3 Wajah 1 Cinta bag 8 by Meysha Lestari. Salima membawa Jodha ~yang di buntuti Jalal~ kehadapan Humayun dan Hamida Banu. Bharmal segera berdiri menyambut putri tengahnya. Jodha memberi salam pada mereka semua. Bharmal meraih pundak Jodha dan memperkenalkannya pada Humayun, “ini putri keduaku, Jodha. Jodha… paman Humayun dan bibi Hamida, orang tua Jalal, calon kakak iparmu!”
Deg! Jodha refleks menatap Salima. Salima balas memandang Jodha rasa bersalah. Perlahan tapi pasti, wajah Jodha yang semula terlihat malu-malu dan tersipu, berubah pucat pasi seperti habis tertumbuk bola kasti. Tapi Jodha tak punya pilihan lain selain menutupi keterkejutannya dengan senyum ramah. “Apa kabar, paman?” sapanya dengan suara bergetar. Humayun dan Hamida membalas uluran tangan Jodha dengan sebuah pelukan. “kabar ku selalu baik, anakku. Bharmal, kau sangat beruntung di karuniai ketiga putri yang cantik-cantik. Aku ingin memiliki mereka semua sebagai menantuku, sayangnya aku hanya punya satu anak lelaki yang sudah dewasa…” goda Humayun. Bharmal tertawa bangga, “mereka adalah kebangganku dan akan selalu begitu. Tidak perduli siapa yang akan menjadi menantumu, yang lainnya akan menjadi putrimu juga.” Humayun mengangguk-angguk setuju. Bharmal mempersilahkan mereka semua duduk.
Jodha memohon agar di izinkan pergi kedalam sebentar. Bharmal mengangguk. Jodha hendak melangkah pergi, tapi Jalal dengan cepat memegang pergelangan tangannya. Jodha menoleh dan menatap Jalal dengan jengah. Dia mencoba mengibaskan tangan Jalal, tapi Jalal semakin mempererat pegangan tanganya. Ruqaiyah dan semua yang hadir menatap adegan itu dengan tatapan heran dan sedikit tegang. Humayun menatap Jalal dengan tatapan tidak suka. Dengan matanya Humayun memberi isyarat pada Jalal agar melepaskan tangan Jodha. Tapi Jalal tidak mengubrisnya. Dia malah menarik tangan Jodha hingga mau tak mau Jodha terpaksa berdiri rapat di sampingnya.
Dengan suara tegas dan lugas Jalal berkata, “ayah, ibu, paman dan bibi…, maaf kalau membuat anda semua kaget dan tidak suka dengan apa yang kulakukan. Tapi aku harus melakukannya. Bukan karena terpaksa, tapi karena sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab untuk memperjelas situasi yang sedang kita hadapi. Aku tidak ingin ada salah paham lagi. Aku mencintai Jodha dan tidak ingin terpisah lagi darinya…”
Tuan Bharma dan Humayun bergegas berdiri dengan wajah kaget. Dengan nada heran Humayun bertanya, “apa ini Jalal? Kita kemari untuk membicarakan pertunanganmu dengan Salima, tapi mengapa kau…??”” Salima melangkah kesamping Jodha dan tersenyum penuh arti sebelum berkata, “ini yang sebenarnya, paman Humayun. Jalal dan Jodha saling mencinta. Jodha pernah menceritakan tentang Jalal padaku, tapi aku tidak tahu kalau Jalal yang di cintai Jodha adalah putramu, yang di jodohkan denganku. Dan aku yakin kalau Jalal pun tidak tahu kalau wanita yang di jodohkan dengannya adalah kakak dari wanita yang di cintainya. Bukan begitu, Jalal?”
Jalal menatap Salima sambil mengangguk. Lalu jelas Jalal pada mereka semua, “aku mengenal Jodha beberapa waktu yang lalu, ayah. Aku jatuh cinta padanya. Ingin memperkenalkan dia padamu, tapi aku kehilangan jejaknya. Selama berbulan-bulan aku berusaha mencari keberadaannya, yang ku tahu dia tinggal di Agra. Karena itu aku meminta padamu agar di kirim ke Agra untuk mengurus bisnis kita. Tapi… tentu saja itu hanya alasan, yang sebenar adalah aku sedang berusaha menemukan Jodhaku. Aku hampir putus asa dan menerima apa saja yang ayah dan paman rencanakan untukku. Lalu tiba-tiba saja…. malam ini dia berdiri di hadapan ku tanpa ku duga-duga. Jika paman dan bibi tidak keberatan, aku mohon izinkan Jodha menjadi istriku.”
Bharmal terlihat bingung, “kita di sini untuk membicarakan pertunangan putri pertamaku, Salima. Tapi bagaimana bisa…..” Salima menghampiri Bharmal dan bergayut manja di pundaknya, “ayah tadi bilang, tidak perduli siapa yang akan menjadi menantu paman Humayun, yang penting dia adalah puteri ayah. Dan Jodha adalah wanita yang di cintai Jalal, ayah. Restuilah mereka, aku mohon!” Bharmal menatap Salima dengan tatapan ragu-ragu, “lalu bagaimana denganmu? Jika itu ku lakukan… artinya aku bersikap tidak adil padamu!” Salima menggeleng, “tidak ayah, ini yang seharusnya. Ini bukan hanya keadilan, tapi suatu kewajiban. Akan lebih tidak adil bagiku jika ayah menyuruhku menikah dengan pria yang di cintai dan mencintai adikku!” Bharma dan Humayun saling bertatapan, lalu seperti sepakat dengan kata-kata Salima, kedua orang itu mengangguk bersamaan.
Jalal menggenggan tangan Jodha sambil tersenyum lega. Jodha tidak berani mengangkat kepalanya, tapi wajahnya yang memerah menyiratkan kalau hatinya sedang bergembira. Melihat tangan Jalal yang masih menggengam tangan Jodha, Bharmal pura-pura melotot marah, “kami akan memikirkannya…. dan kalian belum sah, jadi lepaskan tangan anakku atau….” Humayun memotong, “atau apa Bharmal? Apakah kau akan menghajar calon menantumu sendiri?” Bharmal dan Humayun kemudian tertawa. Hamida dan Meinawati pun terlihat lega.
Jalal tersenyum pada Salima, “terima kasih atas pengertianmu. Kini aku harus memanggilmu kakak ipar.” Salima membalas senyuman Jalal sambil mengangguk. Jodha menghampiri Salima dan memeluknya, “Dhanyavaad, didi…” Salima balas memeluk Jodha, “sudah kewajiban ku untuk melakukan yang terbaik buat adikku.” Ruqaiyah yang sedari tadi hanya diam dalam binggung menghampiri kedua kakaknya dan memeluk mereka sambil berbisik lirih, “aku harus rela patah hati demi kakakku..”
Jodha melepas pelukannya dan menatap Ruqiyah yang memasang wajah iba. Salima tersenyum dan mengacak-acak rambut Ruq. Jodha menatap Salima dan Ruqaiyah bergantian dengan tatapan tak paham. Salima mengendikkan bahu. Ruqaiyah melirik Jalal sambil memayunkan bibirnya yang mungil. Tak perlu waktu lama bagi Jodha untuk menyadari arti kalimat dan gestur yang di tunjukan Ruq. Dengan mata terbelalak tak percaya, Jodha bertanya, “kau????” Ruq melengos manja sambil protes, “Jay Bhaisa tidak bilang kalau dia sudah punya kekasih hati…” Jodha memanggil nama Ruq dengan nada penuh penyesalan, “Ruq…”
Salima memeluk bahu Ruq dan mengelus pipinya, “sekarang kau harus membuang jauh-jauh perasaan itu… karena dia akan menjadi ipar kita.” Dengan berat hati Ruqaiyah mengangguk pasrah, “ya. AKu memang harus berdamai dengan kenyataan. Oh ya Jodha didi, tolong tanyakan padanya, apakah dia punya saudara yang setmpan dan segagah dirinya?” Salima tertawa geli, “kau tidak akan menyerah begitu saja kan Ruq??” Ruq menggeleng dan ikut tertawa. Jodha memeluk Salima dan Ruq sambil berkata dengan nada haru, “terima kasih…!”
Jalal mengamati kelakuan ketiga kakak beradik itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Dia bukannya tidak sadar kalau Ruq menaruh hati padanya. Tapi selama ini dia hanya menganggap Ruq seperti adiknya sendiri saja. Dan Salima, dia turut menyesal karena telah membatalkan rencana pertunangan dengannya. Dalam hati, Jalal berjanji akan menjaga Salima hingga dia menemukan pria yang layak untuk mendampinginya.
Jalal tidak pernah menyangkah dirinya akan berurusan dengan tiga wanita bersaudara. Tiga wajah telah hadir dalam hidupnya…. tapi hanya satu cinta yang akan mengisi hatinya selamanya. 3 wajah 1 cinta. Dan cinta itu adalah cinta Jodha… TAMAT