Sinopsis Ashoka Samrat episode 75 by Jonathan Bay. Pertarungan anatara Ashok dan Harimaupun terjadi. Walaupun tidak begitu seru. Tapi menegangkan. Di saat-saat kritis ketika harimau hendak meloncat untuk menyerang dirinya, Ashok berputar dan menaiki pohon. Dari atas pohon itulah dengan sekuat tenaga Ashok meloncat kearah sang harimau sambil mengaum…laksana auman seekor singa jantan Magadha. Ashok berhasil menabrak jatuh sang harimau. Sedang dirinya sendiri setelah bergulingan di tanah, bangkit dengan perkasa. Sang harimau bangkit dan menatap Ashok yang balas menatapnya dengan tajam. Seperti merasakan pamor yang lebih kuat dari dirinya, sang raja hutan pun kemudian melenggang pergi meninggalkan Ashoka. Ashoka dengan takjub tersenyum gembira.
Ashok teringat Sushim, dia berteriak, “pangeran Sushim, sudah baik-baik saja sekarang. Pangeran Sushim…!” Tapi tak ada sahutan dari Sushim. Ashok menatap sekelilingnya. Dia baru menyadari kalau pedangnya hilang dan Sushim tidak ada. Ashok dengan marah membuang tongkat di tangannya.
Sushim berlari keluar dari hutan dengan membawa pedang sambil tertawa-tawa, “sekarang Tuhanpun tak akan sanggup menghentikan kemenanganku. Aku akan di nobatkan sebagai samrat berikutnya, maka aku akan bisa berbuat apapun yang aku inginkan.” Sushim kemudian mencium pedangnya.
Bindu, Helena dan Chanakya sedang berincang-bincang. Bindu bertanya pada Chanakya, “apa yang membuat anda tegang, achari?” Chanakya menjawab, “aku memiliki beberapa keraguan tentang pembangunan istana baru, maka aku kirim beberapa mata-mata kesana. Mata-mata mengatakan kalau ada beberapa jalan rahasia bawah tanah di bangun di dalam istana itu. Ide seperti ini pernah di lakukan oleh Dhananand beberapa tahun yang lampau yang tujuannya adalah untuk mencuri harta kerajaan. Raja Ji mungkin juga punya rencana yang sama.” Helena tidak terlihat terkejut, dengan datar dia berkata, “achari, anda tahu kalau Justin akan menikah dengan keponakannya, anda tidak boleh mencurigai mereka tanpa bukti.” Chanakya mengatakan kalau dirinya punya bukti, “seperitnya anda meragukan mata-mataku ibu suri. Mereka adalah mata-mata Magadha yang selalu siaga sepanjang waktu menjaga keselamatan Magadha. Dari jawaban anda itu, sepertinya anda tidak menyangkal kalau Raja Ji sedang membuat jalan rahasia di istana baru itu tanpa memberitahu siapapun.”
Bindu yang menyahut, “ibu tidak mengatakan seperti itu, achari. Raja Ji sudah memberitahuku tentang jalan rahasia di istana dan meminta izin padaku juga.” Helena menimpali, “jalan itu di buat untuk keamanan jika ada seseorang menyerang istana. Tidak ada hubungannya dengan harta kekayaan. AKu yang memberi ide tentang jalan rahasia itu pada Raja ji. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan achari untuk mencurigai semua orang. Anda pikir hanya anda yang memikirkan kebaikan magadha? Pemikiran seperti ini tidak bagus. Ini seperti anda mengatakan kalau samrat tidak memikirkan kebaikan Magadha.” Bindu menengahi, “bukan begitu, ma. Achari tidak tahu kebenarannya dan niatnya hanya demi keselamatan Magadha saja. Aku mungkin Samrat tapi achari Chanakya telah memberikan hidupnya untuk Magadha tanpa keserakahan apapun. Ayahku melayani Magadha dengan bantuannya. Kita harus menghormati beliau.” Chanakya tidak membantah ataupun setuju, “tidak. yang di katakan ibu suri Helena adalah benar. Pemikiranku tidak menunjukan siapa saya dan ini tidak baik…” Chanakya sambil terbatuk-batuk mengucapkan salam pada Bindu dan pergi dari sana.
Di kamarnya, Helena, Raja Ji, Nikator dan Agni tertawa terbahak-bahak menertawakan Chanakya. Helena berkata, “aku tidak pernah melihat achari Chanakya terlihat begitu kecewa.” Nikator menyahut, “pikirkan tentang hari ketika seluruh kerajaan Maurya terbakar di depan matanya.”
Chanakya memberitahu Radhagupta kalau apa yang dia pikirkan benar, “sebuah konspirasi besar sedang terjadi dan mereka coba mengalihkan perhatian kita.” Radha bertanya, “lalu achari, kenapa anda tidak membawa Vrahmir ke hadapan Samrat?” Chanakya menjawab kalau itu bukan bukti yang bagus, “aku berpura-pura seperti tidak punya bukti. Sekarang dewi Helena pasti berpikir bahwa dirinya telah sukses dengan rencananya. Dia akan merasa tenang, dan ini akan bagus untuk kita. Kita akan menyerangnya dan akan membuktikan kalau ini semua adalah sebuah konspirasi yang sangat besar.
Dharma sedang bercerita pada Drupat. Katanya, “ketika kita tidak bisa mengendalikan kemarahan kita maka kemarahan yang akan menang bukan kita. Kemarahan adalah musuh kita…” Drupat dengan rasa kagum bertanya, “anda ingat begitu banyak cerita.” Dharma tersenyum, “aku sering menceritakan kisah yang sama pada anakku.” Drupat bertanya lagi, “anak anda sekarang di mana?” Dharma mengelus pipi Drupat, “dia jauh, tapi selalu dekat di hatiku.” Subhrasi yang baru datang ikut-ikutan bertanya, “kenapa kau jauh dari putramu?” Dharma mengatakan kalau semua itu dia lakukan demi masadepan anaknya. Subhrasi memuji Dharma, “Siwika, kau sangat pemberani, untuk membuat anakmu menjadi kuat kau melakukan itu. AKu bahkan tidak bisa jauh dari drupat walaupun hanya satu menit saja.” Dharma tersneyum, “anda tidak perlu melakukan itu.”
Subhrasi mengambil nampan dari tangan pelayan dan menunjukannya pada Dharma, “ini hadiah dari Samrat, bukan dari aku. Dia memberikan ini sebagai ungkapan rasa terima kasih karena kau telah membantu puteri agnisika.” Dharma menerima pemberian itu. Subhrasi bertanya, “bagaimana kau bisa tahu tentang pengobatan dan semuanya?” Dharma menjawab, “saya mempelajarinya ketika saya harus melayani ayah saya.” Subhrasi mengamati Dharma degan perasaan kagum, “sepertinya kau berasa dari keluarga baik-baik, lalu bagaimana kau bisa menjadi pelayan?” Dharma mengatakan kalau situasi yang membuat dirinya seperti ini. Subhrasi berkata, “aku yakin anakmu pasti akan membuatmu bangga.”
Ashok berlari mengejar Sushim. Sushim terus mempercepat larinya sambil membawa pedang. Dia tiba di garis finish terlebih dahulu. Achari kitasaraya tersenyum senang. Ashok yang hanya beberapa meter di belakangnya menjadi Shock. Suara terompet dan genderang di tabuh menyambut kedatangan Sushim. Semua orang memuji dan mengelu-elukan Sushim. Aakramak dan Kitasaraya saling lirik. Ashok berdiri terpaku tak jauh dari garis finish. Sushim berdiri di depan Aakramak dan Kitasaraya sambil memegang pedang. Sushim melirik Ashok yang berdiri kaku di belakangnya. Aakramak mengangguk kearahnya lalu beranjak pergi di ikuti kitasaraya. Ashok terduduk di tanah. Dia teringat janjinya pada Siamak, pada Bindu dan pada ibunya. Bagaimana dia begitu ingin menjadi orang kuat agar tidak ada anak yang di pisahkan lagi dari ibunya. Ashok mengusap airmatanya dengan geram dan sedih. Dia ingat semua ejekan Sushim dan semua kecurangan-kecurangan yang dia lalukan dari awal hingga akhir. Ashok kemudian berdiri dan berteriak keras memanggil dharma, ” Maaaaa….!”
Dharma yang sedang berada di kuil seperti mendengar suara Ashok. Dia keluar dari kuil dan mencari-cari, “ashok…!” Chanakya menghampirinya dan bertanya, “apa yang kau inginkan? Kau ingin melihat Ashok menang?” Dharma menjawab, “semua ibu ingin kemenangan untuk anaknya.” Chanakya berkata, “semua ibu biasa ingin anaknya yang biasa yang menang. Tapi yang sebenarnya adalah kau bukan ibu dari anak yang biasa. kau tahu dengan baik kalau Ashok sampai menang dalam kompetisi ini maka semua orang akan ragu mengetahui bagaimana anak biasa dapat memiliki kemampuan seperti ini. lalu semua orang akan penasaran tentang dia dan ini dapat membuka rahasia yang dengannya kau rela mengorbankan banyak hal. Akan sangat tidak baik jika samrat mendapat tahu dari orang lain kalau dia punya satu lagi anak laki-laki. jadi aku ingin bahwa jika Ashok memenangkan kompetisi ini maka aku akan membawamu ke depan samrat bindusara sehingga kau bisa mengatakan yang sebenarnya.” Dharma tertegun mendengarnya… Sinopsis Ashoka Samrat episode 76 by Jonathan Bay.