakan ini tanpa ku paksa. Dia menceritakan semuanya setelah meminta maaf padaku atas perlakuannya selama ini. Dia ingin membuka lembaran baru dan melupakan masa lalu. Rasa bersalah yang selama ini menghantuinya sudah terangkat. Dia lega mengetahui tante sudah menikah, hanya saja dia tidak menyangkah kalau tante menikah dengan om. Dia merasa jengah, malu dan bersalah pada om. Dia segan bertemu om, tapi aku memaksanya…”

Aku mendengarkan penjelasan Melissa dengan seksama. Ada haru menyelimuti hatiku. Aku tidak menyangka, apa yang terjadi di masa lalu begitu akan mempengaruhi hidp banyak orang.

“Maukah tante menolongku?” pinta Melissa.

Aku mengangguk cepat, “pasti. Apa yang bisa ku bantu?”

“Tante janganmenduga yang tidak-tidak jika beberapa waktu setelah ini aku tidak inginbertemu tante. Melihat tante, membuatku membayangkan apa yang terjadi waktuitu. Aku jadi cemburu…” jelas Melissa sambil menunduk, “Om pasti punya perasaanyang sama denganku. Meski om tidak mengatakannya.

Aku teringat apayang dilakukan Pras beberapa hari lalu padaku setelah kuberitahu kalau suamiMelissa adalah Sam.

“Aku mengerti…” sahutku cepat. “Terima kasih karena mau datang kesini dan memberitahuku tentang semuanya. Ini sangat melegakan…”

“Aku kesinikarena barang-barang ku masih ada di sini, tante..” ucap Melissa sambilmengedipkan sebelah mata.”

“Oh ya? Kau pikiraku percaya? Kalau Cuma barang, kau bisa meminta om mu mengantarkannya kehotel,” sergahku cepat.

“Iya sih…” ucapMelissa pada akhirnya, “aku kangen tante. Meski sebenarnya aku juga tak inginmelihat tante. Tapi rasanya kok tidak adil jika aku tiba-tiba pergi begitu sajatanpa pamit. Aku tidak ingin tante salah paham dan menduga yang tidak-tidak.Jangan sampai apa yang terjadi pada Arif terjadi pada kita…”

Melissa meraihtanganku dan menggenggamnya, “tante harus tahu, aku tidak marah pada tante,atau membenci tante. Aku hanya butuh sedikit waktu untuk menata hati danperasaanku…”

Aku memahamimaksudnya, “tante mengerti. Tante pun sayang padamu dan pasti akanmerindukanmu.”

Lalu Mellisa bangkit, “sekarang aku mau mengemas bajuku. Sore ini juga kami akan kembali ke Jakarta. Tante mau membantuku?”

“Iya. Ayo…” akuikut bangkit dan beranjak menuju kamar tamu yang selama ini di tempati Melisa.Melissa menggandeng tangaku dengan manja.

Sampai di kamarMelissa, aku membantunya mengemas barang-barangnya yang tak seberapa. Sambilberkemas, Melissa bercerita kalau suaminya mengajaknya jalan-jalan ke Pesisir.Menikmati debur ombak pantai selatan dan mencicipi duren yang matang di pohon.

Setelah semua barangnya terkemas rapi, Melissa pamit. Dia memeluk ku erat. Aku membalas pelukannya tak kalah eratnya. Sebenarnya aku merasa berat berpisah dengannya. Kurang dari seminggu kebersamaan kami, aku sudah jatuh sayang pada Melissa. Entah kapan lagi kami bisa bertemu…

Melissameninggalkan kamar sambil menenteng tas. Aku mengikutinya dari belakang. Didepan pintu, Melissa menghentikan langkahnya dan menatapku dengan ragu.

“Ada apa?”

“Tante mengantarku sampai sini saja. Aku tidak mau tante bertemu Arif. Tapi kalau tante ingin menemuinya, aku tidak bisa berbuat apa-apa…” kata Melissa dengan tatapan penuh harap.

Aku tersenyum,“baiklah kalau begitu. Baik-baik di jalan ya. Kalau sudah sampai Jakarta,kabari om mu.”

Melissamengganguk lega. Sebelum pergi, dia memelukku sekali lagi. Lalu tanpa menolehdia menuruni tangga dan lenyap di balik pintu.

Aku melangkah keBalkon. Sebenarnya aku ingin mengantar Melissa sampai di pintu gerbang, tapidemi menghargai keinginan Melissa, aku berusaha menahan diri. Toh aku bisamelihat kepergiannya dari balkon.

Dari tempatkuberdiri, aku melihat sosok Sam menenteng tas Melissa dan memasukannya kebagasi. Lalu dia membuka pintu mobil dan berdiri menunggu.

Melissa melangkahmendekat dengan sambil menggandeng Pras. Sepertinya keduanya terlibatpembicaraan yang sangat serius. Sesaat aku melihat ketegangan di wajah Prasberubah menjadi kelegaan. Melissa membisikkan sesuatu ke telinga Pras. Prasterlihat kaget. Tapi ada semburat kebahagian terpancar dimatanya saat diamenoleh kearahku. Melissa ikut menoleh kearahku. Aku melambaikan tangan.

Sam yang melihat gesture Melissa dan Pras ikut menoleh keatas. Dia mengangguk padaku. Aku membalas anggukannya sambil senyum. Melissa melihat itu. Dia melotot manja padaku dan cepat-cepat menyuruh Sam masuk ke mobil. Aku geli melihat tingkahnya yang kekanak-kanakan.

Tapi meskibegitu, sebelum mobil melaju, dia masih sempat membuka kaca mobil dan melambaikearahku. Aku membalas lambaian tanganya sambil berbisik, “bye Mel..”

Begitu mobil yang di kendarai Melissa lenyap di tikungan, Pras mengangkat dagunya kearahku. Aku membalas dengan mengangkat daguku. Pras melambaikan tangan, menyuruh aku turun.

Aku berlarimeninggalkan balkon menuju lantai bawah. Pras sedang menutup pintu teras ketikaaku sampai di bawah.  Dia menoleh danmenatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Lalu dia menghampiriku danmemeluk ku.

“Aish… kau adalahmilikku! Ingat itu! Hanya milikku. Kau hanya boleh mengingat aku saja, hanyaaku saja yang ada di hatimu. Tak boleh ada yang lain!” bisiknya.

Aku mengganggukdalam pelukannya. Entah Pras melihat atau tidak, aku tidak perduli.

Setelah Prasmelepas pelukannya aku bertanya, “apa yang dibisikan Mel padamu?”

Pras memicingkanmatanya sambil bertanya, “kau mau tahu aja atau mau tahu banget?”

Aku memasangwajah cemberut, “nggak dua-duanya!”

“Yang bener? Truskenapa tanya?” todong Pras.

“Saja je..”

“Iya kah? Hmmm….”Godanya.

Aku jadipenasaran, “Melissa bilang apa?”

Pras menatapkusambil tersenyum, “dia bilang, kau adalah wanita yang sangat beruntung karenapunya suami sebaik diriku.”

Aku tidak percayaMelissa berkata begitu. Aku mendesaknya,”apa kata Melissa?”

Pras menunjukanraut wajah jahil. Aku meneriakinya dengan jengkel, “Pras!!”

Teriakankuberhasil. Pras menatapku dengan serius. Lalu dengan senyum terukir di bibir diaberkata, “Melissa memberitahuku kalau tidak terjadi apa-apa antara kau danSam…”

Aku tidak mendugaMelissa memberitahu Pras tentang itu. Pras mengamatiku tanpa berkedip. Aku jadijengah ditatap begitu.

“Apa?” tanyaku.

“Feelingku benarkan? Aku memilikimu utuh…”

Aku tersenyum.Senyum bahagia seorang wanita yang memiliki seorang suami yang penuh cinta danpengertian.

“Aku sudah menjual vanili kering yang ada di gudang. Kau ingin jalan-jalan kemana? Aku ingin kita pergi bulan madu kedua..” ucap Pras sambil mengelus rambutku.

Aku kaget, “sudah di jual? Berapa kilo? Mana uangnya?”

Pras mengeluarkanbungkusan plastik hitam dari balik jaketnya dan menyerahkan padaku. Akumeraihnya dengan tak sabar.

“Harga vaniliturun, hanya 2,4 juta sekilo. Aku tadi jual 20 kilo,” jelas Pras sambilmembuntuti aku yang berjalan kesofa.

Aku membuka bungkusan aalstik hitam itu. Ada 2 gepok pak Karno dan bung Hatta yang masih terikat rapi dan beberapa yang tanpa ikatan.

“Jadi, kita maubulan madu kemana?” tanya Pras.

“Mau kemana? Tidak usah kemana-mana. Kita bulan madu di sini saja. Liwa sedang musim bunga kan?” ucapku sambil menghitung uang-uang yang ada didalam plasik hitam.

Pras menghempaskan tubuhnya di sofa sambil membuang nafas berat.

“Oh iya aku lupa. Kau sangat suka bunga kan?. Bunga Kopi, bunga Pisang, bunga Vanili, bunga cinta…. dan bunga Bank! Oups..”  TAMAT.

Episode 1