Musim Bunga di kota Liwa bag 3

Kulihat Prasmenahan senyumnya mendengar umpatanku itu, “kau tidak bertanya mengapa akumelakukan itu. Padahal selama ini aku tidak pernah memaksamu memenuhi hasratkusampai seperti itu.”

“Siapabilang tidak pernah? Pernah!”

“Iya pernah.Tapi Kadang kala….” ralatnya.

Aku diam takmenyahutinya lagi.

“Dengar….”pintanya sambil menyentuh pundakku lembut. Aku menepis tangannya. “Akumelakukan itu karena aku ingin kau hanya memikirkan aku saja. Tidak memikirkanpria itu atau kenangan yang pernah terjadi diantara kalian berdua. Aku mungkintidak memberitahumu perasaanku. Tapi jujur, aku cemburu Aish. Aku merasainsecure! Kau milikku…! Hanya milikku! Apapun yang sudah terjadi diantarakalian, aku ingin kau melupakannya dan hanya mengingat aku saja…”

“Itu bukan alasanuntuk membenarkan apa yang sudah kau lakukan. Ketika aku bilang cukup, harusnyakau berhenti…”

“Baiklah! Aku yangsalah. Selalu aku yang harus menuruti keinginanmu. Tapi kau tak pernah maumengerti bahwa sebagai lelaki aku punya hasrat yang lebih besar dari dirimu.Kadang aku ingin lebih!”

Setelah mencecar begitu, pras membalikan badan dengan wajah merah menahan kesal dan frustasi. Dia keluar sambil membanting daun pintu dengan keras hingga terdengar suara menggelegar. Aku menjingkat kaget karena tak menyangkah dia akan melakukan itu. Aku melihat dia masuk ke dalam garasi. Aku menatap kepergiannya dengan pikiran campur aduk.

Disudut hatiku,aku merasa bersalah karena membuat dia marah dan frustasi. Tapi aku sendiri takbisa menahan diri. Aku sudah bilang, kalau kepalaku terasa penuh, aku akankesulitan mengendalikan diri.

“Tante… omkenapa?” tanya Melissa yang entah sejak kapan sudah berdiri di pintu.

Aku menolehjengah kearahnya.

“Hmm…dia..” aku tak tahu haus menjawab apa.

“Tante danOm bertengkar ya? Karena aku kah?” Melissa mendekati aku dan berdiri disampingku  dengan tatapan ingin tahu.

“Bukan.Kenapa kamu merasa begitu? Sama sekali bukan karena kamu!”

“Lalu karenaapa?”

Aku menggelengragu, “tak bisa ku jelaskan juga. Kadang kala, kami memang berselisih.Bukan masalah. Bentar lagi juga baikan..”

“Biasanya,pasangan kalau habis bercinta itu mesra, bukan malah bertengkar..” gumanMelissa lirih. Tapi karena dia berdiri tepat didekatku, maka aku bisamendengarnya dengan jelas.

Aku meliriknyadengan tersipu malu. Melissa membalas senyumanku dengan kedipan mata genit.

“Kauini…” cubitku.

Melissa mengaduhlirih, “kita berangkat sekarang?”

“Ayo…” ajak ku.

 Aku melihat Pras keluar dari garasi denganmengendarai CR-V nya. Melissa sudah melangkah ke arah mobil dengan tak sabar.Setelah mengunci pintu aku segera menyusulnya.

Melissa duduk dikursi penumpang. Aku hendak membuka pintu belakang yang sudah tertutup ketikaPras memiringkan tubuhnya untuk membuka pintu depan.

“Duduk depan…!”ucapnya dengan nada tak ingin di bantah.

Aku meliriknyadengan sudut mataku. Disaat yang sama Pras sedang menatapku dengan tatapan mengancamcampur memohon. Aku tak punya pilihan lain selain menuruti kemauannya, kalautidak, urusan bakal panjang.

Aku sudah dudukmanis dan pintu sudah pun tertutup rapat. Tapi Pras belum juga menjalankanmobil. Aku menoleh kearah Pras.

“Tunggu apalagi?” tanyaku dengan heran.

Pras menatapku penuh selidik. Aku yang tidak paham dengan tatapannya, kembali bertanya, “apa?”

Pras melepas tangannya dari kemudi. Dia mencondongkan tubuhnya kearahku. Aku menghindar dengan memiringkan tubuh menjauh. Tangan Pras terulur kearah perutku. Tapi sebelum aku sempat melayangkan tangan untuk memukulnya, Pras  sudah lebih dulu menarik sabuk pengaman dan mengaitkannya. Ternyata aku lupa memasang sabuk pengaman. Setelah melakukan itu, Pras segera menginjak pedal gas dan mobilpun meluncur meninggalkan halaman rumah.

*****

Seperempat jamkemudian, kami sudah memasuki pintu gerbang KRL. Pras memarkir  mobil di bawah pohon akasia yang rindang.

“Di mana suamimu?Hubungi dia. Katakan kalau kita sudah sampai dan menunggunya di tempat parkir…”jelas Pras.

Melissa segeramenelpon suaminya. Tak lama kemudian dia membuka pintu, “itu dia, Om…”

Aku dan Pras menatap kearah pria yang ditunjuk Melissa. Pria itu baru turun dari sedan yang terparkir beberapa meter di depan mobil Pras. Melissa sudah lebih dulu keluar dan berlari kearah suaminya.

Aku mengamatipria itu dengan seksama. Ketika pria itu menatap kearah kami, aku langsungmengenalinya. Dia memang Sam. Orang yang ku kenal saat magang di Jepang dulu.

Aku melihat Melissadan Sam saling berpelukan. Pras mengulurkan tangannya dan mengenggam tangankulembut. Aku menoleh kearahnya. Pras menatapku dengan tatapan ingin tahu. Akumengangguk.

Pras mendekatkanwajahnya dan menarik kepalaku dengan lembut. Dia mencium keningku sambilberkata, “tunggu sebentar…”

Pras turun darimobilnya dan bergegas membukakan pintu mobil untukku. Setelah aku turun, diamenutup pintu. Lalu saat aku melangkah menghampiri Melissa dan suaminya, Prasmerangkul pundakku dengan mesra.

Aku melihat rautwajah Sam semringah dan lega saat menyambut aku dan Pras. Seperti terlepas daribeban yang teramat berat. Sam menjabat tangan Pras dan menyapanya dengan ramah,“apa kabar, om?”

“Baik, Rif…” lalukeduanya bertegur sapa sejenak.

Lalu Sammenyapaku tanpa mengulurkan tangan, “Ester… eh..tante..”

Aku membalassapaannya dengan anggukan kepala dan senyum kecil, “apa kabar, Sam?”

“Tidak pernahsebaik ini..” sahutnya sambil melirik Melissa penuh arti. “Aku tidak tahu kalaukau menjadi istri om ku.  Waktu om ke Jakarta,om bilang sudah menikah tapi tidak tahu kalau wanita yang beruntung itu adalahdirimu…”

“Aku juga tidak menyangka kalau suami keponakanku adalah dirimu. Kalau kau macam-macam dengan keponakanku atau membuatnya bersedih, kau akan berurusan dengan ku!” ancamku sambil tertawa.

Samsul merangkulpundak Melissa den mencium keningnya, “tidak akan…”

“Ayo kerumahkami, agar sewaktu-waktu kau dinas kesini, kau bisa mampir…” ajak Pras.

Samsul menatap jam tanganya dan dengan wajah menyesal dengan halus dia menampik ajakan Pras, “maaf, om. Saya ada meeting jam 3. Mungkin lain kali. Saya harus kembali ke kantor.”

“Oh begitu. Tidakapa-apa. Setelah meeting datanglah. Istrimu pasti akan senang…”

“Kalau om tidakkeberatan, saya ingin mengajak Melissa tinggal bersamaku di hotel. Dia kansudah tahu jalan kerumah om. Nanti setelah tugas dinasku selesai, saya akanmengunjungi om…” pamit Samsul.

“Aku sama sekalitidak keberatan. Dia memang ponakanku, Rif. Tapi dia juga istrimu. Kau lebihberhak terhadap dirinya daripada aku. Jadi apapun  yang kau inginkan, aku setuju saja…” ucapPras.

“Baiklah kalaubegitu. Saya pamit sekarang…” kata Samsul.

‘Tapi pa, akutidak membawa baju….” Ucap Melissa.

“Itu gampang.Nggak usah di pikirkan. Ayo kita pergi, sudah hampir terlambat ini…” ajakSamsul.

“Kenapa buru-buru?” tanya Pras heran, “kita ngobrol-ngobrol dulu…”

“Sebentar lagi saya ada meeting. Saya janji saya akan mampir setelah urusan saya selesai. Ada  banyak hal yang ingin saya bicarakan dengan om. Jika om ada waktu..”

“Aku selalu adawaktu. Datanglah kapanpun kau ingin datang. Rumah kami terbuka lebar untukkalian…”

Samsul mengulurkan tangannya, Pras menjabat tangan samsul.

NEXT