Bila Saatnya Tiba bag 5 by Sally Diandra. Malam itu setelah mengantar Todar dan Mirza balik ke kantor, Jalal segera meluncurkan Jaguar hitamnya menuju rumah, sepanjang perjalanan Jalal berfikir keras “Mengapa Jodha selalu menghindar dari aku ? apakah cengkraman tanganku semalam sangat menyakitkan buatnya ? atau apakah ucapanku ada yang salah ? huuffttt … kenapa perasaanku seperti ini ? selama ini aku menganggap semua perempuan itu sama, sama sama brengsek, sama sama murahan seperti Rukayah … tapi kenapa perasaanku ke Jodha berbeda ?” Jalal terus berfikir keras soal Jodha sambil mengendarai Jaguarnya menyusuri pekatnya kota malam itu, sementara itu di radio mobilnya terdengar lantunan suara Once yang sedang menyanyikan lagu Aku Mau ….
Kau boleh acuhkan diriku
Dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu
Kuyakin pasti suatu saat
Semua kan terjadi
Kau kan mencintaiku
Dan tak akan pernah melepasku
Aku mau mendampingi dirimu
Aku mau cintai kekuranganmu
Selalu bersedia bahagiakanmu
Apapun terjadi
Kujanjikan aku ada
Kau boleh jauhi diriku
Namun kupercaya
Kau kan mencintaiku
Dan tak akan pernah melepasku
Aku mau mendampingi dirimu
Aku mau cintai kekuranganmu
Selalu bersedia bahagiakanmu
Apapun terjadi
Kujanjikan aku ada
Aku mau mendampingi dirimu
Aku mau cintai kekuranganmu
Aku yang rela terluka
Untukmu selalu
Seketika itu juga Jalal tertawa kecil mendengar lagu Once diradio ”Tau banget ni radio sama perasaanku, pas lagi lagunya … Kau boleh acuhkan diriku, dan anggap ku tak ada, tapi takkan merubah perasaanku, kepadamu… hhrrgggg …. Jodha ! you make me mad !” sepanjang perjalanannya menuju rumah, Jalal terus mengumandangkan lagu Once tadi, Jodha memang telah menyihir Jalal menjadi gila.
Keesokan harinya, “Kaak Jodhaaaa …” suara Shivani adik Jodha yang menggelegar dipagi hari langsung membangunkan Jodha yang pagi itu masih ingin bermalas malasan dikamar, karena hari ini cuma ada satu mata kuliah yang dia ambil siang nanti “Masuk !” teriak Jodha dari dalam kamar sambil menutup wajahnya dengan bantal, “Kak Jodha liat niih !” Shivani langsung masuk ke kamar Jodha sambil membawa sebuah rangkaian bunga hidup beserta vasnya, sementara Jodha tidak menggubrisnya, Jodha masih asyik mengantuk sambil menutupi wajahnya dengan bantal, “Hmmm … indah sekali, wangi lagi, bunganya bagus bagus yaa” sela Sukaniya adik Jodha yang lain yang baru saja selesai mandi, “Kak Jodha … bunganya mau ditaruh dimana ?” Jodha yang saat itu masih mengantuk tiba tiba matanya terjaga “Bunga ??? siapa yang kirim bunga ? Suryaban nggak pernah kirim bunga” bathin Jodha sambil masih menutupi wajahnya dengan bantal, begitu dibukanya bantal yang menutupi wajahnya, dilihatnya kedua adiknya sedang mengagumi sebuah rangkaian bunga hidup yang sedap dipandang mata, ada bunga lily, chrysan, anyelir, mawar dan lain sebagainya yang mampu menciptakan nuansa romantis bagi siapa saja yang melihat perpaduan warna yang ditimbulkan dalam kesatuan rangkaian bunga tersebut, “Dari siapa itu Shivani ?” Jodha langsung penasaran dengan si pengirim bunga, ”Disini gak tertulis namanya, kak …hanya inisialnya saja J – M – A dan pesannya I’m sorry… please forgive me , siapa nii kak ???” Jodha langsung berfikir keras, “JMA ??? siapa itu JMA ? perasaaan aku nggak punya teman yang punya inisial tersebut”, namun sesaat Jodha teringat pada kartu nama pemberian Jallad semalam, segera diambilnya kartu nama tersebut dan dibaca nama yang tertera disana “Jalalluddin Muhammad Akbar … J – M – A”, “Buang bunga itu !” teriak Jodha tiba tiba, Sukaniya dan Shivani yang sedang memuji keindahan bunga itu langsung terkejut, “Apa dibuang ? kalau kakak nggak mau, biar buat aku saja !”, “Iya aku juga mau !” kedua adik Jodha saling berebutan “Aku bilang buang ! nggak buat siapa siapa ! buang nggak !” teriak Jodha, “Nggak !” Shivani dan Sukaniya langsung lari keluar dari kamar Jodha sambil memegang vas rangkaian bunga itu erat erat, sementara Jodha berusaha mengejar mereka, tepat pada saat itu, ibu Meinawati menghampiri mereka yang sedang kejar kejaran mengelilingi meja makan “Heii … heii heii, ada apa ini ?? pagi pagi sudah ribut ?” ujar bu Meinawati cemas melihat putri putrinya saling berkejaran di dalam rumah, “Ibuu … ibuuu…tolong kami ibuu, masa bunga secantik ini mau dibuang, kasihan kan, buu” , “Bunga dari siapa ini ?” , “Dari JMA ibuu … “ kata Shivani dan Sukaniya berbarengan, “Pengagum rahasia kak Jodha,buuu…” bisik Shivani sambil berlindung dibalik tubuh ibunya” , “Shivani !!!” teriak Jodha, “Jodha ! kamu ini kenapa sih ? hanya karena sebuah bunga kamu membentak adikmu sendiri” , “Ibuu … bukan begitu, buu … bukan soal bunganya tapi …” , “Tapi soal JMA, buuu …” Sukaniya langsung memotong ucapan Jodha, “Siapa JMA ??” tanya bu Meinawati “Dia bukan siapa siapa, bu … Shivani kalau kamu suka bunganya ambil saja, aku nggak peduli !” ujar Jodha sambil ngeloyor kekamarnya lagi, bu Meinawati hanya bisa geleng geleng kepala melihat kelakuan Jodha, sementara Sukaniya dan Shivani saling menepukkan kedua tangannya sambil ketawa cekikikan dan sesampainya dipintu kamarnya, Jodha berpapasan dengan Maan Sigh kakaknya “JMA itu bukannya Jalalluddin Muhammad Akbar ?” Jodha langsung memicingkan matanya tanda tidak suka, “Semalam dia kesini nyariin kamu, trus dia kasihin kartu namanya” , “Ibu tau dia kesini ?” tanya Jodha cemas , “Nggak, ibu sudah tidur … tenang rahasiamu tetap amaan ama abangmu ini” , “Iiiih rahasia, siapa yang punya rahasia ? biasa aja tuu” ejek Jodha sambil menutup pintu kamarnya.
Sementara itu dirumah Jalal, pagi itu Jalal sedang bersiap berangkat ke kantor, sambil berjalan menuju ruang makan dilantai bawah Jalal kembali bersenandung lagu Once “Kuyakin pasti suatu saat, Semua kan terjadi, Kau kan mencintaiku, Dan tak akan pernah melepasku, Aku mau mendampingi dirimu, Aku mau cintai kekuranganmu, Selalu bersedia bahagiakanmu, Apapun terjadi, Kujanjikan aku ada” , “Good morning dear … “ suara lembut ibu Hamida ibu Jalal langsung menghentikan senandungnya “Bonjour madam … selamat pagi ibu » Jalal langsung mencium tangan ibunya, « Ibu kok rapi sekali ? mau kemana pagi pagi begini ? » , « Biasa, Ibu mau cek lab, kebetulan Bhaksi adikmu juga mau memeriksakan kandungannya » ujar bu Hamida sambil mengambilkan nasi goreng kesukaan Jalal , « Emangnya suaminya nggak bisa ngantar dia,bu ? » tanya Jalal sambil menikmati orange jus buatan ibunya terlebih dahulu, « Kamu kan tahu gimana Syarif, sejak subuh tadi sudah berangkat ke bandara, ada penerbangan pagi katanya » , « Selamat pagi ! » suara Bhaksi terdengar riang menyapa mereka, « Pagi sayaang » ujar bu Hamida sambil menghampiri Bhaksi dan mengelus elus perut Bhaksi yang mulai kelihatan membuncit, « Pagi juga putri kecilku » ujar bu Hamida kearah perut Bhaksi seolah olah tau kalau janin yang ada diperut Bhaksi mendengar suaranya, sementara itu Jalal hanya tertawa kecil melihat kelakuan ibunya « Ibu yakin kalau dia perempuan ? » tanya Bhaksi sambil mengelus perutnya sendiri, « Sepertinya sih begitu … ayo sayang kamu harus sarapan dulu, kamu harus banyak makan, biar cucu ibu ini sehat, nih … ibu sudah buatin susu buat kamu » Bhasksi langsung mengambil gelas yang berisi susu tersebut dan meminumnya hingga habis, « Sudah berapa bulan sih kandunganmu ini, Bhaksi ? » tanya Jalal kemudian , « Bulan ini masuk bulan yang kelima, kak » , « Apa tidak sebaiknya kamarmu mulai saat ini pindah kebawah saja, supaya kamu nggak capek naik turun tangga », « Iya betul itu Bhaksi dan lagi kita kan juga harus waspada kalau ada apa apa sama kamu, apalagi kamu sering ditinggal suamimu terbang », « Iyaa deh…boleh lah aku turun, tapi kamarku yang diatas tetep lho, yaa … aku kan cuma sementara dibawah, nanti kalo sudah tujuh bulanan, aku ingin hias kamar sebelahnya ya, buu … buat kamar bayi » , « Boleh sayang … kamu bisa hias kamar itu sesuka hatimu, lalu ngomong ngomong kapan ni abang kita yang satu ini akan kasih cucu juga buat ibu ? » ujar Hamida sambil melirik kearah Jalal yang sudah selesai menikmati sarapannya, « Ibu ini aneh, ibunya aja belum dapet, masa langsung dapat bayi » Jalal sedikit canggung begitu didesak dengan pertanyaan seperti itu, « Jalal, sampai kapan kamu akan seperti ini terus ? ini sudah tahun ke empat lho kamu menduda, ayahmu sendiri hingga meninggalnya juga sangat sedih memikirkan kamu, lalu dari sekian banyak gadis yang ibu jodohkan ke kamu, apa nggak ada yang sedikitpun membuat kamu terpesona ? » , « Ada,bu namun sayangnya bukan gadis yang ibu jodohkan ke aku » bathin Jalal , »Jalal ?? » sesaat Jalal sedikit tersentak mendengar panggilan ibunya, « Aku belum memikirkan soal itu, buu » jawab Jalal lirih , »Hhffttt … sudah siang aku harus segera brangkat, aku pamit dulu ya, bu » Jalal segera berdiri dan begeser ke arah ibu Hamida kemudian mencium tangan ibunya « Aku brangkat dulu, bu » ibu Hamida hanya tersenyum melihat anaknya « Aku kok nggak dipamiti, om ? » rajuk Bhaksi sambil menunjukkan perutnya yang membuncit, « Okeee, om pergi dulu yaa, hati hati dijalan yaa » tak lama kemudian Jalal sudah berlalu dari hadapan mereka.
Beberapa jam kemudian di rumah sakit, nampak ibu Hamida dan Bhaksi sedang menunggu hasil lab, di ruang tunggu rumah sakit, tak berapa lama berselang, tiba tiba ibu Hamida sedikit tersentak ketika melihat sepasang suami istri dan anak laki laki mereka yang baru saja datang ke ruang tunggu tersebut, usianya yang sudah memasuki kepala senja tidak membuatnya lupa akan sepasang suami istri yang baru datang itu, seketika itu juga ibu Hamida langsung menghampiri mereka « Meinawati … » , ibu Meinawati yang waktu itu sedang membimbing suaminya untuk duduk dikursi tunggu sedikit tercengang ketika dilihatnya ada seorang wanita asing dari luar negeri dengan rambut abu abunya dan badannya yang tinggi semampai ada didepannya saat ini, ibu Meinawati masih ingat dengan jelas siapa pemilik wajah arsitokrat asal Inggris yang berdiri didepannya, dia adalah Michelle yang mengganti namanya setelah menjadi mualaf menjadi Hamida, istri Humayun sahabat suaminya, Bharmal. « Hamida … » , ibu Meinawati langsung menghampiri Hamida dengan tatapan haru dan matanya berkaca kaca, sesaat kemudian mereka saling berpelukan. … Bila saatnya tiba bag 6