Sinopsis Ashoka Samrat episode 128 by Meylest. Niharika bertanya pada Helena di hadapan Khorasan dan Nikator, “bagaimana jika samrat Bindusara tidak percaya padaku?” Helena menjawab, “ini memang sulit. Dia mecintai Dharma dan menerimanya sebagai pengkhianat sangat sukar tapi dengan usaha kami, dia telah di menjadi lemah. Ketika sebuah kepercayaan di ragukan, maka kepercayaan itu dapat hancur kapan saja. Aku punya satu cara yang akan membuat dia percaya kalau Dharma adalah dalang di balik semua ini.” Niharika berkata kalau misinya bukanlah untuk menghukum Dharma atau membalas dendam, “aku hanya ingin memenuhi keinginan terakhir suamiku yaitu melihat anak-anaknya duduk di atas tahta ini. Aku ingin Sushim dan Ahenkara menjalin hubungan.” Helena menyahut, “aku tidak perduli lagi siapa yang akan duduk diatas. Tapi aku akan bicara pada maharani Charumitra tentang ini.” Lalu Helena memeluk Niharika dan menyerigai licik.”
Dharma peri ke mandir dan mengeluh di hadapan patung dewa, “kenapa samrat mempunyai banyak masalah? Aku tak bisa datang padanya dan mendukung dia. Kenapa ujian ini?” Ashok datang dengan wajah tegang. Dharma bertanya, “Ashok, apa yang terjadi?” Ashok berkata pada Dharma, “ma, jawab aku duku, apakah cinta sejati dapat menipu? atau berkhianat?” Dharma menjawab, “tidak. Cinta sejati sangat murni.” Ashok berguman, “kalau demikian Cinta sejati Samrat Bindusara tidak mungkin menipunya. Niharika telah berbohong.” Dharma dengan heran bertanya, “apa yang di katakannya?” Ashok memberitahu Dharma bahwa Niharika mengatakan kalau semua konspirasi ini merupakan hasil perbuatan istri tercinta samrat, Dharma.” Dharma tertegun dan menjatuhkan piring aarti yang di pegangnya. Ashok terkejut dan bertanya dengan heran, “ma…ma, apa yang terjadi padamu?” Dharma terlihat gugup. Ashok berkata kalau dirinya harus pergi menemui Samrat. Dan hendak beranjak pergi ketika Dharma berkata, “jaga dia, jangan biarkan dia patah hati.” Ashok menoleh pada Dharma dan mengangguk.
Bindu datang menemui patung Dharma dan berkata, “kenapa kau lakukan semua ini Dharma? Kenapa kau tidak menemuiku kalau kau masih hidup? kenapa kau bersembunyi? Apa masalahnya? Kenapa kau tidak mau menemuiku? Kau tidak tahu apa yang ku tanggung selama bertahun-tahun tanpa mu. Jika kau ada di sini bersamakju maka di pengadilan tak ada orang yang berani menudingmu. Aku tak berdaya meski aku tahu kalau kau suci dan tak bersalah. Aku tidak bisa membelamu. Maafkan aku!” Bindu terduduk di depan patung Dharma dengan suara sedih setengah menangis dia berkata, “maafkan aku Dharma!” Ketika Bindu mengangkat wajahnya, dia melihat patung Dharma hidup. Bindu terpana menatapnya. Patung Dharma turuin menghampiri Bindu, dia tersenyum. Keduanya saling berpandangan. Dharma berkata, “yang paling bagiku adalah apa yang kau pikirkan tentang aku. Kalau anda tidak meragukan aku, maka aku akan baik-baik saja. Anda juga tidak perlu memikirkan apa yang di pikirkan orang tentang aku.” Bindu menyahut, “pertanyaan-pertanyaan itu muncul di pengadilan. AKu harus menjawab mereka suatu saat nanti dan aku tidak punya bukti yang dapat membuktikan ke tidakbersalahanmu.” Dharma tersenyum dan berkata, “kepercayaan tidak butuh bukti. Jika harus di buktikan maka tidak ada kepercayaan.” Bindu tertunduk mendengar kata-kata Dharma. Saat dia mengangkat wajahnya lagi, sosok patung Dharma yang bicara padanya sudah lenyap dan menjadi patung lagi di tempatnya semula berdiri. Bindu menatap patung Dharma dengan tatapan kecewa lalu beranjak pergi.
Radhagupat memprotes Chanakya karena diam saja saat Dharma di pertanyakan, “samrat terlihat terluka dan kita semua tahu kebenarannya. Lalu kenapa anda tidak memihak dewi Dharma? Jika anda mengatakan yang sebenarnya, maka semuanya akan menjadi jelas. Mengapa anda hanya diam saja achari?” Chanakya menjawab, “aku mengambil langkah untuk melindungi Magadha. Aku menragukan persekutuan Khorasan dan Yunani, tapi melihat bagaimana mereka menjadikan dewi Dharma sebagai pengkhianat, itu membuktikan kalau mereka telah bersekutu. Aku bisa mengatakan kalau Dharma masih hidup dan ada bersamaku. Tapi kemudian banya pertanyaan akan muncul mengapa aku menjauhkannya dari suaminya. Jawabannya adalah karena Ashok. Dan jika aku menyebut nama Ashok maka mereka akan bertanya kenapa aku menyembunyikan kebenaran. Begitu kebenarannya di ketahui hidup Ashok akan berada dalam bahaya. Kita harus mencoba memahami situasi. Dewi Helena setelah membunuh anaknya telah menjadi begitu agung, tidak hanya di mata rakyat tapi juga di mata samrat Bindusara. Dia telah menjadi seorang Dewi.”
BIndu sedang menangis di kamarnya ketika helena datang. Dia cepat=-cepat menghapus airmatanya dan menyambut Helena. Helena menghampirinya dan berkata, “kau tak perlu menyembunyikan kesedihanmu dari ku. Sangat sulit mendengarkan hal buruk tentang orang yang kau kasihi. Cintamu tidak akan berkurang padanya karena semua ini. Bagaimana mungkin seorang wanita membunuh begitu banyak orang yang tidak bersalah untuk membalas dendam? Keluargamu bisa saja terbunuh dalam semua ini.” Bindu sangsi, “tidak ma, dia tidak mungkin melakukan hal seperti ini. kekerasan tidak akan menjadi jalannya. bahkan setelah bertahun-tahun dia tdak mungkin meninggalkan jalannya.” Helena menghasut Bindu, “aku mengenal wanita lebih dari dirimu. Ketika harga diri seorang wanita dan miliknya di rampas maka dia bisa melakukan apapun. Mungkin dia tidak datang untuk balas dendam, tapi dia melihat kebahagiaanmu bersama istri dan anak-anakmu dan dia tidak bisa menerima. Kau boleh tidak percaya padaku. Tapi kebenaran selalu pahit. Lihat aku! Aku melahirkan Justin, membesarkannya tapi tidak bisa memahami niatnya. Kau dan aku tidak punya ide tentang apa yang di pikirkannya. Hal yang sama juga di rasakan Dharma. Jika sesuatu terjadi pada Magadha lagi karena ulah Dharma maka Magadha dan Dinasti Maurya tidak akan bisa memaafkanmu. Bukan Dharma, tapi dharmamu yang lebih penting. Lindungi negerimu. Ini yang kulakukan dan kau sebaiknya tidak menyia-nyiakan pengorbanaku.” Setelah berkata begitu Helena pergi meninggalkan Bindu yang terhasut omongannya.
Bindu kembali mendatangi patung Dharma dengan wajah geram menahan marah. kata-kata Niharika dan Helena kembali terngiang di telinganya. Dengan marah Bindu menghunus pedangnya, lalu melangkah mendekati patung Dharma. Dengan sekuat tenaga dan amarah, Bindu menyerang patung dharma berkali-kali hingga tanganya berdarah. Setelah merasa letih, Bindu membuang pedangnya ke lantai dan menggenggam tangannya yang berdarah. Dia dengan wajah murka meninggalkan patung Dharma. Yang segera retak dan hancur berkeping-keping.
Prajurit yang melihat Dharma membimbing seorang pelukis untuk membuat sketsa wajahnya. Khorasan datang dan membunuh prajurit itu secara diam-diam. Pelukis yang melihat itu segera kabur ketakutan. Khorasan melangkah perlahan sambil berkata, “sekarang samrat akan percaya kalau Dharma tidak ingin siapapun membuat lukisannya.”
Bindu sedang duduk termenung di tepi tempat tidurnya. Ashok menemuinya. Dia terkejut saat melihat tangan Bindu berdarah. Ashok bergegas menghampirinya dengan cemas, “samrat, apa yang terjadi?” Ashok cepat mengambil p3k untuk mengobati luka Samrat. Dia membersihkan luka itu, mengobatinya dan membalutnya dengans angat cekatan. Samrat memberitahu Ashok kalau dia telah membunuh patung itu, “aku berdoa padanya sebagai dharmaku. Aku menghancurkannya. AKu membuatnya dengan tanganku sendiri dan hari ini dengan tangan ini aku telah menghancurkannya.” Ashok menyella, “kalau hati anda mengatakan kalau dia tidak bersalah maka jangan pikirkan tentang orang lain.” Bindu menyahut, “sayangnya aku adalah Samrat. AKu harus menjalankan kewajibanku. Aku harus bersikap netral dan tidak bias. bagaimana kalau aku tidak bisa memenuhi kewajibanku? apa yang akan di pelajari orang dari aku? Tidak seorangpun yang akan menerima keadilanku. Dharma harus keluar sehingga kau bisa dapat memberikan jawaban.” Ashok berkata kalau dirinya bisa membantu Bindu untuk menemukan Dharma. Pelukis datang menemui Bindusara dan memberitahu kalau sebelum dia menyelesaikan lukisannya, seseorang telah membunuh si parjurit. Ashok dan Bindu terkejut mendengarnya…. Sinopsis Ashoka Samrat episode 129 by Meylest