Sinopsis Ashoka Samrat episode 135 by Sally Diandra. Dharma sedang gelisah memikirkan Ashoka di ruangannya, tak lama kemudian pintu ruangannya di ketuk, ketika dibukanya pintu itu ternyata Chanakya sedang berdiri disana “Chanakya, aku sangat mengkhawatirkan Ashoka, kira kira apa yang terjadi denganya ?” ujar Dharma sambil menangis sedih “Aku yakin Ashoka pasti baik baik saja, Dewi ,,, dan dia akan mengungkapkan kebenaran tentang diri anda dan pada saat itulah kamu harus meyakinkan dan menjelaskannya, ingat Dewi ,,, jangan meninggalkannya” ujar Chanakya “Aku takut, Chanakya ,,, aku sangat takut, aku takut kalau dia marah padaku ketika nanti dia menanyakan semuanya padaku, jawaban apa yang harus aku berikan, Chanakya ?” Dharma semakin gelisah “Kamu harus membuka semua kebenaran yang selama ini kamu sembunyikan, Dewi ,,, atau kamu sendiri yang akan celaka karena musuh musuhmu itu” Dharma menyeka airmata yang membasahi pipinya kemudian berlalu meninggalkan Chanakya “Yakinlah padaku, Dewi ,,, aku akan melindungi kalian, jika sewaktu waktu kamu tertangkap aku ada untukmu” bathin Chanakya dalam hati
Di Champanagari, Ashoka masih pingsan tidak berdaya diatas rerumputan di kampung halaman ibu kandungnya, hujan deraspun telah reda dan dalam keadaan tidak sadarkan diri samar samar Ashoka mendengar suara ibunya “Ashookaaa” Ashoka terbangun dari pingsannya dan berkata “ibuuu” Ashoka segera berdiri dan dilihatnya ibunya sedang berdiri didepannya dengan senyumnya yang mengembang, kemudian Dharma menunjuk ke sampingnya sambil berkata “Samrat” Ashoka melihat ada Bindusara yang juga sedang berdiri disana sambil tersenyum ”Kemarilah, putraku ,,,” ujarnya sambil mengembangkan kedua tangannya hendak memeluk Ashoka, Ashoka sangat senang melihatnya “Ayaaaah” Ashoka segera menghampiri Bindusara sambil mengulurkan tangannya namun tiba tiba kedua orangtuanya itu menghilang lenyap bagaikan angin ternyata semuanya hanyalah sebuah ilusi belaka di mata Ashoka, kemudian Ashoka terbangun dari mimpinya dan menjerit histeris sambil memanggil ayahnya “Ayaaaaah !” Ashoka segera bangun sambil memegang pedangnya dan dilihatnya disekelilingnya sepi, tidak ada siapapun disana, desa itu memang sudah lama ditinggalkan oleh penduduknya, Ashoka sangat sedih membayangkan semua ini, terlebih lagi ketika Ashoka berjalan jalan di desa tempat ibunya tinggal dimana dia dilahirkan disana.
Ashoka melihat dari kejauhan sebuah bangunan rumah tua ibunya yang telah habis terbakar dan hanya tersisa puing puingnya belaka yang menandakan disana pernah ada sebuah kehidupan yang membahagiakan, Ashoka menangis dan menghapus airmatanya, Ashoka teringat semua ucapan Niharika ketika dia menuduh bahwa ibunyalah yang bersalah. Ashoka membayangkan ketika dulu perjumpaan pertama antara ayah dan ibunya, saat itu ibunya sedang mengajarkan tentang kebaikan atau dharma kepada anak anak kecil yang sedang berkumpul di dekat rumah ibunya, sementara ibunya duduk di bale bale bambu dan ayahnya melihat ibunya dari pagar rumah, kemudian khayalan pun berlanjut ketika ayah ibunya menikah mengitari api suci disaksikan oleh semua warga desa dan para pendeta termasuk kakeknya.
Ashoka melanjutkan perjalanan sambil melihat lihat ke sekeliling bekas rumah ibunya dan kembali berkhayal ketika Dharma meminta pada Bindusara agar meninggalkannya setelah Dharma tahu kalau suaminya adalah seorang Raja yang sangat dibutuhkan oleh negara dan bangsanya, lalu ketika Bindusara memberikan cincin pada Dharma sebagai tanda dirinya adalah istri sang Raja dan Bindusara juga berjanji akan segera menjemput Dharma setelag semuanya selesai, khayalan Ashoka beralih ke suasana yang lain ketika Bindusara pergi meninggalkan Dharma setelah dijemput oleh Khurasan, kemudian khyalan Ashoka berubah ketika Dharma berharap harap cemas menanti kedatangan suaminya namun yang di dapat hanyalah harapan yang semu karena lagi lagi ketika Dharma melihat ke jalanan ternyata orang lain yang sedang melintas didepan rumahnya bukan suaminya yang datang, Ashoka semakin sedih memikirkan nasib ibunya pada saat itu tanpa ayahnya di sisinya, Ashoka berkata pada dirinya sendiri “Betapa panjang penderitaan yang harus kamu tanggung selama-bertahun tahun, ibu … kamu selalu menunggu kedatangan ayah tapi dia tidak pernah ada untuk mu” gumam Ashoka
Khayalan Ashoka terlihat kembali ketika kakeknya atau ayah Dharma yang tewas di bunuh oleh salah satu prajurit Magadha anak buah Khurasan, suara nenek tua kembali terngiang di telinga Ashoka “Prajurit datang menyerang wanita itu ketika dia sedang hamil dan Shubhadrangi berlari untuk bersembunyi didalam rumahnya, prajurit itupun membakar rumahnya” Ashoka kembali membayangkan ketika Dharma berlari lari ketakutan karena di kejar kejar oleh sepasukan berkuda kemudian memasuki rumahnya dan para prajurit membakar rumahnya, Ashoka memasuki bangunan tua itu dan berada di tengah tengah bangunan yang telah roboh, khayalan Ashoka kembali ketika api membakar rumahnya dan Dharma sedang menjerit kesakitan di tanah sambil memegangi perutnya dikelilingi oleh api yang berkobar kobar, khayalan itupun menghilang, Ashoka masih berdiri disana di reruntuhan rumah tua ibunya, tiba tiba Ashoka melihat sesuatu yang mengkilat, Ashoka segera mengambilnya dan dilihatnya sebuah gelang yang mirip dengan gelang milik ibunya.
Dari rumah ibunya tak jauh dari sana ada sebuah danau, dan di ujung tanah yang menjorok ada simbol Dewa Siwa teronggok disana, Ashoka merasa marah pada batu simbol Dewa Siwa itu “Selama bertahun-tahun kamu hanya diam saja, ketika orang tuaku berpisah selama bertahu-tahun, kamu juga hanya diam membatu dalam wujud mu itu, aku tidak membutuhkan batu lagi seperti kamu !, dengan melihat penderitaan ibu yang selama bertahun-tahun menantikan kedatangan ayahku, tapi dia tidak pernah datang untuk menemui ibu” ujar Ashoka geram sambil menangis marah pada batu itu “Kenapa kamu diam ? Jawab pertanyaanku ! Jika kamu tidak bisa menyatukan kembali ayah dan ibuku maka aku akan bersumpah aku tidak akan pernah bicara lagi denganmu !” bentak Ashoka kesal, tepat pada saat itu ketika Ashoka mendekati batu simbol Dewa Siwa, Ashoka melihat ada seekor singa jelmaan Chandragupta sedang mengaum diatas bukit dengan gagahnya
Di istana Magadha, Helena menemui Niharika dikamarnya mencoba meyakinkan Niharika untuk menikahkan Ahenkara dengan Sushima, Niharika pun berjanji akan menikahkan putri sulungnya itu, mendengar ucapan Niharika Helena tersenyum senang, ketika Helena hendak pergi dari kamar Niharika, Ahenkara datang sambil menggendong adiknya yang masih bayi, Helena menatap Ahenkara dengan tatapan yang sinis dan senyuman dinginnya. Sepeninggal Helena, Ahenkara segera memberikan adik bayinya itu pada pelayan, kemudian mendekati ibunya, Ahenkara tidak setuju jika dirinya dinikahkan dengan Shusima, Ahenkara sangat sedih dan dengan berat hati Ahenkara berusaha menolak ibunya, Niharika membentaknya “Ibu sudah memutuskan kalau kamu akan tetap menikah dengan pangeran Shusima” ujar Niharika sambil memegang pipi Ahenkara “Turutilah kata-kata ibu, sayang” ujar Niharika, kemudian Niharika meninggalkan Ahenkara yang menangis sedih, Ahenkara melihat bekas luka di telapak tangannya ketika Ashoka menyelamatkan hidupnya, Ahenkara menangis mengingat Ashoka.
Dikamar Shusima, Shusima sedang bicara dengan temannya sambil menikmati minuman, tak lama kemudian Ahenkara muncul didepan pintu dan berdiri disana sambil mendengarkan semua ucapan Shusima, saat itu Shusima sedang meminum anggur. Ahenkara menghampiri Shusima, teman Shusima dan pelayan segera berlalu meninggalkan mereka berdua. Shusim memberikan gelas yang ada ditangannya ke Ahenkara “Ada apa kamu datang kesini ?” tanya susima, Shusima memberikan gelas anggurnya pada Ahenkara “Minumlah ini” ujar Shusima dengan terbata-bata “Tidak aku tidak meminumnya” Ahenkara mencoba untuk mengulangi ucapannya beberapa kali dengan nada ketakutan “Tidak aku tidak akan meminumnya, pangeran” Ahenkara terus menolak “Lalu untuk apa kamu datang kesini” ujar Shusima kesal, Ahenkara mencoba menjelaskan tapi Shusima hendak menyiramnya dengan minuman anggur digelasnya itu, Ahenkara menghindar, Shusima dengan angkuh membuang gelasnya dan perlahan Sushima mendekati Ahenkara “Untuk apa lagi kamu datang menemuiku ?” bentak Sushima lantang “Jawab pertanyaanku !” ujar Shusima sambil menyakiti Ahenkara, Ahenkara berusaha untuk menjelaskannya dengan nada ketakutan, Shusima menguncang tubuh Ahenkara, hingga membuat Ahenkara terkejut begitu mendengar ucapan Shusima.
“Aku tahu kalau kamu masih mencintai aku, Ahenkara ,,, tapi semua itu sudah terlambat dan aku tidak dapat merubah keputusan ku untuk menganggap mu sebagai putri seorang penghianat ! jangan kamu berharap kalau aku mau menikahi gadis seperti kamu !” ujar Shusima kesal, Ahenkara menangis mendengar ucapan Shusima “Kenapa kamu selalu menyakiti aku ?” Shusima dengan santai menuangkan kembali minuman anggur itu digelasnya sendiri “Jadi kamu memang masih mencintai aku ? kalau begitu buktikanlah padaku !” Shusima kembali menyerahkan gelas itu pada Ahenkara dan berkata “Ayolah buktikan pada ku ! minumlah ini !” Shusima tertawa sambil mencengkram wajah Ahenkara dan hendak menyodorkan minuman itu ke mulut Ahenkara, tepat pada saat itu Dharma muncul di depan pintu kamar Shusima dan menghentikan tindakan Sushima, setelah Dharma masuk ke dalam kamar Sushima, Dharma berusaha menasehati Shuhima, Ahenkara merasa lega kemudian Ahenkara berlari sambil menangis meninggalkan mereka, Sushima marah melihat kepergian Ahenkara, Dharma mencoba untuk menenangkan Shusima tapi Shusima sangat marah.
Ketika Dharma ingin menenangkan Sushima kembali dengan mendekatinya, Shusima malah mencengkram tubuh Dharma dan mendorongnya kebelakang hingga Dharma terlempar jatuh dan dahinya terpentok tepi tempat tidur “Jangan coba-coba menyentuh aku, pelayan dan tidak usah mencampuri urusan ku !”
Shusima sangat marah kemudian pergi meninggalkan Dharma, sementara itu Dharma masih terduduk dilantai sambil memegangi kepalanya dan teringat pada anaknya Ashoka “Ashoka” gumamnya.
Di tempat Ashoka, saat itu Ashoka masih terdiam dan melamun, di bawah pohon besar, tiba tiba Ashoka melihat jelmaan singa Chandragupta sedang mencoba menggali tanah di suatu tempat seperti hendak menandakan kalau ada sesuatu disana yang ingin dia ambil kemudian singa itu pergi. Ashoka penasaran dengan apa yang dilakukan oleh sang raja hutan, Ashoka segera berlutut dan mencoba untuk menggali gundukan tanah itu dengan tangannya sendiri , tak berapa lama kemudian Ashoka menemukan sebuah kotak tua yang terkubur di dalam tanah, dengan perlahan-lahan Ashoka mengangkatnya dan membuka kotak itu, Ashoka sangat terkejut ketika melihat isi didalamnya dimana terdapat sebuah belati dan kalung peninggalan sang kakek, Ashoka segera mengambil kalung berkepala singa itu dan digenggamnya erat kalung tersebut, Ashoka terharu dan menangis kemudian diambilnya belati itu dan digenggamnya erat kalung dan belati peninggalan sang kakek dengan menyilangkan kedua barang itu didadanya dan memeluknya sambil menangis. .. Sinopsis Ashoka Samrat episode 136 Sally Diandra