Sinopsis Ashoka Samrat episode 177 bag 1 by Meysha Lestari.

Sinopsis Ashoka Samrat episode 177 bag 1 by Meysha Lestari. Hukuman cambuk untuk Ashok telah di laksanakan. Pukulan pertama di lakukan pengawal dengan sangat keras. Ashok menjerit kesakitan. Dharma dan Ahenkara menjerit tertahan dengan hati pulu. Sushim membentak Ahenkara karena tidak segera menghitung. Lalu dengan suara tercekat, Ahenkara mulai menghitung dengan sangat hati-hati sesuai dengan perintah Sushim. Ahenkara tak ingin karena sedikit kesalahan, penderitaan Ashok akan bertambah. Cambukan demi cambukanpun di terima Ashok. Dharma dan dewi Subhrasi terlihat menahan airmata menatap penderitaan Ashoka. Sedangkan Helena menatap datar tanpa ekspresi. Charu dan Khalaatak terlihat puas.

Seorang hakim berkata pada temannya kalau apa yang di alami Ashok, kesalahan dan hukuman ini akan mempengaruhi cara berpikirnya di masa depan. Hakim temannya menyetujui. Sushim teringat bagaimana dia selalu berselisih dengan Ashok dalam banyak kesempatan seperti saat kompetisi perebutan pedang atau dalam hal memperoleh kasih sayang Bindusara. Bagaimana Ashok selalu saja muncul menjadi penghalang kapan saja ada kesempatan.

Hukuman Ashok terus berlangsung. Subhrasi yang tak tahan melihat kekejaman itu, beranjak peri dengan hati sedih. Dharma menangis histeris. Charu tesenyum puas. Ahenkara dengan airmata berlinang dan suara tercekat masih terus menghitung. Hingga akhirnya 100 cambukan untuk Ashokapun berakhir. Ahenkara memberitahu Shushim kalau hitungan sudah mencapai 100. Shushim tersentak dan terlihat tak percaya, kalau hukuman Ashok begitu cepat selesai. Dengan marah Sushim berteriak, “sudah 100? Kenapa begitu cepat selesai?” Radhagupta, Ahenkara dan lainnya menatap heran pada Sushim. Dengan kesal Shushim menendang bola untuk menghitung hingga berserakan di tanah. Semua terlihat tercengah dengan kelakuan Shushim. Helena melirik Charumitra yang terlihat cemas dengan emosi Shushim yang tidak terkontrol.

ashoka 177Pengawal membebaskan tangan Ashok dari ikatan. Seketika Ashok jatuh dan terkapar di tanah. Dharma berteriak histeris dan hendak berlari ke arah Ashok, tapi pelayan menahan tangannya. Radhagupta dengan semas memanggil nama Ashok dan hendak membantunya, tapi Shushim mencekal tanganya dan meminta Rdhagupta iku dengannya. Radha berkata, “lalu bagaimana dengan Ashoka?” Shushim menyahut, “Ashok adikku. DIa akan di beri perawatan.” Shushim kemudian menyuruh pengawal membawa Ashok pergi. Dengan langkah lemas kepayahan dan tubuh penuh bilir-bilur bekas cambukan Ashok di bawa pergi oleh pengawal. Dharma menangisinya. Shushim terseyum puas melihat penderitaan Ashoka. Helena dan Charumitra saling berpandangan dan tersenyum puas.

Ashok di bawa ke klinik untuk mendapatkan perawatan. Dharma menghampirinya. Dia menangis melihat kondisi Ashok. Ashok memanggil Dharma dengan suara parau menahan sakit, “ma…!” Dharma duduk di samping Ashok sambil menangis pilu dan menyesalkan sikap Ashok yang mengakui hal yang tidak dia lakukan. Ashok berkata kalau dirinya tidak bisa melihat Dharma di hina. Tabib datang, dia mengambil obat dan mengoleskannya di luka-luka Ashok. Ashok berteriak kesakitan. Dharma mengambil obat itu dari tangan tabib dan mengoleskannya sendiri keluka-luka bekas cambukan di punggung Ashok dengan lembut. Ashok tidak menjerit, hanya merintih lirih. Pelayan Dharma mempersilahkan semua orang pergi termasuk dirinya dan meninggalkan Dharma berdua bersama Ashoka.

Dia amenyanyikan lagu yang biasa dia nyanyikan untuk Ashok. Ashok terkenang masa-masa bahagianya bersama Dharma di desa Vann. Ashoka terlena mendengar nyanyian Dharma dan hampir terlelap ketika tiba-tiba Dharma menjerit kesakitan dan memegangi kepalanya. Ashok dengan cemas bertanya, “kenapa ma?” Dharma menyahut, “entahlah Ashok, kepalaku sakit sekali. Serasa mau meledak.” Ashok berusaha berdiri untuk menghampiri Dharma dengan susah poayah, tapi malah tersungkur di lantai. Dharma masih berteriak-teriak merasakan sakit di kepalanya. Di kamarnya, Charumitra sedang melakukan sihir hitam pada Dharma yang membuat kepala Dharma menjadi sangat sakit. Charu dengan wajah penuh kebencian berjanji akan membuat Dharma menderita.

Ashok berhasil menghampiri Dharma dengan susah payah dan bertanya dengan cemas, “apa yang kau rasakan ma?” Dharma mengatakan kalau drinya mendengarkan suara lonceng yang membuat kepalanya sangat sakit dan berputar. Ashok berkata kalau dirinya tidak mendengar suara apa-apa. Di tempatnya, Charu tiba-tiba menghentikan bunyi lonceng sihirnya dan berkata, “Ashok… kau telah membuat kesalahan dengan menyatukan orang tuamu. Kini ibumu harus merasakan kesakitan ini..” Sambil tersenyum jahat, Charu kembali mengoyang loncengnya. Dharma kembali merasakan sakit tak terkira menyerang kepalanya. Ashok meminta Dhrama tidak mendengarkan musik itu, “..dengarkan aku saja ma. Apakah kau percaya padaku?” Dharma menatap Ashok dan coba fokus pada suaranya, “ya.. aku percaya padamu, Asho… aku percaya padamu!” Lalu Dharma pingsan dan terjatuh ke tanah. Ashok sambil menangis memanggil-manggil Dharma, “ma..ma…” Pelayan dan tabib datang bergegas. Ashok tak sanggup lagi, diapun tersungkur di sisi tubuh ibunya. Pelayan terkejut melihat ibu dan anak tergeletak di lantai dan berteriak cemas, “ratu Dharma??”

Bindusara sedang bersama Chanakya. Tiba-tiba wajah Bindu terlihat tegang, Chanakya bertanya dengan cemas, “ada apa yang mulia?” Bindu terlihat binggung, “entahlah, achari. Aku merasa seseorang yang dekat denganku sedang kesakitan. Aku ingin kembali ke istana, tapi kita harus pergi ke ujjain.” Chanakya mengangguk, “setelah kematian Rajajiraj dan Niharika, siapa lagi raja dan ratu mereka? ujjain dalam kekacauan, jadi kita harus kesana untuk menolong mereka.” Bindu terpaksa setuju. mereka pun melanjutkan perjalanan menuju Ujjain. DI tengah jalan, mereka melihat seorang gadis misterius tergeletak di tanah. Rombongan berhenti. Chanakya dan Bincu menhampiri gadis itu dan bertanya, “kau siapa?” Si gadis yang masih tergeletak di lantai dan terlihat kepayahan menjawab, “nama saya Mirka. Saya seorang pedagang. Saya bersama rombongan pergi ke ujjain tapi tertinggal.” Bindu menjawab, “Ujjain? kami juga akan peri ke Ujjain. Kau boleh ikut bersama kami.” Bindu menatap Chanakya, tapi Chanakya sedang mengamati gadis itu dengan tatapan curiga. Bindu menyuruh pengawal membawa gadis itu ke kereta.

Chanakya menatap kepergian gadis itu dan berkata pada bindu, “samrat, ada banyak orang dalam mansyarakat ini yangs angat berbahaya tapi cantik dan memiliki wajah polos tak bersalah. Sangat aneh kalau gadis itu hanya ingin pergi ke Ujjain dan di tinggal oleh rombongannya tanpa mereka peduli padanya.” Bindu menyahut, “anda boleh mencurigainya, tapi kkita tidak bisa meninggalkan dia di sini. Tidak baik.” Mirka yang melihat keraguan Chanakya padanya membatin, “achari Chanakya boleh mencurigaiku, tapi aku ini hanya rekannya saja.”

Setelah beberapa saat pingsan, akhirnya Dharma sadar. Beberapa keluarga istana menungguinya, ada Ahenkara dan juga Charumitra. Tabib bertanya, “apa yang terjadi, ratu?” Dharma memberitahu kalau dirinya seperi mendengar suara musik/lonceng yang membuat kepalanya sangat sakit. Charu pura-pura bertanya, “bunyi apa ratu Dharma?” Dharma mengatakan kalau dirinya juga tidak tahu, dia hanya tahu, kepalanya terasa sakit saat mendengar suara itu. Charu menyerigai tipis. Ashok meminta Dharma agar istirahat.

Radhagupta menyarankan agar mereka mengirim surat pada Bindusara dan Chanakya. Tapi Charu melarang, “tidak perlu. AKu tahu apa penyebab sakit kepala ini. Ibu mana yang sanggup melihat anaknya di cambuki seperyi itu? Dia sudah di beri kesempatan untuk terlepas dari hukuman itu, tapi Ashok bandel. Tapi setidaknya, perdulikan ibumu. Dia sudah melalui banyak masalah. Aku percaya, siapapun menentang aturan kerajaan, dewa akan memberinya hukuman.” Radhagupta kemudian meminta Dharma agar beristirahat lalu poergi dari kamar Dharma di ikuti oleh semua orang kecuali Ahenkara. Melihat Ahenkara hanya berdiri sambil tersenyum prihatin pada Ashok, Charumitra memanggilnya, “kau pergilah ke kamarmu.” Ahenkara terpaksa menurut.

Setelah semua orang pergi, Ashok berkata, “ma..jika aku membuatmu menderita maka…” Dharma menyela cepat, “kau telah membebaskan aku dari semua rasa sakit. kau Ashoka ku, bagaimana kau bisa membuatku menderita?” Dharma mengusap pipi Ashok lembut. Ashok mengelus tangan Dharma dan terkejut, “demam? ma… kau demam??” Dharma menyahut dengan nada menenangkan, “aku akan segera sehat kembali setelah cukup beristirahat.” Kasturi, pelayan setia Dharma meminta Ashok agar beristirahat juga. Ashok mengangguk. Kasturi pergi meninggalkan ibu dan anak itu. Ashok kemudian memijat kepala Dharma dengan lembut dan penuh kasih sayang. Dharma [un tertidur. Ashok tidur di sampingnya… Sinopsis Ashoka Samrat episode 177 bag 2 by Meysha Lestari.