Takdir bag 11 by Tahniat

Takdir bag 11 by Tahniat.  Mr Khan sedang duduk di meja makan, dan Hamida sedang melap piring basah, ketika bel berbunyi. Mr khan dan Hamida saling berpandangan. Mr Khan akan berdiri untuk membukakan pintu, tapi Hamida melarangnya.  Dia menyuruh suaminya kembali duduk dan dia yang beranjak pergi meninggalkan pekerjaanya.  Hamida sudah menduga siapa yang datang, dengan bergegas dia membuka pintu.  Begitu pintu mengangah sedikit, dengan tak sabar Jalal mendorongnya hingga terbuka lebar dan tanpa permisi nyelonong masuk. Dia menatap sekeliling ruang tamu, tidak menemukan apa yang di carinya dia segera menerobos pintu dapur. Di dapur dia juga tidak melihat siapa-siapa kecuali Mr khan. Mr khan menatap Jalal dengan ramah, Jalal mengangkat tangannya memberi salam.

Hamida membuntuti Jalal ke dapur. Dia sangat heran melihat penampilan Jalal yang acak-acakan. Dengan heran dan penuh perhatian hamida bertanya, “apa yang terjadi Jalal?” Jalal tidak menjawab pertanyaan Hamida. Dengan tidak sabar dia balik bertanya, “Ami jaan, mana istriku? dia…dia  baik-baik saja bukan?” Hamida menatap kekhawatiran yang tergambar jelas di wajah Jalal, dia ingin segera memberitahunya di mana Jodha, tapi dia juga ingin memberinya pelajaran dan menegur perbuatan Jalal yang tidak layak di lakukan oleh seorang suami. Karena itu Hamida dengan nada marah bertanya, “istri apa Jalal?”

Jalal menatap Hamida dengan tatapan bingung, bahunya yang semula tegap melemas, dia terlihat stres dan tertekan. Melihat itu, Hamida menguatkan diri untuk dapat berkata, “kau meninggalkannya di pinggir jalan, sendirian di tengah malam. Apa yang kau pikirkan? Mana anakku yang penuh tangung jawab itu?” Jalal tertunduk lesu, dengan wajah memelas dan suara lirih seperti berguman dia bertanya, “ami jaan….?” Tak tega mempermainkan perasaan anaknya lebih lama, Hamida melirik ke lantai atas sambil berkata, “ada di kamar tamu.” Tanpa membuang waktu sedetikpun, Jalal segera berlari menaiki tangga menuju kamar tamu. Melihat itu Hamida tersenyum, ada harap terpancar di matanya.

Jodha baru keluar dari kamar mandi ketika pintu terhempas dengan keras, dan Jalal dengan penmpilan mencengangkan berdiri di depan pintu. Melihat Jodha, Jalal segera menghambur memeluknya. Jodha mendapat perlakuan seperti itu dari Jalal hanya berdiri mematung tak tahu harus bersikap bagaimana. Jalal mendekap tubuh Jodha erat di dadanya seolah tak ingin melepaskannya lagi. Mulutnya mengumankan sesuatu. Mendengar gumanan Jalal, Jodha seperti tersadar, dengan sekuat tenaga dia melepaskan diri dari pelukan Jalal dan mundur menjauh. Lalu dengn ketus Jodha bertanya, “apa yang kau lakukan di sini?”

Jalal berdiri dengan tangan terbuka. Dia menatap Jodha dengan tatapan lega, rindu, dan harap. Jodha balas menatap jalal dan terkejut melihat penapilannya. Matanya dan hidungnya yang merah, wajahnya yang sembab, rambut nya acak-acakan, dan pakaiannya yang jauh dari rapi. Sama sekali tidak seperti Jalal yang selama ini dia kenal. Jalal dengan tak sabar menjawab, “aku kemari untuk membawamu pulang. Ayo jodha..!” Tanpa menunggu persetujuan, Jalal segera meraih pergelangan tangan Jodha dan menariknya. Jodha mengibaskan tangan jalal dan dengan sengit berkata, “aku tidak mau.!” Dengan tidak sabar, Jalal meraih pergelangan tangan Jodha lagi sambil berkata, “jangan mempersulitku Jodha, aku sedang tidak ingin berdebat dengamu!” Jodha menyentakkan pegangan tangan Jalal sambil berkata, “jangan kau berani menyentuhku!”

Mendengar kata-kata Jodha, Jalal seperti menemukan dirinya kembali. Jalal mempererat pegangannya, sambil menyerigai dia mendekati Jodha dan dengan nada mengancam dia berkata, “oh… aku akan melakukan lebih dari aku. Aku tidak hanya…akan menyentuhmu, tapi juga ~Jalal menarik tangan Jodha, hingga tubuh Jodha tersentak kearahnya~ ..memelukmu, medekapmu, membelaimu dan menci..” Jalal tidak melanjutkan kata-katanya. Wajahnya begitu dekat dengan Jodha. Jodha tidak mengelak ataupun memalingkan wajah. Dia hanya menunggu. Berdasarkan pengalamannya, setiap kali Jalal mendekatinya, mengancamnya dengan gerakan seolah-olah dia akan menciumnya ..tapi setiap kali pula Jalal akan menarik diri dan pergi…

Dan kali ini, Jodha memberanikan diri untuk menunggu apa yang akan di lakukan Jalal padanya. Jalal masih memegang pergelangan tangan Jodha, dengan tubuh merapat dan wajah yang sangat dekat, tapi hanya itu saja. Tidak lebih. Jodha menatap lurus ke wajah Jalal. Dari jarak dekat begiu, Jodha bisa melihat kulit wajahnya yang pucat, matanya yang merah, hidungnya yang mancung indah, kumisnya…bibirnya… dan tanpa bisa mencegah diri, Jodha dengan tanganya yang bebas meraih kepala Jalal menariknya turun dan dengan sedikit berjinjit dia menyentuhkan bibirnya ke bibir Jalal. Sesaat tak ada reaksi dari Jalal, dia malah terlihat kaget dengan apa yang dilakukan Jodha. Tapi kekagetan itu hanya sekejap, dalam hitungan detik, Jalal melepas tangan Jodha, dan dengan kedua tanganya dia memegang kepala Jodha dan balas melumat bibir jodha dengan sangat bergairah.

Seolah segala ketakutan, rasa bersalah, penyesalan yang membelengu Jalal lebur dan terakumulasi menjadi sebentuk hasrat yang tidak bisa lagi di tahannya. Dengan mesra Jalal membelai wajah Jodha dengan kedua tanganya sementara bibirnya sibuk mengecup dan mengulum bibir yang selama ini selalu membayangi hari-harinya. Tapi ketika ciuman itu menjadi semakin panas, dan lidah Jalal ikut beraksi, Jodha dengan cepat mendorong tubuh Jalal sehingga moment indah itupun berakhir. Keduanya saling menatap dengan nafas tertengah-engah. Jalal terpaku manatap Jodha dengan bibir mengangah terbuka. Jodha memalingkan wajah dengan tersipu. Jodha mengigit bibir bawahnya dengan gugup. Melihat itu jalal melangkah mendekat….. Takdir bag 12

NEXT