Sinopsis Jodha Akbar episode 400 by Sally Diandra. Dimakam Raja Jalalludin Muhammad Akbar…
Jiwa Jodha berkata : “Hubungan antara dua orang yaitu antara orang tua dan anaknya telah membangun hubungan itu sendiri, seperti hubungan cinta kita dan Salim adalah bukti cinta kita berdua”
Jiwa Jalal berkata : “Kamu benar, Salim adalah anak tercinta kita dan dia telah menjadi seorang pahlawan bangsa, akan tetapi aku berharap dia akan segera kembali ke Agra sesuai dengan perintahku, semua adalah harapanku”
Jiwa Jodha berkata : “Untuk itu semua dibutuhkan waktu tujuh tahun tapi buat aku sehari rasanya setahun, aku selalu memperhatikan pintu gerbang dengan harapan Salim akan kembali, aku tidak tahu bagaimana rupa Salim sekarang tapi yang aku tahu kini dia telah menjadi seorang ksatria”
Di istana kerajaan Mughal, Jodha sedang memperhatikan keluar melalui jendela kamarnya, sesaat kemudian Jalal datang menghampirinya sambil merengkuh bahunya dari belakang, “Aku telah mengirimkan banyak pesan untuk Salim agar dia kembali ke Agra akan tetapi dia tidak pernah mau kembali” kata Jalal, “Dia sedang mencari pengalaman disana, Yang Mulia” ujar Jodha, “Untuk itulah aku tidak memaksanya, meskipun tidak ada seorangpun yang bisa mengatakan tidak untuk perintahku” kata Jalal lagi, “Aku sendiri juga tidak mendapatkan surat apapun darinya sekedar hanya untuk melihatnya saja” ujar Jodha, “Semua itu sudah berakhir sekarang, Salim akan segera kembali dipintu gerbang yang sama dimana dulu dia meninggalkan kita, Maan Sigh telah menceritakan padaku tentang kemampuannya, aku sangat bahagia Ratu Jodha … sekarang dia akan menjadi seorang raja yang agung” kata Jalal, “Kamu bahagia ? tanyakan padaku … aku mempunyai segalanya, kekuasaan, posisi, kekayaan tapi tanyalah mengenai anakku” ujar Jodha, “Aku akan menemuimu dan aku tahu bahwa kamu selalu memandangi gerbang, untuk melihat kapan anakkmu kembali” ujar Jodha lagi, “Aku tidak akan pernah menunggu anakku tapi menunggu Raja India berikutnya, yang mengambil alih tempatku, yang akan menjadi raja untuk setiap orang, yang akan menjadi anak dan ayah bagi seluruh bangsa, aku ingin melihatnya sebagai raja yang agung seperti aku raja Jalalludin Muhammad Akbar, dia seharusnya seperti singa yang selalu bisa membidik targetnya dengan tepat setiap saat” kata Jalal bangga.
Di sebuah tempat yang tersembunyi didekat sungai, nampak seseorang keluar dari dalam sungai dan mencoba memanah salah satu prajurit yang sedang berjaga disana tapi anak panahnya meleset tidak mengenai sasaran, prajurit tersebut langsung berteriak “Ada pemborentak yang datang ! tangkap dia !” , sesaat kemudian Salim keluar dari dalam air sungai dan mulai menyerang para prajurit yang berteriak tadi dengan panahnya, prajurit yang lainpun datang hendak menyerang Salim tapi semuanya berhasil dilumpuhkan dengan satu anak panahnya, “Kamu tidak apa apa Farhan ?” tanya Salim pada salah satu pengawalnya yang bernama Farhan, “Tidak apa apa Pangeran Salim, saya baik baik saja” ujar Farhan, mendengar dirinya disebut sebagai pangeran, ada semacam kemarahan yang menari di kedua bola matanya, tangannya menggegam busurnya dengan keras, “Aku bukan pangeran tapi Salim, panggil aku Salim saja” kata Salim, “Hari ini juga aku tidak akan menggunakan posisi yang diberikan oleh ayahku !” kata Salim, tak berapa lama kemudian Salim sudah dikelilingi oleh banyak tentara disekitarnya, dia mulai menyerang mereka dengan senjata tali besinya, Salim berhasil melumpuhkan mereka semua, sekali tebas puluhan nyawa melayang dan dia menyerang mereka sendirian, setelah semua prajurit musuh tewas bergelimpangan, Farhan pengawalnya memandangnya dari kejauhan dengan bangga, kemudian mereka saling berpelukan.
Di istana kerajaan Mughal, Jalal dan Jodha masih asyik membicarakan tentang Salim anak mereka, “Bagaimana dengan hatinya, Yang Mulia ?” tanya Jodha, “Seharusnya dia tidak boleh memiliki hati seperti aku, seharusnya dia hanya mempunyai keinginan untuk menang !” kata Jalal, “Kamu menginginkan dia menjadi orang yang tidak berperasaan ?” tanya Jodha lagi, “Yaaa … seperti aku dulu” kata Jalal sambil teringat kembali ke masa mudanya dulu, dia telah membunuh banyak orang diusianya yang masih sangatlah muda “Aku tidak mempunyai hati dan aku adalah ksatria yang tidak berperasaan !” kata Jalal muda.
Ketika semua musuh berhasil dilumpuhkan oleh Salim, Salim dan Farhan hendak meninggalkan tempat tersebut tapi tiba tiba ada salah satu prajurit yang masih hidup mencoba menyerang Salim, dia mencoba menusuk hati Salim tapi dengan sigap Salim langsung memegang lengannya dan berkata : “Aku harap kamu memilih bagian tubuh yang lain ketika menyerang aku ! aku dapat memaafkanmu tapi kamu mencoba untuk menyerang hatiku ! segala sesuatu yang ada didunia ini bisa diperbaiki kembali ! tapi hati ini … beberapa tahun yang lalu orang tuaku telah mematahkannya ! sejak saat itu aku selalu menjaganya agar aman, aku tidak akan membiarkan siapapun untuk merusaknya lagi ! aku bukanlah seorang ksatria yang tidak punya perasaan, aku adalah seorang ksatria yang tidak akan membiarkan siapapun yang melukai hatiku !” kata Salim dengan amarahnya kemudian dia langsung melumpuhkan prajurit tersebut seketika itu juga.
Di istana Agra, Jodha dan Jalal masih asyik bercakap cakap didepan jendela kamar Jodha, “Aku telah membuat banyak orang takut hanya dengan menyebut namaku saja, musuh musuhku biasanya takut padaku” kata Jalal sambil teringat kembali ke masa mudanya dulu, bagaimana perlakuannya pada orang lain di usianya yang masih sangatlah muda, Jalal tersenyum mengingatnya, bagaimana ketika dulu dia membunuh seorang Raja dan menyuruh prajuritnya untuk mengambil kepalanya dan mengirimkannya ke istana Raja tersebut.
Di tempat Salim melumpuhkan musuhnya, tak berapa lama kemudian dua prajurit Mughal datang menemui mereka, “Bawalah para prajurit ini ketempatnya dan jangan sampai mereka tahu bahwa akulah yang telah membunuh mereka seperti ini ! katakan pada mereka bahwa dia telah bertarung dengan sangat baik dan membunuh 12 musuhnya kemudian mereka mati syahid, jangan biarkan anak anaknya melihat wajahnya karena mereka akan melihat ketakutan dimatanya dan mereka akan kehilangan rasa hormat itu !” kata Salim.
Sementara itu di istana Agra, “Aku sangat berharap anakku bisa memerintah negara dan bangsanya dengan baik !” ujar Jalal
Kembali ditempat Salim, Farhan bertanya pada Salim, ”Apa yang kamu inginkan Salim ? kamu selalu memenangi setiap pertempuran tapi kamu tidak mencoba mengambil tempat itu dalam genggamanmu” kata Farhan, “Apa yang harus aku lakukan dengan membuat tempat tersebut berada dalam genggamanku ? ayahku telah membuat tempat tersebut dalam genggamannya juga tapi aku tidak menginginkannya ! aku ingin memerintah dengan hati bukan dengan daerah jajahan, khususnya untuk satu hati yang telah membuat jantungku berdetak, aku hanya seorang Salim bukan pangeran Salim” begitu ujarnya pada Farhan, kemudian dia menunggangi kudanya dan berlalu meninggalkan tempat tersebut.
Kembali di kamar Jodha, diistana Agra … “Pada masa yang mana ketika kamu tidak mempunyai hati, Yang Mulia ?” tanya Jodha penasaran, “Tapi sekarang aku telah mempunyai hati, Ratu Jodha … dan bagian dari hati itu telah kembali” ujar Jalal.
Diluar istana, beberapa pelayan sedang bercengkrama di taman sambil membersihkan kursi taman, “Kamu tau pangeran Danial tetap sama dari dulu yaa, sama sama gendut, dari kecil hingga sekarang tetap sama gendutnya” kata salah satu pelayan, “Yang Mulia pasti harus membuatkan turban yang sangat besar untuknya” timpal salah satu pelayan yang lainnya sambil tertawa terbahak bahak, salah satu pangeran datang menemui para pelayan itu, ”Beraninya kamu mengatakan kakakku gendut !” ujarnya sambil mengacungkan belatinya di leher pelayan tersebut, “Kami hanya bercanda, pangeran” kata pelayan itu ketakutan, sesaat kemudian seorang pangeran lainnya juga ikut menghampiri mereka, “Tapi tadi kamu mengatakan kalo Danial itu gendut !” sela pangeran tersebut, “Pergi kalian dari sini ! berharap saja bahwa pangeran Salim kembali kalau tidak aku akan membunuhmu !” bentaknya ke pelayan tadi.
Jiwa Jodha berkata : “Seorang manusia bisa melahirkan seorang anak didunia ini akan tetapi dia tidak bisa mendikte anaknya sesuai dengan pikiran mereka, Salim jelas sangat jauh berbeda perilakunya dibanding Jalal, sebuah babak baru akan membuka lembaran baru dengan kepulangan Salim nanti, dia telah membuat dua negara tapi dia telah merusak rumahnya sendiri, kisah sejarah yang besar akan segera terungkap”
Ditengah perjalanan dengan kudanya menuju ketendanya , Farhan bertanya pada Salim : “Apa yang akan kamu katakan pada Maan Sigh nanti ?” , Salimpun berfikir keras.
Sesampainya ditenda Maan Sigh, “Penyerangan macam apa itu, Salim ? kamu mendatangi tempat mereka dan menyerang mereka ?” tanya Maan Sigh, “Pertempuran ini telah berlangsung beberapa tahun, banyak prajurit yang telah mati, aku telah menghabisi mereka semua dan aku harap Rajamu akan senang akan semua ini” kata Salim ketus, “Hidupmu lebih berharga, Salim” kata Maan Sigh, “Nyawa setiap prajurit juga sama berharganya dan aku senang karena aku bisa mendatangi tempat musuh, kamu seharusnya juga bahagia bahwa aku telah menyelamatkan prajurit prajurit Rajamu !” kata Salim lagi, “Dia adalah ayahmu, Salim … Yang Mulia telah memerintahkan untuk memanggilmu pulang, menurutnya pelajaranmu tentang berperang telah selesai” bujuk Maan Sigh, “Yang Mulia memang telah mengirimkan banyak perintah untukku dan aku juga telah menolaknya untuk pulang, katakan pada mereka bahwa saat ini aku juga menolaknya, aku tidak akan kembali ke istana !” ujar Salim ketus, kemudian pergi berlalu meninggalkan Maan Sigh, namun Maan Sigh segera menghentikan langkahnya dan berkata : “Kali ini kamu harus kembali, Salim ! kamu tidak bisa mengatakan tidak, atau akan ada seseorang yang akan membawamu pulang !” kata Maan Sigh.
Setelah keluar dari tenda Maan Sigh, sambil menuju ketendanya sendiri, Salim berkata ke Farhan : “Aku tidak akan kembali ke Agra saat ini juga ! aku telah memutuskan untuk tidak pernah pulang kesana !” ujarnya sambil memasuki tendanya, sesampainya di tenda, Salim sangat terkejut karena disana dilihatnya Hamida yang sedang duduk menunggu kedatangannya, Salim sangat senang melihat kedatangan Hamida, dia lalu memberi salam sambil tersenyum senang, Hamida juga sangat bahagia bisa melihat cucunya yang sudah tumbuh dewasa sekarang, kemudian Hamida mencium keningnya dan menatapnya haru, “Akhirnya aku bisa melihat bagian hatiku setelah 7 tahun ini, dulu kamu telah berjanji padaku bahwa kamu akan bersamaku, tapi aku dengar bahwa kamu tidak ingin kembali ke Agra, kamu tidak ingin mengikuti perintahku” kata Hamida, “Bagaimana keadaan nenek ?” tanya Salim sambil mencoba mengalihkan pembicaraan, “Aku tidak menyangka bahwa cucuku Salim akan menjadi seorang pribadi yang baik, kedua orangtuamu sangat bangga padamu, Salim … ayahmu selalu berfikir bahwa kamu tidak mau pulang ke Agra, karena kamu kelihatannya sangat sibuk dengan pelajaranmu disini, tapi aku tahu itu semua karena kamu marah pada kedua orangtuamu, dan kali ini aku datang kesini untuk mengajakmu pulang” bujuk Hamida.
“Aku minta maaf, nenek … tapi aku tidak bisa pulang, aku harus banyak belajar disini” kata Salim, mendengar penolakan cucunya, Hamida langsung mengambil tongkatnya dan hendak mencoba untuk berdiri meskipun agak limbung sedikit tapi berhasil dipegang oleh Salim, “Baiklah … kamu telah menolak nenekmu sendiri, yang seharusnya mendapatkan bantuan di usianya yang sudah renta ini tapi aku pikir aku harus pulang tanpa ada yang membantuku” kata Hamida dengan nada memelas, ”Nenek …kamu akan pulang ke Agra tapi dengan seseorang yang membantumu” ujar Salim, Hamida sangat senang mendengarnya, cucunya akhirnya mau kembali ke Agra dan Hamidapun langsung memeluknya erat.
Jiwa Jodha berkata : “Bagi Yang Mulia Raja … Salim adalah hidupnya, Yang Mulia hanya memikirkan Salim seorang tapi sayangnya Salim mempunyai pikiran yang berbeda”