Sinopsis Jodha Akbar episode 295 by Meysha Lestari. Khaibar berbalik ke arah Jalal, mencengkeram bajunya dan melemparkannya kebelakang. Melihat itu prajurit Mughal segera mengepung Khaibar. Pertarungan tak seimbangpun terjadi. Tapi dengan kekuatannya, Khaibar mampu menjatuhkan para pengepungnya. Bahkan Maansingh dan Munin pun dapat di jatuhkan Khaibar, hingga tinggal Jalal seorang. Pertarungan satu lawan satu antara jalal dan Khaibar berlangsung dengan sengit. Beberapa kali Khaibar berhasil menjatuhkan Jalal. Terakhir Khaibar berhasil membanting tubuh Jalal ke tanah. Setelah jalal tergeletak, Khaibar menoleh ke arah Jodha yang menatap jalal dengan cemas. Khaibar hendak melangkah ke arah Jodha ketika jalal berdiri dan berteriak keras. Khaibar menghentikan langkahnya dan membalikan badan. Sambil berteriak Jalal berlari kearah Khaibar dan sekuat tenaga memukul kepalanya. Khaibar meraung-raung kesakitan. Kesempatan itu digunakan Jalal untuk naik duduk di pundak khaibar sambil memukulkan sikunya ke kepala khaibar. Khaibar meraung dan membanting Jalal ke tanah. Khaibar hendak menginjak dada Jalal, tapi Jalal berkelit sambil menikam kaki Khaibar dengan belati. Khaibar meraung kesakitan dan roboh ke tanah. Jalal melihat sebilah pedang tergeletak di tanah, dengan cepat dia mengambil pedang itu dan hendak menusukannya ke dada Khaibar. Tapi Jodha mencegahnya, “Yang Mulia! Jangan bunuh dia, dia telah menyelamatkan nyawaku!” Jalal tetap menghujankan pedang itu, bukan ke tubuh Khaibar, tapi di tanah yang terletak antara pundak dan kepala Khaibar. Khaibar melongo heran. Dan ketika Jalal dengan rasa lega memeluk Jodha, Khaibar menatap dengan rasa iri lalu memalingkan wajah.
Prajurit Muhgal mengepung Khaibar yang terhgeletak di tanah sambil mengerang kesakitan. Jalal melepas pelukanya dan berkata pada prajurit, “karena dia telah menyelamatkan Ratu Jodha, aku takkan membunuhnya. Penjarakan dia, karena dia adalah anak buah ratu Machucak, penjarakan dia!” Jalal kemudian merangkul Jodha pergi diiringi pandangan Khaibar.
Jalal memasangkan dupatta ke kepala Jodha dan bertanya dengan nada prihatin, “apa kau baik-baik saja?” Jodha menjawab, “aku baik-baik saja, Yang Mulia.” jalal menyentuh perut Jodha. Jodha menangkupkan tanganya di tangan Jalal. Lalu jalal berkata, “biarkan aku membawamu pulang.” Jodha menjawab, “tidak apa, aku jalan saja.” Jalal mengajak, “ayo..!” Jalal kemudian merangkul dan membimbing Jodha kembali ke Agra.
Rombongan Jalal memasuki pintu gerbang Agra. Terdengar rakyat mengelu-elukan Jalal, “hidup Raja Jalaludin Muhammad Akbar! Hidup Ratu Jodha! Hidup Mughal!” Jalal mengendarai kuda dan Jodha duduk di dalam tandu. Para pembesar Mughal dan para menyambut kedatangan Jodha. Terlihat Hamida dan semua orang tersenyum lega dan bahagiaa. Di belakang iring-iringan ada Khaibar yang di pasung diatas gerobak.
Jalal turun dari kuda, orang-orang memberi salam. Tanpa buang waktu lagi, Jalal menghampiri tandu Jodha dan mengulurkan tangan untuk membantunya keluar dari tandu. Para begum ikut menghamiri Jodha mengiringinya masuk keistana. Khaibar menatap Jodha yang di rangkul Jalal dengan mata liart. Dalam waktu yang bersamaan, Jodha menoleh ke arah Khaibar. Keduanya saling bertatapan.
Di kemahnya, Mahcucak terlihat geram atas kegagalan Khaibar. Si pawang menjelaskan, kita telah merubah dia jadi binatang, dia takkan meninggalkan darah orang yang telah di ciumnya. Tapi dia juga manusia, manusia membutuhkan kasih sayang untuk hidup. Kita akan lihat bagaimana reaksinya.” Mahchucak bertanya, “maksudmu?” Pawang menjelaskan, “maka kita harus melihat apakah dia bertaindak seperti binatang atau berpikir seperi manusia. Kita akan tahu setelah kita melakukan penyerangan ini.”
Di Agra, melalui pasungannya, Khaibar menatap kepergian Jodha dengan tatapan sedih. Khaibar memberontak berusaha melepaskan diri agar bisa mengendus dupatta yang di pegangnya.
Jalal diiringi para Begum mengantar Jodha sampai ke kamarnya. Dia membantu Jodha duduk di tepi tempat tidur, menyuruhnya beristirahat lalu meninggalkannya. Sepeninggal Jalal, Salima dan Hamida segera duduk mengapit Jodha sambil bertanya, “kau baik-baik saja, Jodha?” Jodha menjawab, “iya, ibu.” Salima berucap, “syukurlah, ratu Jodha. Aku sangat kuatir. AKu tidak menyangka dia akan membawamu.” Ruq menatap Jodha dengan salah tingkah tak tahu harus berkata apa. Jodha menyahut, “Yang Mulia menyelamatkanku. Dia datang tepat pada waktunya.” Hamida memanggil Tabib, menyuruhnya memeriksa keadaan Jodha.
Jalal megadakan pertemuan dengan Maan Singh dan Munim Khan. Jalal berkata, “Maan Singh, kita harus memperketat keamanan.” Maan Singh menyahut, “baik Yang Mulia.” Jalal menyuruh Maan Singh agar mengikutinya.
Tabib melap wajah Jodha dan memeriksa keadaannya di saksikan oleh para Begum. Malam itu, Jalal menemani Jodha tidur. Jalal duduk di tepi tempat tidur dan Jodha berbaring di sampingnya sambil memegangi tangan jalal. Jalal berkata, “kau tak perlu kuatir lagi. Aku sudah memperketat keamanan di harem. Jodha tersenyum dan mencoba tidur. Tapi tidab-tiba matanya terbuka dengan ras tertarik yang amat sangat. Jodha cepat-cepat duduk dan menghampiri Jalal sambil berkata, “yang Mulia, aku merasa ada yang bergerak di perutku.” Jalal terlihat panik dan berkata akan memanggil tabib. Tapi Jodha melarang, “tidak perlu, Yang Mulia. AKu baik saja. Kau mau memegangnya?” Jalal mengulurkan tanganya. Jodha menarik tangan Jalal dan menyentuhkan ke perutnya. Jodha bertanya, “kau merasakan sesuatu?” Jalal terperangah takjub, “ya, aku merasakannya.” Lalu dengan tatapan yang sulit di artikan, Jalal menarik tanganya. Telihat berpikir lama sebelum kemudian berkata, “syukurlah, Ratu Jodha. Kau dan anak kita baik-baik saja.” Jodha mengangguk, “karena ayahnya datang menyelamatkannya. Itu sebabnya seorang ayah dianggap dewa bagi anaknya.” Jalal menolak, “jangan katakan itu, ratu Jodha. Aku hanya jalankan tugasku sebagai seorang ayah. AKu tidak bis amelihat istri dan anakku menderita karena diriku. Syukurlah kau selamat. Maafkan aku.” Jodha menyentuh pipi Jalal, “tidak perlu. AKu yakin kau akan datang menyelamatkan aku.” Jalal memuji Jodha, “kau adalah istri terbaik di dunia.” Jalal menyerahkan gelang Jodha kembali. Jodha menerima gelang itu lalu dengan manja dia menyenderkan kepalanya du bahu Jalal. Jodha balas memuji jalal, “kau adalah suami yang sangat penyayang.
Pagi hari, Jodha melakukan Puja pada Kanha. Jodha mengampiri Moti, moti melakukan arti. Setelah itu Jodha membenahi dupattanya dan hendak bernajak pergi. Tapi Moti menanyainya, ‘kau mau kemana, Jodha?” Jodha menjawab, “aku akan memberikan arti pada Yang Mulia.” Moti meminta Jodha agar segera kembali larena dia belum makan apa-apa. Jodha menjawab, “moti aku sedang puasa. Sekarang bulan puasa, jadi aku berpuasa. Kau berikan aku air pada sore hari.” Moti tersenyum dan mengangguk. Jodha pun peri.
Jalal sedang melukis di kamarnya. Dia sedang mencoba mencopy lukisan Jodha. Tapi dari hasil coretannya terlihat kalau Jalal tidak pandai melukis. Jalal menatap lukisan Jodha, lalau menatap hasil lukisannya. Dengan sedikit kecewa Jalal berkata, “sangat sulit sekali melukis dirinya. Tapi aku harus tetap berusaha.” Tiba-tiba Jodha masuk tanpa pemberitahuan. Jalal kaget, “Ratu Jodha, kau? Ada apa?” Jodha menyodorkan arti, “aku bawakan arti..” Jalal segera melakukan arti. Jodha melihat lukisan Jalal danbertanya, “yang Mulia apa yang sedang kau lakukan?” Jalal dengan malu-malu menjawab, “aku ingin melukis tapi aku tak sanggup melakukannya.” Jodha menebak, “mungkin kau lelah karena berpuasa.” Jalal menajwab, “tidak, ratu Jodha. Jika kau berpuasa untuk karwachaut kau mendapat kekuatan. begitu juga dengan puasa ramadhan.” Jodha senang mendengar penjelasan Jalal. Dengan rasa penasaran Jodha mendekati lukisan Jalal dan bertanya, “apa yangs edang kau lukis? Jika di lihat dari perutnya……” Jalal menghampiri Jodha dan mengelus pundaknya, ‘kau benar, aku sedang membuat lukisanmu tapi aku tak bisa, mungkin aku belum memahami dirimu sepenuhnya.” Jodha tersenyum dan berbalik menghadap Jalal, “Yang Mulia, apa aku boleh berpuasa?” Jalal menjawab cepat, “tidak bisa.” Jodha menuntut, “kenapa? Jika kau bisa, aku juga bisa.” Jalal menjelaskan, “kalau kau berpuasa, maka siapa yang akan merawat anak kita?” jalal menyentuh perut jodha. Jodha mengatakan tapi. Dan jalal cepat memotongnya, “Ratu Jodha, dalam agama kami wanita yang sedang hamil di larang untuk puasa. Aku janji, tahun depan kita akan berpuasa bersama-sama.” Jodha tertawa dan setuju. Setelah itu Jodha berkata, ‘yang Mulia, terima kasih karena tidak menghukum dia.” Jalal terlihat tak suka, “mengapa membicarakan dia? Kita bisa membicarakan malaikat dan anak kita.” Tiba-tiba terdengar pengumuman kalau Atgah Khan ingin bertemu Jalal. jalal menjawab, ‘katakan padanya, aku akan menemuinya.” pengawal mengangguk dan pergi. Pada Jodha Jalal berkata, “ratu Jodha, aku harus pergi, kau harus merawat anak kita sendiri.” Jalal mengelus kepala Jodha dan mengangguk sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan Jodha. Sambil menatap kepergian Jalal, dalam hati Jodha berkata, “aku ingin berpuasa untukmu, tapi menjaga anak kita adalah tanggung jawabku.” Jodha menatap kembali lukisan Jalal dan tersenyum geli. Jodha mengambil arti yang diletakan dimeja oleh Jalal dan menatanya ketika tiba-tiba dia mendengar suara jerit kesakitan. Jodha segera keluar dari kamar jalal dan bertanya pada Moti, “suara apa itu?” Moti menjawab, “aku tidak tahu, Jodha.” lalu Moti berinisiatif menanyakannya pada pengawal. Pengawal memberitahu kalau suara itu datang dari penjara. Jodha terkejut, “apa? Yang mulia berjanji tidak akan menghukumnya. Mengapa Yang Mulia menyiksanya?”
Dalam penjara, kondisi Khaibar sungguh mengenaskan. Sekujur tubuhnya penuh luka bekas sabetan cemeti yang di ayunkan Sharifudin. Khaibar mengerang kesakitan. Sharifudin menjambak rambut khaibar dan berkata dengan geram, “dasar bodoh! Beraninya kau menculik Ratu Jodha! Beraninya kau menyentuhnya, aku tidak akan memaafkanmu!” Sharifudin kembali mencambuk Khaibar sambil mengoceh, “beraninya kau membawa ratu Jodha! Mungkin Jalal memaafkanmu, tapi aku takkan memaafkanmu!” Cambukan terus berlangsung. Khaibar terus mengerang. Tiba-tiba Jodha datang dengan berlari kecil, “Sharifuddin!” Melihat Jodha, Khaibar langsung terpana menatapnya. Begitu pula SHarifuddin, “ratu Jodha?” Jodha mendekati SHarif dan bertanya, “apa yang kau lakukan?” Sharif menjawab, “dia telah menyentuh anda, Ratu. Oleh karena itu, dia harus di hukum!” Sharifuddin menjambak rambut khaibar dan hendak mencambuknya, tapi Jodha mencegah, “sharifuddin, jika yang mulia melarang menghukumnya, mengapa kau memukul dia? Jika yang mulia tahu, dia takkan menyukainya. Dia juga manusia.” Sharifuddin memandang Khaibar, yang saat itu juga sedang memandang padanya dan Jodha dengan tatapan yang sulit di artikan. Dengan kesal Sharifuddin berkata, ‘Yang Mulia juga tidak akan suka jika tahu kau datang keisni untuk menemuinya.” Sharifu kemudian membuang cambuknya ke lantai dan peri meninggalkan penjara. Jodha memadang Khaibar yang sedang terngangah menatap kearahnya. Dengan sedikit takut, Jodha mendekati Khaibar.
Di harem, Hamida terkejut mendengar kabar Jodha pergi kepenjara dari Ruqaiya. Hamdia dengan cemas berkata, “aku tidak menyangka Jodha lakukan ini, bagaimana jika terjadi sesuatu? Apa dia tak memikirkan ini?” Ruq berkata, “ibu benar, dia adalah binatang. Ratu Jodha telah membahayakan pewaris tahta Mughal. Jika kau dirinya, aku takkan melakukan itu. Pertama dia ikut berperang, syukurlah dia tidak apa-apa. Apakah dia tak peduli dengan anaknya? Itu bisa berbahaya bagi anaknya.” hamdia semakin cemas. Melihat itu ruq tersenyum licik. Tanpa berkata apa-apa, Hamida segera pergi meninggalkan Ruq. Ruq pura-pura memanggilnya, tapi di bibirnya tersungging senyum puas karena telah berhasil menghasut hamida.
Melihat kondisi Khaibar, Jodha memanggil pengawal, “dengar, aku ingin kau obati lukanya.” Pengawal mebantah, “tapi saya tidak berani mendekatinya, ratu. Di abuas, dia bsia membunuh siapapun.” Jodha menatap Khaibar dengan iba. Khaibar balas memnatapnya dengan memelas. Jodha akhirnya menyuruh pengawal membawakan air. Pengawal peri dan tak lama kemudian kembali dengan membawa nampan berisi air dan kain lap. Jodha mebasahi lap tersebut dan memerasnya. Melihat itu pengawal mengingatkan, “jangan mendekatinya, ratu!” Jodha balikbertanya, “kau ingin memerintah ratu?” Pelayan menunduk ketakutan. Lalu dengan penuh percaya diroi, Jodha mengelap luka-lukakhaibar yang berdarah-darah. Sedang tekun Jodha membersihkan luka Khaibar, hamdia datang di iringi Ruqaiya. Dengan wajah cemas campur marah Hamdia memanggil Jodha, “Jodha!” Jodha berusaha memberitahu Hamdia apa yangd ilakukannya. Tapi Hamdia tak mau dengar, dia menarik tangan Jodha, mengajaknya pergi, “cepat pergi dari sini!” Jodha terpaksa mengikutinya. Melihat Jodha di seret pergi , Khaibar marah. Dia menggeram keras.
Sampai di istana, Hamida memarahi Jodha, “kau punya tanggung jawab menjaga pewaris tahta Mughal, bukan berarti kau bisa seenaknya melanggar peraturan. ~Ruq tersenyum senang~ Dia sangat jahat, dia ingin membunuh Jalal dan menculikmu. Mengapa kau berbaik hati padanya? Di atelah melukai Jalal dan menyerang kerajaan kita. Ini bulan Ramadhan, kami berdoa untuk anakmu, tapi mengapa kau sangat gegabah.” Jodha menyahut, “tapi ibu, yang mulia memerintahkan agar tidak menghukumnya, tapi Sharifuddin menghukum dia…” Jalal bergegas datang dan memotong ucapan Jodha, “cukup, Ratu Jodha! Ini sudah cukup!” Sinopsis Jodha Akbar episode 296 by Meysha Lestari.