Sinopsis Ashoka Samrat episode 29 by Jonathan Bay

Sinopsis Ashoka Samrat episode 29 by Jonathan Bay. Bindusara memberikan agni pada jasad subhadrangi. Suasana sedih mengisi udara. Chanakya dengan pilu berkata dalam hati, “maafkan aku dewi Dharma, aku tidak bisa memberikan posisi yang layak anda dapatkan dalam hidup anda…tapi pengorbanan anda ini akan di tulis dalam sejarah Magadha.” Hening mencekam, anginpun berhenti berhembus ketika api suci membakar jasad Subhadrangi.

Di Mandir sekolah, Ashok yang terjatuh memprotes Syiwa, “dewa, hari ini egomu membuktikan kalau engkau hanya sebuah batu. Tapi aku percaya kalau ibuku masih hidup dan rasa percaya ini tidak akan dapat di rampas dariku oleh siapapun.”

Maharani Charumitra memanggil Maha menteri dan menanyainya tentang apa yang telah terjadi di pengadilan, “…bukankah tugas perdana menteri adalah untuk mengingatkan samrat tentang aturan dan peraturan?” Perdana menteri membela diri dengan mengatakan kalau dirinya tidak bisa mengubah keputusan samrat. Charu berkata kalau yang menjadi masalah bukan keputusannya, tapi orang yang mendorong samrat mengambil keputusan itu, “achari Chanakya yang memaksa samrat mengambil keputusan itu. Kenapa anda tidak di hormati di pengadilan? Mengapa samrat lebih banyak mendengarkan achari Chanakya? Bukankah seharusnya anda yang berbicara di pengadilan. Katakan padaku maha menteri, yang telah terjadi di pengadilan betul atau salah?” Perdana menteri menjawab kalau itu salah. Charu kesal mengapa Chanakya harus mengambil keuntungan dari wewenang yang di berikan padanya, “kenapa dia tidak memghormati posisi anda? aku ingin menentangnya, apakah anda akan berada di pihakku?” Perdana menteri menyahut, “samrat lebih banyak mendengarkan kata-kata achari Chanakya. Saya setuju kalau apa yang terjadi hari ini salah. Tetapi achari Chanakya selalu memikirkan kebaikan Magadha.” Charu menyela, “jadi anda mengatakan kalau apa  yang terjadi hari ini adalah demi kebaikan Magadha?” Lalu dengan kesal dia meninggalkan perdana menteri.

ashoka samrat 29Samrat Bindusara berdiri di depan patung Dharma sambil berkata, “hari ini ketika aku memberikan agni pada jasad Subhadrangi aku berpikir tentangmu. Dia wanita yang baik, sama sepertimu. Dia juga membenci kekerasan seperti dirimu. Aku tidak tahu mengapa hal-hal buruk selalu terjadi pada orang baik.”

Ashok datang menemui bindu untuk menanyakan apakah dia melihat ibunya. Dengan prihatin Bindu menyentuh pundak Ashok dan memberitahunya kalau dia baru saja memberikan agni pada ibunya, “dia juga di makamkan dengan upacara kerajaan. Ashok, kau harus menerima kenyataan bahwa ibumu sudah meninggal.” Ashok masih tidak terima, “aku tidak tahu tubuh siapa yang telah anda berikan agni, tapi aku tahu satu hal bahwa dia bukan ibuku. Aku tidak punya bukti, tetapi segera aku akan membawa ibuku ke hadapanmu dan anda semua akan percaya padaku.” Setelah berkata begitu, Ashoka pergi meninggalkan Bindu.

Dengan wajah sedih dan bingung Ashok berjalan di lorong istana. Siamak menegurnya sambil menyentuh bahunya, “teman, aku mendengar tentang ibumu.” Tapi Ashok dengan kasar menepis tanganya, “ada apa dengan kalian semua? aku sudah bilang kalau ibuku masih hidup. Mengapa tidak ada yang percaya padaku?” Siamak dengan penuh pengertian berkata, “aku percaya padamu. Kalau kau percaya dia masih hidup, maka dia masih hidup. Aku percaya kata-kata temanku.” Ashok tersenyum senang karena akhirnya ada orang yang percaya padanya. Ashok berjanji kalau ibunya kembali, dia akan mengajak siamak menemuinya. Siamak mengangguk. Ashok kemudian pergi meningalkannya. Dari balik pilar, Sushim mendengarkan pembicaraan mereka berdua dengan wajah kesal.

Ashok pergi kekamar Subhadrangi. Dia membuka pintu dan memanggil, “ma..?” Tapi kamar itu senyap saja. Ashok teringat saat-saat terakhir mereka berdua ada di rumahnya di desa van. Ashok terpikir kalau ibunya tak ada di Patliputra, dia pasti kembali ke rumah. Ashok kemudian memutuskan untuk kembali kedesa, dia menyiapkan buntalan bajunya dan beberapa barang yang dia butuhkan, “tunggu aku ma.”

Siamak sedang mengasah pedangnya sambil memikirkan Ashok ketika Sushim mengendap-endap di belakangnya. Menyadarai ada orang di belakangnya, dengan pedang terhunus, siamak memutar tubuhnya. Pedangnya terhunus ke leher Sushim. Sushim menatap Siamak dengan datar. Sushim menurunkan tangan siamak yang memegang pedang, “kau seharusnya tidak melakukan itu.” Siamak menurunkan pedangnya dan balik bertanya, “melakukan apa?” Sushim berkata kalau Siamak adalah keluarga kerajaan, “..seorang pangeran. Kau seharusnya melihat dengan siapa kau bicara, berteman dan sebagainya. Pertemanan harus di jalin dengan yang sederajat.” Siamak berkata kalau Ashok sesuai dengan standarnya, “dia telah membuktikannya dari waktu ke waktu. Dia berbakat dan akan menjadi ksatria hebat.” Siamak kembali mengasah pisaunya mengacuhkan Sushim. Sushim geram karena mendengar pujian Siamak pada Ashok juga karena di acuhkan. Dia mengambil pedang dan menodongkannya ke punggung Siamak. Siamak segera berdiri menghadapinya meski tanpa senjata. Sambil menghunuskan pedang ke leher siamak, Sushim berkata, “katakan sekali lagi!” Siamak menjawab, “wajahmu menyiratkan kalau yang kukatakan benar. Ashok lebih pintar dari dirimu, lebih kuat mentalnya dan lebih cerdik.”  Sushim marah, “beraninya kau menghinaku!” Dia lalu mengangkat pedang siap untuk menebas Siamak. Untung Justin muncul dan menangkis pedang siamak dengan pedangnya. Sekali sentak, Justin berhasil melemparkan pendang dari tangan Sushim. Dia lalu menghampiri Sushim dan menamparnya dengan keras. Sushim tidak membalas, dia hanya menatap Justin dengan mata terbelalak marah. Justin memperingatkan Sushim agar tidak melakukan hal sama lagi pada siamak, kalau tidak dirinya akan memberi Sushim pelajaran yang tidak akan dapat dia lupakan sepanjang hidupnya.

Charu sedang mengasapi kamarnya ketika Sushim masuk dengan marah-marah dan berkata kalau dirinya berharap tidak menjadi anak Charu. Charu menegur sushim agar tidak melewati batas. Sushim berkata kalau dirinya masih berada dalam batasannya karena itu dia memaafkan Justin, “padahal aku bisa membalas seranganya, tapi tidak kulakukan. Dia melindungi Siamak dariku. Siamak memiliki dukungan penuh, Khorasan dan sekarang Justin. Tapi tidak ada orang yang membantuku. Aku merasa mereka akan menjadikan Siamak sebagai samrat berikutnya karena dia punya dukungan yang lebih dan kekuatan. Adikku akan memerintah dan aku harus melayaninya. Ini semua karenamu, ma.” Charu dengan heran berkata kalau dirinya tidak paham kenapa Justin membela siamak, “Justin ingin menjadi raja. Tapi kenapa dia membantu Siamak. Siapa yang berada di balik semua ini, Noor atau ibunda ratu Helena?” Charu minta Shusim membiarkan dirinya berpikir. Sushim dengan sinis mengejek kalau apa yang di lakukan Charumitra hanya berpikir saja sementara  lawan telah menjalankan rencananya, “kapan anda akan melakukan sesuatu untukku?” Charu menyakinkan Sushim kalau dirinya tidak akan membiarkan Siamak menjadi Samrat, itu janjinya.

Radhagupta sedang menyelidiki siapa pria yang datang dan membawa Subhadrangi pada malam dia di bunuh. Dia menanyai seorang prajurit dan meminta nya mengingat-ingat kejadian malam itu. Si prajurit berkata kalau dia tidak ingat wajahnya, tapi dia ingat kalau sais pedati itu memakai kalung yang tampak mahal untuk orang seperti dirinya, “saya terkejut, bagaimana mungkin orang biasa seperti dia memiliki kalung yang begitu mewah.” 

Sementara itu sais pedati yang di bicarakan Radgagupta sedang duduk menunggu di rumahnya. Ketika terdengar ketukan di pintu dia terlihat bahagia, “sepertinya ibu ratu telah menyiapkan pelarian yang aman untukku.” Dia tanpa curiga membuka pintu. Begitu pintu terbuka, seseorang segera menusukkan sebilah pedang ke dadanya. Sais pedati mati seketika.

Diistana, Helena mengamati kalung yang ada di tangannya dan berkata kalau orang itu sudah di bunuh, “sekarang achari Chanakya tidak akan dapat mengagalkan kita. Segera kita akan mendapat bantuan dari raja Ujjain.” Justin dengan penasaran bertanya apa yang dijanjikan Helena pada raja Ujjain, “aku ingin tahu tentang itu. Anda biasanya tidak menyembunyikan sesuatu dariku, tapi kenapa kini merahasiakannya? Apakah anda tidak percaya padaku?” helena tersenyum penuh misteri, “kau berkata kalau aku tidak akan bisa mengalahkan achari Chanakya, aku tidak akan membuatmu menjadi raja. Lalu aku menyadari kalau diriku telah memberikan banyak beban padamu. Aku selalu memaksamu untuk duduk di tahta dan itulah kesalahanku.” Justi berkata, “bukan seperti itu. Aku sedang marah saat itu hingga berkata seperti itu.” Helena menenangkan Justin, “jangan kuatir, rencanaku sudah siap, tak lama lagi kau akan duduk di tahta. Kau akan memerintah India. Tapi hingga saat itu tiba, percayalah padaku.” Helena lalu mengajak Justin merayakan kesuksesan rencananya.

Ashok hendak meninggalkan Patliputra. Radhagupta melihatnya. Dia mengejar Ashok dan menahannya, “ashok, kau mau pergi kemana?” Ashok melirik radhagupta dengan sudut matanya, “aku akan kembali pada ibuku.” Radhagupta mengingatkan Ashok kalau Chanakya melarangnya untuk pergi. Ashok menyahut kalau tidak ada yang bisa menghentikan dirinya untuk mencari ibunya. Lalu dengan langkah kaku, Ashok meninggalkan radhagupta. Radhagupta yang tidak tahu harus berbuat apa, bergegas pergi menemui Chanakya untuk memberitahunya kalau Ashok akan meninggakan kota, “saya sudah coba menghentikannya, tapi dia tak mau mendengarkan saya…” Sinopsis Ashoka Samrat episode 30 by Jonathan Bay