Ishita memang tercipta untuk Raman

Ishita memang tercipta untuk Raman. Seberapa banyak masalah berusaha memisahkan keduanya, pada akhirnya mereka akan di pertemukan juga. Ishita dan Raman tidak di takdirkan untuk hidup bahagia dan damai, tapi mereka di takdirkan bersama. Bersama untuk menghadapai semua masalah. Masalah yang tidak pernah berakhir, bahkan jika mereka menjauh dari satu sama lain.

Letih karena selalu terlibat masalah yang tanpa akhir, Ishita dan Raman menjauhkan diri sejenak dari keluarganya. Mereka pergi berlibur ke sebuah pulau terpencil, meninggalkan Ruhi dan yang lain-lainnya di rumah. Awalnya keduanya menolak untuk pergi, tapi karena paksaan Ruhi mereka pun menurut. Dan di sinilah mereka sekarang, di Pulau Maurintus yang indah.

Tapi bukannya berlibur dengan tenang, masalah baru datang. Semuanya berawal dari kecemburuan Raman. Raman melihat Pria muda mendekati Ishita dan Ishita menyambutnya dengan ramah. Raman yang melihat dari jauh cemburu dan bersikap dingin pada Ishita. Ishita yang tidak mengetahui apa salahnya menjadi bingung. Apalagi sepanjang hari Raman coba menghindari Ishita. Ishita terus berusaha mendekati Raman.

Begitu Ishita melihat Raman masuk ke kamar, dia segera menyusulnya. Ishita melihat Raman sedang mengobrak abrik koper mereka dan melemparkan semua baju ke tempat tidur. Ishita mendekati Raman sambil menggit bibirnya dengan cemas..

“Raman…” panggilnya lembut..
Tapi sebelum Ishita sempat mengatakan apapun, Raman beranjak keluar kamar dengan tatapan dingin. Ishita tambah binggung. Dia tak tahu apa salahnya, mengapa Raman bersikap dingin begitu. Ishita benar-benar tak habis pikir, “apa yang salah dengannya? mengapa dia bersikap begitu padaku??”

Ishita duduk di tepi tempat tidur dengan wajah binggung dan murung. Dia berpikir keras untuk mengingat apa yang sudah dia lakukan hingga Raman bersikap begitu. Tapi Ishita tak menemukan satu hal buruk apapun yang dia lakukan yang bisa membuat Raman begitu dingin. Letih memikirkan sikap Raman, Ishita beranjak ke kamar mandi dan menyegarkan diri sambil berendam di bathtub.

Saat dia keluar kamar hanya berbalut handuk kamar mandi, dia melihat Raman. Raman terpesona menatap Ishita, tapi cepat-cepat memalingkan wajah. Ishita tidak membuang kesmepatan itu. Dia mendekati Raman yang berdiri di depan jendela dan memeluknya dari belakang, “Ramaan…”

Raman berusaha menepis tangan Ishita, tapi Ishita mempererat pelukannya, “Raman, ada masalah apa? Kenapa kau bersikap dingin padaku? Apa salahku? Jika aku melakukan sesuatu yang menyakiti mu, maafkan aku…”

Raman tidak menjawab, dia melepaskan diri dari Ishita dan melangkah ke pintu. Ishita berlari kepintu dan merentangkan tangannya, menghalangi Raman. Raman menatap Ishita kesal,

“Apa yang kau lakukan? Biarkan aku keluar!” ucap Raman kesal
Ishita menggeleng, “tidak! Sebelum kau memberitahu aku, apa salahku!”
Raman membalikan badan. Ishita mengejarnya dan berlari ke depan raman, “jangan bersikap seperti pecundang, Raman. Kau sendiri yang bilang, kalau ad masalah, kita bicarakan. Tapi kau bersikap seperti remaja ingusan, yang tiada angin tiada badai tiba-tiba marah dan mendiamkan aku begini rupa. Apa salahku Raman?”

Di katai seperti Remaja Ingusan, wajah Raman memerah. Dia menatap Ishita dan balas berkata, “remaja ingusan, katamu? Kau sendiri? Seperti wanita penggoda, bersikap mesra pada pria asing yang tidak di kenal, senyum sana-senyum sini tebar pesona… untuk apa? Aku…”

Ishita yang terbelalak kaget menyela, “Wanita penggoda? Tebar pesona? Hah? Kau sudah gila Raman? Untuk apa aku menebar pesona dan bersikap mesra pada pria lain, kalau aku bersama pria yang kucintai dan kukagumi sepanjang hidupku?”

Raman tidak menyahut. Ishita maju dan mendekatkan hidungnya ke mulut Raman, “apakah kau mabuk?”
Raman mendorong wajah Ishita. Ishita menahan wajahnya, “tatap aku Raman! Apa aku ini tipe wanita penggoda?”
Raman memalingkan wajah. Ishita memegang wajah Raman dengan kedua tanganya dan memaksa Raman menatapnya, “katakan! Apakah kau sudah tak menginginkan aku lagi dan mencari alasan untuk menjauh dariku? Baiklah, kalau itu mau mu…”

Ishita hendak melangkah pergi dengan wajah pura-pura sedih. Raman cepat-cepat menarik tangan Ishita dan memeluknya. Raman berbisik di telinga Ishita, “aku tak bisa melihatmu bersikap mesra pada pria lain. AKu ingin kau hanya menjadi milikku sendiri saja… “

Ishita mengelus tangan Raman, “aku tidak pernah tertarik pada pria lain, aku aku bersikap baik pada mereka bukan berarti aku menyukainya. Di hatiku hanya ada dirimu…Raman, dirimu saja! Hanya dirimu! Kau tak perlu cemburu padaku!”

Raman menyangkal, “aku tidak cemburu…”
Ishita menatapnya geli, “kalau tida cemburu, mengapa marah-marah begitu?”
Raman menjelaskan, “aku tidak cemburu, aku hanya merasa kau mengabaikan aku..”
Ishita tersenyum, “beda tipis..”
Raman menyahut, “beda banyak! Untuk apa aku mencemburuimu?”
Ishita menarik diri, “jadi kau tidak cemburu? Baiklah…”

Ishita membalikan badan hendak melangkah pergi, Raman meraup tubuhnya dan memeluknya, “Aku tidak cemburu, tapi aku kesal.. aku marah…!” Ishita balas memeluk Raman.
Raman menempelkan pipinya di pipi Ishita dan berkata, “aku tidak rela kau dekat dengan pria lain, Ishi. AKu sangat mencintaimu!” Setelah berkata begitu, Raman mencumbui Ishita. Ishita membalas cumbuan itu. Keduanya menikmati keintiman itu dengan wajah bahagia. Karena berhasil menyingkirkan satu lagi masalah.

Kemesraan mereka tidak akan ada habisnya. Meski masalah selalu datang menyapa. Karena Ishita tercipta hanya untuk Raman saja. Dan hati Raman hanya milik Ishita saja. Seperti kata orang, selama ada cinta, tidak ada masalah yang tidak bisa di pecahkan. Ishita Milik Raman Saja. (@MeyshaLestari)