Jangan Panggil Aku Jodha bag 6 – The End. Dari hari ke hari Jodha merasa nyaman dengan posisinya sebagai seorang pelayan, dirinya tidak merasa canggung melayani sang Raja, walaupun banyak para ratu yang suka dan sering menyindir dirinya, tapi semuanya ditepis Jodha begitu saja, Jodha tidak peduli dengan semua sindiran, cemoohan bahkan tatapan sinis dari para ratu yang menganggapnya hanya bersandiwara saja didepan Jalal, baginya bisa melayani suaminya sebagai seorang pelayan itu sudah cukup tapi hal ini justru semakin menyakitkan Jalal, seperti siang itu ketika Rukayah tiba tiba muncul dihadapannya, “Jalal, ada yang ingin aku katakan padamu” pinta Rukayah, “Bicaralah …” kata Jalal, “Jalal, apa yang diperbuat oleh Jodha itu benar benar sudah kelewatan, hal ini bisa menurunkan martabat kita, Jalal ! apakah kamu ingin semua rakyatmu tahu bahwa Ratu Jodhanya kini hanyalah seorang pelayan ? dinding dinding dikamar ini bisa berbicara Jalal, apakah kamu tidak memikirkan hal itu ?” tanya Rukayah, sementara Jalal hanya diam saja tidak bergeming sedikitpun menanggapi pembicaraan Rukayah, “Kamu harus mengambil tindakan, Jalal !” ujar Rukayah, “Menurutku ada baiknya kamu menggantikan posisi Jodha dengan posisi ratu yang lain, bagaimana ? kamu memiliki banyak ratu … dan semuanya mempunyai hak untuk mengisi posisi kosong yang ditinggalkan oleh Jodha, kamu setuju kan dengan pendapatku ?” tanya Rukayah, “Rukayah, kenapa kamu berfikir aku harus menggantikan posisi Jodha ? apakah kamu kira posisimu juga tidak bisa digantikan ?” Jalal balik bertanya, “Apa maksudmu, Jalal ??? aku tidak mengerti” ujar Rukayah penasaran, “Apakah aku harus mengingatkanmu, Rukayah ? kalau saja dulu kamu tidak keras kepala untuk meminta seorang pengasuh untuk Hussain, semua ini tidak akan terjadi … anak anakku tidak akan mati, Rukayah !” bentak Jalal, mendengar hal itu nyali Rukayah langsung menciut, dikiranya Jalal akan setuju dengan pendapatnya, “Ada benarnya juga untuk penggantian posisi itu, aku pikir mungkin aku akan menggantikan posisimu” lanjut Jalal dengan nada tenang, Jalal memang sengaja memainkan intonasi suaranya untuk membuat istri pertamanya ini gelisah, “Apa ???? kamu malah akan menggantikan posisiku ? apakah kamu tidak ingat bagaimana kita dulu berteman sejak kecil ? aku adalah temanmu sahabatmu dan juga istri pertamamu Jalal ! yang dinikahkan secara sah oleh mendiang ayahmu sendiri Raja Humayun ! teganya kamu berfikiran akan menggantikan posisiku …” ujar Rukayah sambil menangis, “Apakah kamu tidak ingat bagaimana aku selalu memberikan dukunganku didunia politik, memberikan sedikit masukan untuk kemajuan kesultanan Mughal, selalu menjadi teman keluh kesahmu selama ini, kenapa sekarang kamu berfikiran untuk menggantikan posisiku !” ujar Rukayah sengit.
“Alasan yang sama pula yang harus aku tanyakan padamu, Rukayah … kenapa aku harus menggantikan posisi Jodha, sementara dia telah memberikan aku pewaris tahta kerajaan ?” Jalal kembali berbalik bertanya, “Karena dia memutuskan untuk tidak menjadi ratumu lagi, Jalal ! dia adalah pelayanmu sekarang ! saat ini dia sudah menunjukkan dimana posisinya yang sesungguhnya yaitu bersama para pelayan, dia sudah bertingkah seolah olah dia itu memanglah pelayan !” belum selesai Rukayah melanjutkan pembicaraannya, “Cukup Rukayah ! aku tidak ingin mendengar lagi semua celaanmu tentang Jodha, bagaimanapun juga dia adalah istriku ! kalau kamu mencelanya, itu artinya kamu mencela diriku juga yang tidak bisa menjadi suami yang baik !” kata Jalal dengan nada tinggi, “Jalal kamu ….” kembali Rukayah tidak bisa melanjutkan kata katanya karena di hentikan oleh Jalal, “Pergilah …. “ ujar Jalal tanpa melihat kearah Rukayah, Rukayah sangat cemburu dengan perlakuan Jalal ke Jodha, selama ini dia mengira kalau Jalal benar benar sudah membenci Jodha, tapi ternyata perkiraanya keliru, Rukayah tidak bisa membaca apa yang ada didalam benak Jalal. Sepeninggal Rukayah, Jalal berfikir keras, dalam hatinya berkata “Kenapa setiap kali ada yang melecehkan Jodha, hatiku terasa sakit ? rasanya aku tidak terima dengan perlakuan mereka tapi begitu teringat akan kematian anak anakku, ingin sekali aku membenci Jodha, ada apa dengan aku ?” bathin Jalal, tiba tiba seketika itu juga muncul Jalal dengan baju perangnya “Kamu jangan lemah Jalal ! kamu adalah Raja Jalalludin Muhammad Akbar ! jangan karena seorang wanita hatimu menjadi lemah, kamu harus tetap pada pendiriannmu bahwa cinta selalu membuat orang sengsara, cinta selalu membuat orang mengorbankan segalanya, cinta selalu membuat orang terluka !” ujar Jalal yang berbaju perang, tapi kemudian muncul Jalal yang lain yang mengenakan pakaian rakyat biasa, “Lebih baik ikuti kata hatimu, Jalal … akuilah bahwa cintamu pada Jodha tidak akan pernah mati, itulah mengapa kamu tidak bisa membenci Jodha, hatimu yang kosong selama ini telah terisi oleh cinta, kamu tidak bisa mengelak cintamu pada Jodha, Jalal” kata Jalal yang berpakaian biasa, “Tidak ! jangan dengarkan katanya Jalal, kamu tetap harus tetap pada pendirianmu saat ini ! tidak ada cinta untuk siapapun ! tidak juga Jodha !” kata Jalal berbaju perang, “Kamu masih mencintai Jodha, Jalal ! akuilah itu !” ujar Jalal berpakaian rakyat biasa, “Tidak ! jangan dengarkan apa katanya ! tidak ada cinta dihatimu lagi ! semuanya sudah berakhir !” kata Jalal berbaju perang, “Jangan kamu bunuh cintamu Jalal ,,, “ ujar Jalal berbaju rakyat biasa, “Cukup ! hentikan semua ini ! aku adalah Raja Jalalludin Muhammad Akbar ! aku akan menentukkan sendiri apa yang akan aku lakukan !” bentak Jalal pada dua jelmaan Jalal yang kemudian menghilang meninggalkan Jalal.
Hati Jalal kembali resah “Sebenarnya apa itu cinta ? cinta hanya membuatku menderita, Tuhan telah mengambil semua yang ku cintai, sebenarnya apa yang salah padaku ? dulu aku selalu memujamu, Tuhan … aku tidak pernah menduakanMu bahkan aku selalu berbagi dengan yang lain hanya karena Engkau, tapi apa balasannya ? kamu mengambil semua yang aku idam idamkan selama ini, apakah aku salah bila aku menginginkan seorang anak ? apakah itu sebuah kejahatan ? apakah aku tidak pantas memiliki seorang anak ? sehingga semua anak anakku yang tidak berdosa Engkau ambil begitu saja tanpa memberikan aku kesempatan untuk mencurahkan kasih sayangku pada mereka ,,, kenapa Tuhan ? kenapa Kamu begitu tega denganku ?? aku tidak terima dengan semua ini ! aku Raja Jalalludin Muhammad Akbar aku akan menuntut balas atas kematian anak anakku ! kamu akan melihat Tuhan … aku juga bisa mencabut nyawa anak anakMu seperti yang Kamu lakukan padaku ! dan semua ini akan aku lakukan pada keturunan Rajvanshi, Maharana Pratap Singh harus aku taklukkan !” bathin Jalal. Segera saat itu juga Jalal menyiapkan pasukannya untuk berperang melawan Rajvanshi, mereka berlatih dengan keras agar bisa menaklukkan musuh bebuyutan Jalal yang sampai saat ini belum bisa Jalal kuasai daerahnya. Berita rencana Jalal akan menyerang Rajvanshi, akhirnya sampai juga ditelinga Jodha, “Jodha, Yang Mulia akan menyerang benteng Maharana Pratap Singh, mereka sedang bersiap siap hari ini, seluruh pasukannya sudah siap dihalaman” kata kata Moti benar benar sangat mengejutkan Jodha yang saat itu sedang menyiapkan makan siang untuk Jalal, “Apakah itu benar, Moti ? mereka akan menyerang Rajvanshi ?” tanya Jodha penasaran, “Iya Jodha, kebetulan tadi aku mencuri dengar ketika lewat didepan kamar Yang Mulia, mereka sedang bersiap siap mengenakan baju perangnya dan ketika aku tanyakan pada pengawal yang berjaga disana, dia bilang kalo raja akan menyerang Rajvanshi” jelas Moti, seketika itu juga piring yang ada digenggaman Jodha langsung terlepas dari tangannya dari pecah berserakan dilantai, Jodha tidak terima kalo Jalal akan menyerang saudara sedarahnya yaitu keturunan Rajvanshi karena bagaimanapun juga mereka adalah saudaranya tapi dilain pihak Jalal adalah suaminya, Jodha merasa gamang, dia tidak tahu harus berbuat apa ? semua ini dilemma yang menyakitkan buat Jodha, tapi ada satu hal yang bisa dia lakukan, Jodha langsung berlari ke kamarnya diikuti oleh Moti yang membuntutinya dari belakang. Sesampainya dikamar, diambilnya semua perhiasan dari kotak perhiasanya dan tak disisakannya sedikitpun dari kotak perhiasannya itu kecuali cincin pernikahannya dan gelang yang diberikan oleh Jalal. “Moti, berikan semua ini untuk keluarga tentara Mughal dan Rajvanshi yang ada di Agra, mereka pasti membutuhkan ini semua, hanya ini yang bisa aku lakukan” pinta Jodha sambil menyerahkan semua perhiasannya, tepat pada saat itu seorang pelayan datang ke kamar Jodha, “Maaf, Yang Mulia memanggil anda, anda diminta untuk datang sekarang juga dihalaman istana” kata pelayan tersebut, Jodha langsung menghambur keluar menuju halaman istana, sesampainya disana dilihatnya semua keluarga kerajaan sudah berada disana termasuk Hamida, Gulbadan, Jiji Anga, Salima dan Rukayah … Jodha tahu kalau mereka akan melepas kepergian Jalal ke medan pertempuran, Jalal sudah bersiap dengan baju perang dan pedangnya.
“Mana Ratu Jodha ?!” bentak Jalal pada yang keluarganya, “Pelayan sudah memanggilnya, Jalal … sabarlah sebentar” bujuk Hamida sambil melihat kesekeliling halaman mencari sosok Jodha, saat itu Jodha sudah berada diurutan paling belakang kerumunan tersebut, “Jodha, majulah kemari” pinta Hamida begitu dilihat Jodha ada diurutan paling belakang, Jodhapun menurut menghampiri ibu mertuanya yang tepat pada saat itu berada didepan Jalal, “Ratu Jodha, berilah tilak untuk pedangku sebelum aku berangkat berperang !” perintah Jalal sambil mengacungkan pedangnya kearah Jodha, “Sudah beribu kali aku katakan Yang Mulia, jangan panggil aku Jodha ! aku bukanlah Jodhamu yang dulu ! aku adalah pelayanmu !” kata Jodha ketus, “Tidak usah membantah Ratu Jodha, laksanakan tugasmu sekarang juga ! ini perintah !” bentak Jalal dengan nada tinggi, “Seorang pelayan tidak berhak memberikan tilak pada pedang raja, karena itu bukan tugasnya, tugas seorang pelayan hanya untuk melayani semua kebutuhan raja !” Jodha tetap bersisikukuh dengan pendiriannya, “Biarkan aku saja Yang memberikan tilak itu ke pedangmu, Yang Mulia …” pinta Rukayah, “Tidaaakkkkkk !!!!! hanya Ratu Jodha yang boleh melakukannya !” bentak Jalal, “Jodha, aku mohon … buanglah sifat keras kepalamu kali ini saja” pinta Hamida, “Aku tidak mau, ibu… aku tidak mau memberikan restuku untuk pedang yang akan membunuh saudaraku sendiri” kata Jodha, “Tapi bagaimanapun juga Jalal adalah suamimu, nak … sebagai istri kamu harus memberikan restumu untuknya, ini semua demi keselamatan Jalal dimedan perang nanti” pinta Hamida mengiba, “Moti, ambilah nampan aarti Jodha sekarang” perintah Hamida, Moti langsung berlari menuju kamar Jodha, sementara itu Jalal masih terus mengacungkan pedangnya kearah Jodha sambil menatapnya tajam dengan killer smilenya, sedangkan Jodha hanya menunduk dengan muka masam, dirinya tidak bisa berbuat apa apa karena semua keluarga yang hadir disana hanya bisa pasrah dan berharap Jodha mau menuruti permintaan Jalal, ketika Moti datang dengan nampan aartinya, Moti langsung memberikannya pada Jodha, Jodha menerimanya dengan berat hati seakan akan ingin mengatakan pada Moti “Jangan kau bawakan aku nampan aarti ini” kemudian Jodha melakukan ritual pemberkatan ke Jalal dan memberikan tilak ke pedang Jalal dengan darahnya, Jodha sengaja menyayat jarinya dengan pedang Jalal sambil berkata : “Ini adalah darah seorang Rajvanshi pertama yang telah kamu bunuh Yang Mulia” ujar Jodha ketus sambil menaburkan bunga kearah Jalal, Jalal hanya tersenyum sinis melihatnya dan segera berlalu dari sana kemudian pergi bersama bala tentaranya ke medan pertempuran. Sepeninggal Jalal ke medan laga, hati Jodha semakin tidak menentu, dirinya gelisah, perasaannya tidak menentu antara marah, sedih, jengkel, bingung semuanya bercampur menjadi satu. “Moti, lihatlah langit saat ini berwarna merah, itu pertanda darah para Rajvanshi yang telah gugur di medan laga, pasti banyak sekali nyawa yang sudah melayang, Moti” kata Jodha sedih sambil menatap langit dari arah kejauhan yang tiba tiba berwarna merah dari teras samping istana, Jodha sangat sedih menyadari kenyataan bahwa suaminya saat ini sedang membunuh saudara saudaranya, Jodha tidak tahan dengan semua ini.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke tempat Syeh Salim Chisti untuk mencari ketenangan bathinnya, “Syeh Salim, aku datang kesini untuk meminta pencerahan darimu, setelah Yang Mulia pergi, hatiku gelisah tidak menentu, aku tidak tahu dimana aku harus berdiri, disatu sisi ada suamiku namun disisi yang lain ada saudara saudaraku, aku bingung Syeh” kata Jodha sedih setibanya ditempat Syeh Salim Chisti yang menerimanya dengan tangan terbuka, “Semuanya itu dari hati, Ratu Jodha … berusalah untuk kembali dekat dengan Dewamu agar kamu mendapat kedamaian hati, dengan kedamaian hati semuanya akan menjadi tenang, tidak ada rasa gelisah ataupun bimbang begitu kamu berpasrah padaNya, percayalah … “ ujar Syeh Salim Chisti. Akhirnya Jodha memutuskan untuk tinggal sementara di tempat Syeh Salim Chisti, disana dengan dibimbing oleh Syeh Salim, Jodha kembali mendapatkan ketenangan bathin, dirinya merasa nyaman dan damai selama ditempat Syeh Salim. Hingga suatu hari, setelah beberapa bulan menetap disana, malam itu Jodha tidak bisa tidur … entah mengapa malam itu rasanya matanya sulit terpejam, Jodha gelisah … dirinya bergulang guling saja ditempat tidur, hingga akhirnya ketika tiba tiba ada yang membuka pintu kamarnya, Jodha bergegas untuk bangun dan berdiri disisi tempat tidur, dirinya heran kenapa Syeh Salim tidak mengetuk pintu kamarnya terlebih dahulu ? biasanya dia selalu mengetuk pintu bila ingin bertemu dengan Jodha, tapi malam ini siapa yang dengan enaknya membuka pintu kamarnya ? dalam hati Jodha bertanya tanya … sampai akhirnya ketika orang itu muncul dari balik pintu, dilihatnya disana berdiri suaminya sendiri, Jalal. Jodha kaget tidak percaya, terlebih lebih juga Jalal yang tidak menyangka akan bertemu Jodha ditempat Syeh Salim Chisti, lama mereka berdua mematung saling memandang dengan rasa tidak percaya, mereka berduapun merasa canggung satu sama lain, “Kamu …. “ Jalal dan Jodha sama sama mengucapkan kata yang sama berbarengan kemudian saling diam kembali, “Kenapa kamu ada disini Ratu Jodha ?” tanya Jalal yang akhirnya memecah kesunyian diantara mereka berdua dengan membuka sebuah percakapan, “Aku sudah lama disini, Yang Mulia … sejak kamu pergi hatiku gelisah, aku mencari ketenangan di sini” jawab Jodha tenang, “Kalau kamu sendiri ? kenapa kamu kesini ?” tanya Jodha penasaran, “Aku telah membunuh ribuan nyawa, Ratu Jodha … tapi hatiku tidak bahagia, rasanya seperti ada yang hilang dari dalam diriku ini, aku sendiri tidak tahu … yang jelas aku tidak bisa menikmati kegembiraanku dengan membunuh mereka, tidak seperti dulu, dulu aku sangat puas dan gembira bisa mengalahkan semua musuh musuhku tapi sekarang rasanya aneh, aku sendiri tidak mengerti ada apa denganku ? oleh karena itulah aku datang ketempat ini untuk bertanya pada Syeh Salim Chisti” ujar Jalal sambil berjalan menuju tikar yang terhampar dilantai, sementara Jodha masih diposisinya berdiri disamping tempat tidur. “Ratu Jodha, maafkan aku … maafkan semua kesalahanku, aku malu pada diriku sendiri … selama ini aku telah berbuat jahat padamu dengan mengabaikanmu, aku mohon maafkanlah aku” kata Jalal sambil mengatupkan kedua tangannya didadanya dengan menunduk lesu kebawah.
Jodha sangat terharu sekali melihat cara suaminya meminta maaf, “Kamu boleh menghukum aku dengan caramu, aku terima, aku memang pantas diperlakukan seperti itu tapi jujur aku katakan aku sangat terluka ketika kamu menghukum dirimu sendiri dengan menjadi seorang pelayan, aku sangat terluka ketika semua orang menghinamu tapi dilain sisi aku ingin sekali membencimu, aku memang laki laki yang tidak bermoral yang tidak bisa menjaga harkat dan martabat istrinya, aku memang pantas mendapatkan hukuman yang setimpal, aku akan menerima itu semua, aku ikhlas …” ujar Jalal sambil menangis meminta ampun atas semua kesalahannya ke Jodha, sementara Jodha mulai menghampiri Jalal dan ikut duduk bersimpuh didekat Jalal dengan perasaan yang mengharu biru, Jodha menahan isak tangisnya begitu melihat air mata Jalal membasahi kedua pipinya, “Aku juga meminta maaf padamu, Yang Mulia … karena akulah yang membuatmu seperti ini, aku minta maaf karena aku tidak bisa menjaga buah hati kita sehingga apa yang kita idam idamkan selama ini jadi hancur berantakan, aku juga minta maaf … “ tangis Jodhapun meledak, melihat istrinya menangis, Jalal langsung merengkuh Jodha dalam pelukannya kemudian Jodha membenamkan dirinya kedalam pelukan Jalal, semua rasa sesak didalam dada yang menyiksa keduanya selama ini serasa hilang begitu saja dari hati mereka berdua. Jalal dan Jodha menumpahkan semua kegelisahan dan penderitaan yang mereka alami berdua, mereka menangisi semua peristiwa yang menyakitkan yang terjadi diantara mereka berdua, setelah lama saling menangis dan berpelukan … Jodha keluar dari pelukan Jalal dan diusapnya air mata yang membasahi pipi Jalal dengan lembut, Jalalpun membalas mengusap air mata Jodha dengan kedua tanganya, keduanya saling tersenyum bahagia disisa tangisan mereka, Jalalpun segera mencium kening Jodha perlahan kemudian bergeser ke kedua pipi Jodha, Jodha juga membalas hal yang sama dengan mencium punggung tangan Jalal, “Terima kasih atas semua cintamu yang kamu pertahankan selama ini untukku, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya bila aku hidup tanpamu” bisik Jalal, “Ssttt … aku tidak akan meninggalkanmu, apapun yang terjadi aku akan selalu mencintaimu, tidak akan ada sejengkalpun jarak yang bisa memisahkan kita, Yang Mulia” kata Jodha, “Bolehkah aku memanggilmu Ratu Jodha ?” tanya Jalal, Jodha langsung mengangguk, “Jodhamu yang dulu telah kembali untukmu selamanya” jawab Jodha lembut, “Aku sangat mencintaimu Ratu Jodha” jawab Jalal sambil mematutkan bibirnya ke bibir Jodha dengan lembut.
Jodha dan Jalal semakin menyadari bahwa cinta mereka memang tidak bisa dipisahkan oleh apapun dan malam itu menjadi saksi bisu bersatunya kembali cinta diantara mereka. The end.