Takdir bag 23 by Tahniat. Jodha salah, orang setengah mabuk lebih berbahaya dari orang yang benar-benar mabuk. Jalal tidak akan lupa apa yang dialaminya malam ini. Dia akan mengingatnya. Dan kenangan itu akan terpatri di benaknya sehingga menambah panjang deretan kesalahan Jodha padanya.
Jodha berbaring sambil memikirkan apa yang baru saja terjadi. Hanya tuhan yang tahu kalau dia tidak bermaksud menyakiti Jalal. Dia hanya tidak rela, Jalal menyentuhnya dalam keadaan mabuk. Dia tidak mempunyai kenangan indah pernikahan, sebab dia menikah karena terpaksa. Tapi setidaknya dia ingin mempunyai kenangan indah tentang malam pertamanya. Rupanya Tuhan tidak mendengarkan doa Jodha. Jalal masih marah padanya. Pagi-pagi sekali tanpa sarapan dan tanpa pamitan, Jalal sudah berangkat ke kantor. Pulang kerja pun begitu, tengah malam dia baru pulang. Dia bahkan tidak memberitahu Jodha kalau dia tidak akan makan di rumah. Sehari, dua hari, Jodha membiarkannya saja. Tapi setelah lima hari, Jodha hilang kesabaran menghadapinya. Jodha bukan tipe orang yang bisa membiarkan masalah begitu saja tanpa kejelasan. Dia lebih suka di marahi, di tegur daripada di diamkan. Karena diam dan diabaikan, membunuh orang dari dalam. Dia akan bicara dengan Jalal dan memberinya penjelasan. Tapi sangat susah menemuinya. Jalal tidak memberi Jodha kesempatan untuk bertemu dengannya. Bahkan terlihat kalau Jalal sengaja menghindari Jodha.
Dan memang benar. Jalal memang ingin menghindari Jodha. Jalal merasa sangat sakit hati dan terhina karena Jodha. Rasa terhina karena dia mendorong dirinya tidak sebesar rasa sakit hati karena telah membohonginya. Dia sudah mulai mempercayai Jodha, tapi dia mengkhianati kepercayaanya dengan tidak mengatakan yang sebenarnya saat dia bertanya. Dari detektif swasta yang di sewanya, dia tahu kalau lelaki yang duduk di samping Jodha waktu itu adalah mantan kekasihnya. Layak mereka terlihat begitu mesra. Setelah mendengar info dari detektif itu, jalal merasa marah dan cemburu.
Pertama karena Jodha dengan diam-diam telah menemui mantan kekasihnya. Kedua karena Jodha telah membohonginya. Ketiga karena Jodha membiarkan lelaki itu menyentuh tangannya. Jalal berpendapat, Jodha adalah istrinya, miliknya. Dia tidak rela lelaki manapun menyentuhnya. Hari itu, untuk melupakan kemarahan dan kecemburuannya, Jalal minum sedikit minuman cognac yang sialnya malam membuat dirinya teler. Sudah teler, masih juga Jodha mendorongnya. Jalal merasa nasibnya sangat menyedihkan, seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Karena itu Jalal bertekad akan mendiamkan dan mengabaikan Jodha. Tidak akan bicara padanya, tidak akan melihatnya. Tapi dia merasa tidak bahagia kalau tidak melihat Jodha. Tapi karena sudah bertekad, meskipun menderita, Jalal terpaksa menjalaninya. Tanpa dia tahu kalau Jodha juga punya sebuah tekad, yaitu mengakhiri perang dingin diantara mereka.
Pagi itu, Jodha sengaja menunggu Jalal di depan pintu kamarnya. Ketika Jalal keluar, Jodha mencegatnya. Jodha berkata, “Jalal, aku ingin bicara denganmu.” Jalal dengan ketus menjawab, “tidak ada yang perlu dibicarakan!” Jalal hendak melangkah pergi, tapi Jodha meraih lengan jalal dan menahan langkahnya. Jalal menghentikan langkahnya, dia menatap tangan Jodha yang mencekal lengannya. Lalu mengangkat matanya memandang wajah Jodha. Jodha balas memandangnya. Jalal memutar tubuhnya menghadap Jodha. Dekat sekali.
Jodha melepaskan cekalannya, tapi Jalal dengan cepat balik mencekal lengan Jodha, sambil berkata, “kau sudah menghinaku berkali-kali. Pertama kau menamparku, memakiku, berbohong padaku, lalu kau mendorongku hanaa karena aku ingin menyentuhmu. Sekarang apalagi yang kau inginkan? Kalau kau tak ingin aku menyentuhmu, baiklah, aku tidak akan menyentuhmu. Aku bahkan tidak akan menatapmu. Aku akan menjauh darimu…” Jodha menyela, “tidak Jalal, itu bukan masalah aku mau atau tidak mau kau sentuh. Aku minta maaf kalau aku telah menyakitimu. Tapi saat itu kau sedang mabuk. Kalaupun kubiarkan kau menyentuhku, setelahnya kau pasti tidak akan mengingat semua itu. Aku tidak punya kenangan indah tentang pernikahan kita, tapi setidaknya berilah aku kesempatan untuk mengenang malam pertama kita…” Jalal menatap Jodha tepat di matanya. Dia menyentuh pipih Jodha dan berkata, “apa itu artinya kau akan membiarkan aku menyentuhmu kalau aku tidak mabuk?” Jodha tidak menjawab.
Jalal melepas cekalan di lengan Jodha dan meraih pinggangnya. Dia menarik tubuh Jodha merapat ketubuhnya. Jodha diam saja, wajahnya menengadah menatap Jalal. Jalal menunduk, menyentuhkan bibirnya ke bibir Jodha. Jodha tidak mengelak ataupun memalingkan wajah. Melihat itu Jalal segera mendorong tubuh Jodha hingga menyandar kedinding dan menjepit tubuhnya. Dengan penuh gairah, Jalal mencium Jodha lembut, bibir Jodha mengerimit terbuka. Jalal mengulum bibir atas dan bibir bawah Jodha secara bergantian. Tangannya bergerak seirama dengan ciumannya, membelai leher dan bahu Jodha hingga turun ke lengan. Jodha memejamkan mata menikmati ciuman dan sentuhan Jalal, hingga dia lupa memberi respon. Melihat tidak ada respon dari Jodha, Jalal kecewa. Dia menghentikan ciumannya dan menarik wajahnya menjauh. Jodha membuka matanya menatap Jalal. Jodha tidak lagi melihat kemarahan di matanya, tapi ada sebersit rasa kecewa di sana. Keduanya saling berpandangan. Jalal menyentuhkan hidungnya ke hidung Jodha. Kemudian dia menarik tubuhnya, dan tanpa berkata apa-apa dia beranjak pergi meninggalkan Jodha. Jodha tidak tergerak untuk mencegah kepergian Jalal. Dia membiarkan Jalal pergi begitu saja.
Jodha masih berdiri menyandar di dinding dengan kepala menunduk menekuri lantai. Ketika Jalal sambil berlari datang kembali menghampirinya dengan nafas terengah-engah. Dengan nada memerintah Jalal berkata, “ganti bajumu, aku ingin kau ikut ke kantor bersamaku.” Jodha ternganga tak percaya, “untuk apa aku ke kantormu? Aku tidak mau!” Jalal dengan nada ketus bertanya, “apakah aku memberimu pilihan? Tidak! Jadi jangan membantah. Cepat ganti bajumu, atau…kau ingin aku membantumu ganti baju?” Jodha mengerling galak mendengarnya. Tanpa menunggu di perintah lagi, Jodha segera masuk kekamarnya. Sebelum pintu tertutup, Jalal masih sempat berteriak , “kau punya waktu 15 menit, kalau tidak aku akan mendobrak pintu itu!” Takdir bag 24
Precap: Jalal pada Jodha, galak tapi mesra…