Sinopsis Ashoka Samrat episode 22 by Jonathan Bay. Dharma sedang mengemasi barang-barangnya ketika Ashok datang dan bertanya, “ma, anda mau pergi kemana?” Dharma menjawab kalau Samrat akan pergi berburu dan dia akan ikut denganya. Ashok tersenyum dan dengan riang berkata kalau hari ini adalah hari pertama dia pergi sekolah. Dia ingin berkat dari Dharma. Ashok hendak menyentuh kaki Dharma. Tapi dharma melangkah pergi. Ashok terpana tak percaya. Dia segera bangkit dan menarik lengan Dharma. Dharma berhenti didepan Ashok, Ashok dengan mata berkaca-kaca menatap dharma. Ibu dan anak saling berpandangan dengan perasaan yang sukar di ungkapkan. Tak kuat menahan perasaannya, Ashok segera memeluk Dharma. Dharma tidak membalas pelukan Ashok. Dia menyuruh Ashok pergi. Tapi Ashok tak mau, “aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak bisa meninggalkan anda.” Setelah cukup lama, Dharma melepas pelukan Ashok, Ashok dengan berurai airmata berkata, “ma, aku tahu anda tidak setuju dengan keptusanku. Tapi setidaknya percayalah pada anakmu. Dengan berkatmu aku tidak akan tersesat.” Dharma mengelus pipi Ashok lembut, “aku tahu Ashok, kau tak ingin membunuh orang. Tapi ketika berjalan di jalan yang salah lalau bagaimana kita mengharap hal yang baik kita dapatkan? Tapi jika kau bahagia dengan ini, maka aku tidak akan menghentikanmu. Setiap anak akan merentang sayapnya untuk terbang. Hari ini kau membuka sayapmu untuk terbang. Aku berdoa untuk masa depan yang baik bagimu. Aku akan selalu berdoa untukmu. Aku akan berdoa jika ada sesuatu yang salah terjadi melalui tanganmu maka Tuhan akan memaafkanmu.” Dharma menatapnya penuh kasih sayang, “kapanpun kau ingin menemukan aku, hindari kekerasan. Ikuti jalan damai, dan kau akan menemukan aku di sana.” Dharma lalu menyetuh kepala Ashoka dan memberi kan berkatnya. Setelah itu, tanpa berkata apa-apa lagi dia melangkah pergi. Tapi baru beberapa langkah Ashok memanggilnya, Dharma menghentikan langkahnya. Ashok dengan penuh harap berkata, “ma, setidaknya tersenyumlah padaku sekali lagi sebelum pergi.” Dharma menoleh, menatap Ashok, lalu tersenyum pada putra kesayangannya. Ashok turut tersenyum. Lalu Dharma pergi sambil menanggis. Ashok pun begitu, melihat ibunya pergi, senyumnya hilang, wajahnya terlihat sedih.
Diiringi suara genderang, Bindu dan rombongan berangkat ke hutan untuk berburu. Di tengah perjalanan, prajurit yang memimpin rombongan memberi tanda agar rombongan berhenti. Prajurit itu melihat jejak singa dan segera berlari untuk melihatnya. Tiba-tiba terdengar teriakannya yang menyeyat hati. Bindu dan rombongan yang lain segera berlari kearahnya. Mereka menemukan si prajurit terkapar dengan luka-luka bekas cakaran di sekujur tubuh. Semua orang menatap sekeliling tapi singa itu sudah hilang. Bindu berkata kalau singa itu sangat pintar, butuh waktu untuk menangkapnya.
Ashok datang ke sekolah kerajaan. Dia melihat sekeliling dan lanagsung jatuh cinta dengan suasananya. Anak-anak berlatih pedang dan berlatih olah kanuragan. Ada juga yang berlatih menulis. Semua sibuk dengan latihannya masing-masing. Ashok melihat pangeran Drupat datang di dampingi pengawalnya. Meski melangkah di samping Ashok, sang pangeran tidak menyapa. Ashok tidak perduli, dia tetap tersenyum senang dan bicara pada diri sendiri, “ma, aku berjanji, setelah pelajaranku selesai anda akan bangga padaku.” Ashok melangkah kedalam sekolahan. Dia melihat ruang kosong yang unik. Dia masuk kedalamnya dengan penuh rasa ingin tahu. Dengan wajah berbinar-binar dia menatap sekeliling ruangan. Seorang teman Sushim yang bernama Indrajeet muncul dari belakang Ashok dan menyapa dengan nada mengejek, “tempat ini bukan untuk anak-anak murahan.” Anak yang lain muncul dan menimpali, “kami bahkan tidak sudi menjadikamu pelayan, dan kau ingin belajar bersama kami?” Teman-teman Sushim semakin banyak yang datang, mereka mengelilingi Ashok sambil berkata kalau lebih baik Ashok pergi dari sekolah ini. Ashok hanya menatap mereka dengan diam. Lalu muncul Sushim dari belakang Indrajeet. Melihat Ashok dia mengejek, “oh ini Samrat Vanraj, dia punya ego yang besar, tapi kenapa sekarang kau diam? Katakan sesuatu ashok!” Ashok tersenyum kecil, “jadi kau menyiapkan semua ini untuk menyambutku? Bagus sekali, kau telah memecahkan masalahku. Aku sedang berpikir bagaimana mencari teman di sini, tapi sekarang aku tahu, kalian tidak layak menjadi temanku! Kalian berteman hanya dengan melihat pakaian bukan bakat. Mental kalian sangat sempit.” Sushim menjadi geram, dia berkata pada teman-temannya, “dia menghina kalian, dan kalian hanya diam mendengarkan? Hajar dia!” Lalu mereka semua serentak menghajar Ashok, memukuli dan menendangnya. Sushim menatap licik kekerasan yg terjadi di depannya sambil berpikir, “aku akan membuat hidupmu seperti di neraka, samrat vanraj!”
Prajurit yang di serang singa di bawah ke klinik Dharma. Dharma segera mengobati prajurit itu. Pada rombongannya Bindu berkata kalau besok mereka akan memburu singa itu ke hutan. Justin melihat Dharma dan menyerigai licik.
Ashok di pukuli oleh teman-teman Sushim, tapi sedikitpun dia tidak membalas. Dia hanya mengigit bibir menahan sakit. Tiba-tiba satu persatu penyerang Ashok berteriak kesakitan dan jatuh kelantai. Sushim heran, dia menatap sekeliling, di pintu tampak Siamak dengan ketapelnya menyerang teman-teman Sushim satu persatu. Sushim menatap Siamak dengan penuh kebencian. Siamak menghampiri mereka dan berkata, “mengeroyok anak itu tidak baik. Jika kalian tidak meninggalkan tempat ini, aku akan mengadu pada guru.” Mendengar ancaman itu teman-teman Sushim segera bergegas pergi, di ikuti oleh Sushim. Siamak segera membantu Ashok bangun di bantu teman-temannya. Ashok dengan susah payah berdiri, sambil tersenyum menahan sakit, dia mengucapkan terima kasih pada Siamak. Siamak menyahut, “kau temanku, jangan berterima kasih pada teman.” Keduanya saling melempar senyum penuh persahabatan.
Di hutan, Dharma teringat kalau Ashok berjanji tidak akan memukuli siapapun tapi ketika dia diserang, Ashok terpaksa melanggar sumpahnya, demi dirinya. Dia juga ingat bagaimana Ashok mengatakan kalau dirinya perlu belajar berjuang untuk melindungi dirinya dan datang menemuinya di klinik untuk meminta berkat. Teringat Ashok, Dharma menjadi sedih.
Seorang prajurit muncul memberitahu Dharma kalau Ashok membutuhkan Dharma di sekolah kerajaan karena dia baru saja di pukuli oleh beberapa temannya. Dharma kaget. Prajurit berkata kalau Samrat mengizinkan dia untuk pergi. Dharma segera meminta prajurit itu mengantarkannya ke sekolah kerajaan. Sambil menoleh kekiri-kekanan, si prajurit membawa Dharma pergi. Sepeninggal Dharma, Justin muncul dari balik tenda Dharma sambil menyerigai licik.
Dharma duduk di gerobak dengan hati cemas. Dia teringat bagaimana Ashok terluka sebelumnya. Dharma berpikir, “Ya tuhan, apa yang Ashok lakukan pada orang lain sampai dia menderita seperti ini? Dia selalu membantu orang, tapi kenapa setiap kali dia selali kena hajar?” Seorang pemanah duduk diatas pohon dan mengarahkan anak panahnya kearah belakang gerobak di mana Dharma duduk. Dharma kaget saat melihat anak panah menancap di dinding gerobak, hanya beberapa inci dari wajahnya. Dengan panik Dharma menanyai tukang gerobak, kemana dia akan di bawa, karena jalan yang di lalui gerobak itu bukanlah jalan menuju sekolah Ashok. Si tukang gerobak hanya diam saja, dia malah mempercepat laju kudanya. Dharma berteriak meminta sais menghentikan gerobaknya. Di suatu tempat yang sepi, gerobak itu berhenti. Tak lama kemudian, beberapa berandal yang di sewa Helena mengelilingi gerobak itu dengan senjata terhunus. Ada yang bersenjata cakar harimau, pedang bahkan panah. Mereka siap menyeru gerobak dan menghabisi Dharma. Tapi ketika pintu gerobak mereka serbu, mereka semua terkejut, karena Dharma suddah tak ada di tempat. Mereka segera berpencar memburu Dharma.
Dharma sendiri, begitu gerobak berhenti segera kabur menyelamatkan diri. Dia berlari tanpa arah dan berhasil menyembunyikan diri di belakang sebuah pohon. Sayangnya berandal yang mengejarnya melihat kain Dharma dan segera mengepungnya. Terdengar suara Dharma memohon agar mereka membiarkan dia pergi dan tidak membunuhnya. Tapi para berandal yang bersenjata cakar dengan kejam menyerang Dharma tepat di wajahnya. Dharma berteriak. Di sekolah, Ashok tersentak bangun dari tidurnya dengan wajah tegang. Di hutan, para berandal mengayunkan senjata bertubi-tubi hingga Dharma tersungkur tak bernyawa.
Ashok berlatih pedang di arena latihan, tengah malam, seorang diri. Dia mencoba memainkan pedang sebisanya sambil menyerang target sasaran yang tergantung di depannya. Tapi beberapa kali pula dia gagal, bahkan target sasaran itu yang menumbuk dirinya. Hingga akhirnya Siamak datang dan menegurnya, “musuh tidak bisa di bunuh seperti itu.” Ashok menatap Siamak dengan rasa ingin tahu, “lalu bagaimana?” Siamak mengambil pedang dan menunjukan caranya pada Ashok. Ashok melihat apa yang di lakukan Siamak, lalu menirunya. Siamak melihat gerakan Ashok dan berkata, “kau belajar dengan cepat.” Ashok menjawab kalau dirinya perlu belajat cepat, karena waktunya mendesak. Siamak kemudian mengajari Ashok cara bertarung pedang. Siamak menyerang Ashok dan Ashok menangkis pedangnya. Melihat itu Siamak tersenyum, “apakah kau begitu khawatir dengan kakak Sushim?” Ashok menjawab, “bukan dia. Tapi aku ingin belajar bertarung untuk melindungi ibuku.”
Para berandal menemukan tubuh Dharma tergeletak di tanah tertutupi kerudungnya. Salah satu dari berandal itu membuka kain yang menutupi wajah itu dan memberitahu teman-temannya kalau wajahnya sudah hancur. Dia tidak mungkin di kenali melalui wajah. Setelah berkata begitu mereka semua sepakat untuk meninggalkan tubuh itu bergitu saja.
Ashok memberitahu Siamak kalau dirinya ingin berlatih semua ini demi ibunya, tapi ibunya tak ingin dia belajar semua ini, “aku berharap dia ada sisini..sehingga aku dapat membujuknya… ” Sinopsis Ashoka Samrat episode 23