Sinopsis Ashoka Samrat episode 64 by Jonathan Bay. Charu menyuruh Sushim makan. Tapi Sushim menolak, “aku sedang tidak ingin makan.” Charu memaksa, “kau harus kuat agar bisa memenangkan kompetisi. Jadi makanlah makanan yang sehat ini.” Charu memanggil pelayan agar menambahkan makanan ke piring Sushim. Pelayan tersebut lalu menawari Siamak. Tapi Noor mencegahnya, “tidak. Siamak tidak akan memakan itu. Selain kekuatan badan, seseorang harus memiliki kekuatan mental juga…” Charu mendengar itu balas mengejek, “itu sebabnya Siamak tidak pernah menang.” Siamak terpana. Subhrasi dan Drupat datang di iringi dengan Dharma. Subhrasi mendoakan Siamak dan Sushim semoga menang. Sushim menanyai Drupat, “siapa yang kau inginkan untuk memenangi kompetisi ini? Aku atau Siamak?” Drupat menjawab dengan bijak, “kalian berdua pantas untuk menang, jadi aku ingin kalian berdua menang.” Pengawal mengumukan kalau Bindusara datang. Dharma segera menyembunyikan diri. Bindu datang kesana bersama Ashok. Semua kecuali Siamak terlihat marah dan tidak suka. Bindu berkata pada anggota keluarganya kalau dia mengundang Ashok untuk makan bersama mereka, “apakah ada masalah?” Siamak meminta Ashok untuk duduk disampingnya dan makan. Ashok menurut. Dia duduk di samping Siamak. Melihat itu Sushim marah dan pergi dari perjamuan. Charu mengejarnya, “tidak baik meninggalkan makanan di depan ayahmu seperti itu..” Sushim dengan geram menyahut, “buatlah suamimu juga mengerti, ma. Sekarang dia akan makan bersama kita juga? Dari hari ke hari cinta ayah padanya semakin bertambah. Mungkin suatu hari dia akan memberikan tahta ini padanya juga.” Lalu tanpa mendengarkan Charu, Sushim pergi begitu saja.
Ashok merasa tidak enak hati sendiri. Dia berdiri dan berkata pada Samrat, “Samrat, aku tidak terbiasa makan sambil duduk di sofa. Biarkan aku makan sambil duduk di lantai saja.” Bindu terlihat keberatan, tapi akhirnya dia membolehkan. Dharma melihat adegan itu dengan perasaan haru. Subhrasi menyuruh pelayan menghidangkan makanan untuk Ashok.
Drupat menghampiri Bindu dan bertanya, “ayahanda, siapa yang akan memenangkan kompetisi besok, kak Sushim atau kak Siamak?” Bindu tersenyum, “itu sangat sulit untuk di jawab. Tapi seseorang yang adalah pejuang besar, yang bisa menegakkan keadilan, yang cerdas yang akan menang.” Drupat bertanya lagi, “jadi apakah dia yang akan menjadi Samrat berikutnya?” Bindu menjawab, “menjadi samrat tidak tergantung pada kompetisi semata. Untuk menjadi samrat seseroang harus membuktikan dirinya benar dalam segala hal. Tapi ya…. yang menang akan jadi pesaing untuk menjadi samrat.” Bindu kemudian menanyakan pelajaran Drupat. Drupat bertanya, “haruskan aku pelrihatkan pada anda keahlian bermain pedangku?” Bindu mengangguk. Drupat mengambil pedang pendeknya dan mulai mengayunkannya di udara dihadapan Bindu. Bindu tertawa melihatnya. Begitu pula Subhrasi, Noor dan Siamak. Ashok ikut tersenyum, meski senyumnya terlihat sedih. Di ateringat kebersamannya bersama Dharma, ketika dia menghukumnya untuk minum kandha, atau saat Dharma menyuapinya.
Drupat masih bermain pedang di depan Bindu. Siamak memuji Drupat, “kau bertarung dengan baik, Drupat.” Kebersamaan sebuah keluarga yang terjadi di depannya membuat Ashok terlihat sedih. Dharma menatap Ashok dari balik pilar sambil berkata dalam hati, “kuharap aku bisa bersama dengan Ashok di saat-saat seperi ini.” Tidak tahan melihat kemesraan sebuah keluarga, Ashok berdiri dari duduknya sambil membawa nampan makananya dan peri keluar.
Sushim berlatih memanah, seorang prajurit menjadi objeknya. Dia memanah di sekeliling tubuh prajurit tanpa mengenainya sama sekali. Tapi karena rasa takutnya setiap kali anak panah menacap di sekitar tubuhnya, dia berteriak. Ahenkara muncul dan memuji Sushim, “bagus sekali!” Sushim menawari Ahenkara berlatih memanah. Ahenkara menajwab, “kenapa tidak?” Sushim kemudian mengajari Ahenkara cara memegang busur dan memasang anak panah. Mereka terlihat intim. Ahenkara tidak berhenti menatap Sushim, begitu pula sebaliknya. Sushim memegang tangan Ahenkara yang memegang busur. lalu tangan lainnya membantu menarik anak panah. Keduanya masih saling berpandangan. Tiba-tiba Ahenkara tersentak, dan panah terlepas begitu saja ke arah prajurit. Prajurit menjerit ketakutan. Ahenkara terkejut dan kesal. DI asegera mengembalikan busur itu pada Sushim. Dengan suara merdau Sushim berkata, “aku akan menghabiskan hari-hariku bersamamu setelah kompetisi.” Ahenkara terlihat senang, “itu sangat bagus. Kita akan merayakan kemenanganmu!”
Charumitra menekan perdana menteri dengan memintanya agar memastukan kalau Sushim memenangkan kompetisi bagaimanapun caranya, “ini adalah tahun yang paling menentukan bagi Sushim untuk bisa menjadi samrat. Anda harus membantu aku.” Perdana menteri bertanya, “bagaimana saya bisa membantu?” Charu menjawab, “aku tidak tahu apakah anda punya simpati pada achari Chanakya. Kapan anda akan paham kalau anda tidak mengambil keputusan sekarang, maka achari Chanakya akan mengambil tempat anda. Dan anda aka mejadi bonekanya saja. Tidakkah anda ingin orang-orang mengingat anda di masa mendatang?” Perdana menteri menjawab, “saya memiliki batasan, dan tidak bisa melampaui itu. Achari Chanakya orang terhormat di mata saya. Semua tahu kalau achari mempengaruhi keputusan samrat bindusara. Dan samrat berikutnya hanya akan di umumkan oleh Samrat saja. Lalu bagaimana aku membantu anda?” Charu berkata setengah memaksa, “anda harus memperngaruhi samrat. Anda harus memaksa samrat mengumumkan Sushim sebagai samrat berikutnya setelah dia menang. Tidakkah anda ingin mengamankan posisi anda di kerajaan Magadha? Anda harus memaksa samrat Bindusara.” Perdana menteri bertanya, “bagaimana kalau pangeran Siamak yang memenangkan kompetisi kali ini?” Charus dengan penuh percaya diri menjawab, “hal seperti itu tak akan terjadi. Karena Sushim tidak akan kalah. Dia hanya akan menang. Anda tidak perlu memikirkan tentang kalah – menang. Hanya bisikan tentang hal ini di telinga Samrat saja yaitu dia harus mengangkat pemenangnya sebagai samrat berikutnya.”
Di kamarnya, Noor menegur Siamak, “siamak, aku tidak mau kau berteman dengan Ashok.” Siamak menjawab, “kalau ayahanda saja menyukainya lalu masalahnya apa?” Noor menjelaskan, “kau belum dewasa, hatimu masih lugu. Aku tak ingin kau patah hati karena itu menyakitkan.” Justin datang dan menyela, “pejuang tidak merasa sakit hati.” Siamak segera berlari memeluknya. Justin memuji Siamak, “kau melakukan yang terbaik di kompetisi. Berjuanglahd engan penuh keberanian mak akau akan menang.” Noor dengan kasar menyuruh siamak pergi dari kamarnya. Justin mendekai Noor yang terlihat kesal dan marah. Dia menyentuh pundak Noor dengan mesra, tapi Noor bergegas bangkit dan menepis Justin, “aku mencium bau Agnisika di tubuhmu.” Justin dengna heranbertanya, “ada apa ini?” Noor menjawab kalau dirinya melihat Agni di diri Justin. Justin denganheran bertanya, “apa yang telah aku lakukan?” Noor dengan marah balik bertanya, “apa kau tidak malu bertanya seperti itu padaku?” Justin menjawab, ‘jika ada cinta dan kepercayaan mengapa malu?” Noor mengatakan kalau justin telah menghancurkan cinta mereka dan kepercayaannya dalam pelukan Agnisika, “aku melihatmu begitu dekat dengan Agni.” JUstin menjelaskan, “itu benar. Tapi ada kebenaran yang lain. Aku tidak dapat mendekati nya karena hati dan pikiranku telah dikontrol olehmu dan oleh cinta kita. AKu harus berpura-pura mencintai Agnisika karena metera. Ku pikir kau akan di pihakku dalam masalah ini. Tpi mendengar kata-katamu, aku sadar kalau aku sendirian. Jika kau tidak mempercayai cintaku maka tidak ada masa depan untuk cinta kita,” Justin dengan sedih kmeninggalkan Noor. Noor berkata, “dengan mengatakan semua ini kau membuktikan bahwa kau tidak mencintainya. tapi sampai kapan kau bisa menghindar dari pesonanya?”
Nicator meminta Helena untuk mengontrol Justin, “dia terila-gila pada Noor. ALu tidak ingin kalah lagi setelah kalah dari Chandragupta. Chanakya yang memintamu agar menikahi Chandragupta agar dia memaafkan aku. Sebagai ayah aku tidak berdaya. Aku mengorbankan dirimu untuk menyelamatkan diriku sendiri. AKu tidak bisa melupakan hari itu.” Helena pun mengenang kenangannya dengan sedih, “aku di paksa untuk meninggalkan negeriku, bahasaku, Yunani mulai membenci kita dan di sini aku tidak di beri penghormatan yangs ama seperi ratu lainnya. Mereka berpikir aku orang asing dan tidak pernah menghormatiku. Karena Chanakya aku harus memgumumkan Bindu sebagai Samrat. AKu tidak akan melupakan hari itu. Kini saatnya balas dendam. Kini magadha yang harus membayar konsekuensinya.”
Justin keluar dari kamar Noor. Dia berpapasan dengan Agnisika. Dengan curiga Agni bertanya, “kau pergi ke kekamar ratu Noor?” Justin dengan gugup berkata kalau dia ingin mengucapkan selamat pada Siamak. Justin kemudian mengalihkan perhatian Agni dengan berkata, “aku menunggu pernikahan kita, waktu berlalu sangat perlahan.” Agnisika tersenyum, “kalau begitu kita harus menghabiskan waktu bersama. BIsakan anda mengajakku bersampan?” Justin dengan enggan terpaksa mengangguk. Keduanya kemudian pergi. Khorasan melihat kepergian mereka berdua dan berpikir, “jika Justin dan noor terus-terusan bertemu seperti ini, maka agnisika akan mengetahui tentang perselingkuhan itu. Dan aku tidak akan mampu menanggungnya….” Sinopsis Ashoka Samrat episode 65 by Jonathan Bay