Jangan Panggil Aku Jodha bag 5 by Sally Diandra. Jodha langsung bergegas mengganti bajunya dengan baju Moti, baju para pelayan, Jodha sudah bertekad dia akan melayani Jalal sebagai pelayannya, apapun nanti resikonya, Jodha tetap akan bertahan karena bagaimanapun juga Jalal adalah suami yang diagung agungkannya, “Kamu mau kemana, Jodha ?” tanya Moti begitu melihat Jodha hendak keluar dari kamarnya, “Aku mau kedapur, Moti … aku mau menyiapkan makanan untuk Yang Mulia” kata Jodha, “Dengan pakaian seperti itu, Jodha ??? tidak tidak tidak … kamu tidak boleh kesana dengan pakaian seperti ini, Jodha ! Yang Mulia, pasti akan semakin menghinamu, aku tidak mau ini terjadi, Jodha !” ujar Moti khawatir, “Jangan khawatir, Moti … aku tidak akan membiarkan itu terjadi, percayalah padaku, aku pergi dulu” kata Jodha sambil berlalu dari sana, Moti hanya bisa geleng geleng kepala sambil mengikutinya dari belakang, Jodha memang keras kepala. Sesampainya di dapur, Jodha langsung menyiapkan semua kebutuhan masakannnya, para pelayan yang ada disana pada keheranan melihat Jodha berpakaian seperti itu, “Kenapa kalian ??? apakah aku tidak boleh berpakaian seperti kalian ???” tanya Jodha kepada para pelayannya, “Iyaa… rasanya aneh saja melihat anda berpakaian seperti itu” kata salah satu pelayan, “Sudah …tidak usah diributkan, Ratu Jodha berpakaian seperti ini karena agar lebih leluasa ketika memasak, nggak ada masalah kan ?” sela Moti tiba tiba,”Ayoo Jodha masih banyak yang harus kita kerjakan !” ajak Moti sambil menggandeng lengan Jodha menuju ke meja persiapan memasak. Tak berapa lama kemudian, semua masakan Jodha telah matang dan siap tersedia diatas meja makan, dengan tenang Jodha menunggu Jalal dengan posisinya berdiri di samping meja makan, sambil menurunkan dupatta nya sehingga wajah cantiknya tidak bisa terlihat.
Sesaat kemudian Jalal memasuki ruang makan sambil ditemani oleh dua orang ratu hareemnya yang menggelanyut manja dilengan Jalal seolah olah enggan melepaskan lengan kekar itu, dari balik dupattanya Jodha hanya bisa bergidik melihat tingkah para ratu yang berusaha mencari perhatian Jalal, Jodha jadi teringat ketika dulu mereka sedang bercengkrama bersama mendiang Hussain ditaman, “Coba lihat anakmu, Ratu Jodha … rambutnya seperti orang yang sudah tua, hanya ada beberapa helai rambut saja” goda Jalal, “Anakku tidak seperti orang tua, Yang Mulia …semua bayi pasti seperti ini, memang terlihat sedikit botak,yang tua itu ayahnya anakku ini, kalo dia baru tua” kata Jodha sambil membalas ejekan Jalal tanpa melihat kearah Jalal, “Heiii … tua tua begini aku masih laku, Ratu Jodha … sudah banyak putri putri cantik dari negara tetangga yang menunggu untuk aku nikahi, kalau aku mau aku bisa menikahi mereka sekarang juga” goda Jalal lagi sambil menyengir senang, “Iyaa aku akui kalau banyak putri dari kerajaan manapun, mereka rela mengantri untuk kamu nikahi, tapi mereka sebenarnya bukan menginginkan dirimu melainkan kekayaanmu” ejek Jodha, “Lalu siapa yang menginginkan diriku ?” goda Jalal lagi, “Kamu pasti sudah tahu jawabannya” kata Jodha sambil melirik dengan ekor matanya kearah Jalal, Jalal langsung memeluk Jodha yang saat itu sedang mengendong Hussain dalam buaiannya, sambil memeluk Jodha dari belakang Jalal berbisik, “Aku tahu siapa yang sangat menginginkan diriku, dia adalah seorang putri Rajvanshi yang telah memberikan aku pewaris tahta kerajaan” bisik Jalal sambil memeluk Jodha erat.
“Pelayan !!!” suara Jalal yang menggelegar langsung membuyarkan lamunan Jodha, dengan suara berat Jodha berkata : “Hamba Yang Mulia” jawab Jodha, “Apakah semua makanan ini sudah kamu cicipi ???” tanya Jalal penuh selidik, “Sudah Yang Mulia … semuanya sudah hamba cicipi semuanya aman, kalau Yang Mulia tidak percaya, biar hamba cicipi lagi makanannya” ujar Jodha sambil hendak melangkah kearah meja, “Sudah tidak usah ! cukup ! terima kasih … mari silahkan makan” ajak Jalal pada 2 ratunya itu, sementara Jodha masih berdiri disana dengan penutup dupattanya sesekali mendekati meja untuk melayani dengan menuangkan minuman, mengambilkan lap, menyediakan desert dan lain sebagainya, ternyata sambil menikmati makanan dengan ratu pilihannya saat itu, Jalal memperhatikan semua gerak gerik Jodha, insting rajanya mulai bermain dalam benaknya, gesture tubuh pelayan yang satu ini serasa tidak asing baginya, setelah semuanya selesai, “Kenapa kamu menutup wajahmu dengan dupattamu terus ?”tanya Jalal tiba tiba, ”Maaf Yang Mulia … anda bicara dengan siapa ? dengan kami ?” tanya salah satu ratu itu manja, “Bukan,aku sedang bertanya pada pelayan yang menutup wajahnya dengan dupattanya… pelayan ! kamu belum jawab pertanyaanku, kenapa kamu menutup wajahmu terus dengan dupattamu itu ?”tanya Jalal dengan nada tinggi, sementara Jodha sedikit tersentak mendengar pertanyaan Jalal, dengan terbata bata dan pura pura batuk, “Ougghhuuk oouughuuuuk ,,,, maafkan hamba, Yang Mulia … saat ini hamba sedang kurang enak badan, makanya hamba menutup wajah hamba, agar Yang Mulia tidak tertular” ujar Jodha dengan suara yang berat yang dibuat buat agar Jalal tidak bisa mengenali suaranya, “Kalau memang agar aku tidak tertular, kenapa kamu yang harus bertugas saat ini disini ?” tanya Jalal sambil berdiri dari kursinya dan berjalan kearah Jodha, “Jawab pertanyaanku pelayan !” bentak Jalal dengan nada tinggi, kembali Jodha tersentak kaget, Jodha tidak menyangka kalau Jalal sekarang sudah berdiri didepannya dengan tatapan marah, namun dengan tenang Jodha membuka dupattanya sambil memandang Jalal dengan tajam dan berkata : “Karena aku ingin melayani Yang Mulia Raja !” ujar Jodha tegas, Jalal sangat geram begitu dilihatnya Jodha ada didepan matanya, perkiraannya tidak meleset, sejak semula Jalal sudah menduga kalo pelayan itu adalah Jodha ! “Ratu Jodha !!!” bentak Jalal, sementara dua ratu yang sedari tadi menemani Jalal juga sangat kaget begitu dilihatnya pelayan itu adalah Jodha “Cukup ! jangan panggil aku Jodha, Yang Mulia ! aku bukanlah Jodhamu yang dulu, aku adalah pelayanmu … dengan senang hati aku akan melayanimu sama seperti pelayan yang lain !” ujar Jodha tegas.
“Takliyaaa !!!” bentak Jalal, yang ada disana langsung meninggalkan tempat itu begitu mendapat perintah dari Jalal untuk segera meninggalkan tempat tersebut, hanya ada Jalal dan Jodha saat ini, sementara Jodha tetap berusaha tenang, menunggu apa yang akan dilakukan oleh suaminya nanti, mata mereka saling beradu pandang, Jalal dengan tatapan sadisnya sedangkan Jodha dengan tatapannya lembutnya, tak ada sedikitpun rasa ketakutan di diri Jodha, lama mereka saling memandang satu sama lain, hingga sesaat kemudian Jalal mendekati meja dan membanting gelas yang ada didekatnya “Praaannnngggg !!!!” , “Kenapa kamu berbuat seperti ini, Ratu Jodha !” bentak Jalal, “Sudah aku katakan Yang Mulia, jangan panggil aku Jodha ! aku adalah pelayanmu” ujar Jodha ketus, “Cukup ! hentikan omong kosong ini ! hentikan sandiwaramu ! dan kembalilah ke kamarmu segera !” perintah Jalal dengan nada tinggi, “Untuk apa ?? untuk kamu abaikan lagi ? buat apa aku bergelar ratu bila aku tidak bisa melayanimu, Yang Mulia… aku lebih nyaman berada diposisiku saat ini, dimana aku bisa dekat denganmu dan melayanimu setiap saat” ujar Jodha tegas, “Kenapa kamu begitu keras kepala !” tanya Jalal sambil berbalik dan melangkah kearah Jodha dan menyandarkan Jodha didinding, “Kenapa kamu tidak membenciku ! kenapa sulit sekali bagimu untuk tidak dekat denganku ! kenapa ? kenapa ? jawab !!!!” bentak Jalal dengan muka garangnya sambil menghimpit Jodha didinding, sementara Jodha masih berusaha tenang menghadapi perlakuan suaminya yang membabi buta kearahnya, “Karena akuuu …. karena akuu …mencintaimu Yang Mulia” jawab Jodha tenang, “AAAaarrhhhhgggg !!!!” gerang Jalal sambil melepaskan himpitannya ke Jodha didinding, ada semacam akumulasi perasaan yang siap meledak bagaikan bom yang ingin segera dilontarkannya saat itu juga.
“Cinta ! cinta ! cinta ! apa itu cinta ! aku tidak percaya apa itu cinta ! karena cinta aku kehilangan segalanya ! aku kehilangan semua impianku ! tidak bisakah kamu melihat itu semua !” bentak Jalal, ”Apa kamu fikir …hanya kamu yang menderita karena cinta ?” belum selesai Jodha melanjutkan ucapannya, Jalal sudah menghentikannya “Cukup !!! aku tidak mau mendengarkannya lagi ! terserah … kamu mau menjadi pelayan atau kembali ke posisimu semula, aku tidak peduli !!!!” bentak Jalal kemudian berlalu meninggalkan Jodha. Sepeninggal Jalal, Jodha sangat sedih sekali melihat tingkah laku suaminya yang keras dan tidak berperasaan, tapi Jodha sudah bertekad kalau dirinya tetap akan melanjutkan rencananya ini, paling tidak dengan berperan sebagai pelayan, Jodha bisa dekat dan melayani suaminya. Hari demi haripun berlalu Jodha terus berperan sebagai pelayan Jalal sama seperti pelayan lainnya, Jodha menjalaninya profesinya barunya ini dengan nyaman namun tidak bagi Hamida Bano , “Jalal, hentikan semua kegilaan ini !” ujar Hamida siang itu dikamar Jalal ketika Jalal sedang menikmati waktu luangnya sendirian, “Ada apa ibu ?? apa yang terjadi ???” tanya Jalal penasaran, “Apa yang terjadi katamu ??? apakah kamu tidak sadar bagaimana kamu memperlakukan istrimu sendiri ?” bentak Hamida Bano, “Maksud ibu Jodha ???” tanya Jalal, “Yaaa !!! kenapa tidak kamu tidak mau memaafkan semua kesalahannya, Jalal ! agar dia bisa berhenti menjadi pelayan, aku tidak tahan melihatnya seperti ini terus menerus dari hari ke hari, sampai kapan Jalal kamu perlakukan anak perempuanku seperti itu ! sampai kapan ? sampai ibumu mati !” bentak Hamida
Bano dengan nada marah, sementara Jalal hanya bisa diam seribu bahasa, dirinya tidak ingin berdebat dengan ibunya soal Jodha kali ini, dari dalam hatinya yang paling dalam, sebenarnya kalo boleh jujur hati Jalal juga terluka melihat Jodha menjadi seorang pelayan, terlebih lagi ketika para ratu yang lain mengejek Jodha dengan sindiran kata kata mereka, ingin rasanya Jalal membenci Jodha, Jalal sudah berusaha keras untuk membenci dan melupakannya tapi tetap saja usahanya ini selalu sia sia, selalu hanya bayangan Jodha yang menari dimatanya ketika dia teridur maupun terjaga. Jalal sendiri tidak tahu kenapa hatinya gelisah ?….Jangan Panggil Aku Jodha bag 6