Sinopsis Ashoka Samrat episode 120 by Sally Diandra

Sinopsis Ashoka Samrat episode 120 by Sally Diandra. Justin akhirnya mati ditangan ibunya sendiri, Noor tidak bisa melihat semua ini, Helena terduduk lemas di sebelah mayat Justin dan menangisi kematian anak semata wayangnya itu, Helena meraba wajah Justin dan melihat darah Justin ada di tangannya dan menangis lagi, Nicator menghampirinya dengan mata berkaca kaca dan sedih, dia menatap ke arah Bindusara, ditempatnya berdiri Ashoka menghela nafas sambil memegang dadanya, kemudian Nicator membantu Helena untuk berdiri dan pergi dari sana, sementara itu Chanakya menatap tajam kearah mereka dan berkata dalam hati “Aku tidak bisa percaya ketika ada seseorang yang bisa begitu keji dan tidak mempunyai hati, untuk menyelamatkan dirinya, dia rela membunuh anak kandungnya sendiri, aku telah melihat banyak musuh selama ini tapi tidak pernah melihat seorang musuh yang mempunyai pemikiran seperti ini” bathin Chanakya heran.

Setelah mayat Raja Jiraj dan Justin di bawa dari tempat eksekusi, para pelayan mulai membersihkan tempat eksekusi tersebut dengan air, Ashoka melihat banyak darah yang harus dibersihkan oleh para pelayan, berkali kali mereka menuangkan air untuk membersihkan tempat tersebut tapi berkali kali pula darah yang membekas di tempat itu tidak hilang juga, Ashoka sedih melihatnya dan pergi berlalu dari sana. Pada saat yang sama dari dalam istana Bindusara juga sedang melihat ke tempat eksekusi tersebut melalui jendela di ruangannya, Subhrasi menemuinya “Dulu aku dan Justin sering berlari lari bersama disini, aku tidak pernah menyadari apa yang kami rindukan” ujar Bindusara sedih “Samrat, kamu harus tenang dan sabar” Subhrasi berusaha menenangkan suaminya, tak lama kemudian Khalatak datang dan menghampiri mereka dan berkata “Ada satu permasalahan, Samrat ,,, kita harus segera pergi ke ruang sidang sekarang” Bindusara setuju dan menganggukkan kepalanya.

Ashoka samrat coverDi kamar Helena, Helena melihat darah Justin masih membekas di tangannya dan menjatuhkan baskom yang berisi air yang disediakan oleh pelayannya untuk membersihkan tangannya itu “Aku tidak mau membersihkannya ! Ini adalah memory terakhir dari anakku Justin ! Lihat ini ! Lihat ini ! Lihat ini ! Aku tidak mau membersihkannya !” ujar Helena sambil menunjukkan tangannya yang bersimbah darah pada para pelayannya “Keluar semua !” semua orang terperangah ketika mendengar suara Noor yang meminta semua pelayan Helena untuk keluar dari kamar Helena, Noor menghampiri Helena dengan membawa kain putih di tangannya, Noor melihat darah Justin yang bersimbah di tangan Helena, Noor menyuruh Helena untuk duduk kemudian dipegangnya tangan Helena dan di tempelkan tangan Helena yang bersimbah darah Justin itu di kain putih yang di bawanya sehingga membekas gambar tangannya disana dan berkata “Kenangan terakhir tentang anakmu tidak akan bisa terenggut dari kamu sekarang” kemudian kain putih itu diberikannya pada Helena dan berkata “Ada satu lagi kenangan tentang Justin yaitu seseorang yang mempunyai darah Justin, apapun yang kita lakukan pada orang orang ini, mereka tidak akan menerima kita, mereka berfikir kalau kita adalah orang asing, kita harus melindunginya !” Helena hanya diam mendengarkan ucapan Noor

Ashoka segera memeluk ibunya begitu bertemu dengan Dharma dibalai pengobatan “Ibu tidak menginginkan kamu melihatnya, Ashoka”, “Sesuatu akan berubah jika kita tidak melihatnya, ibu ,,, dunia macam apa ini ? Saudara adalah musuh saudaranya yang lain dan ingin membunuh seluruh keluarga kerajaan dan seorang ibu membunuh anak kandungnya sendiri, mereka tidak mempunyai sisi kemanusiaan sama sekali” ujar Ashoka sedih “Inilah permainan untuk mendapatkan sebuah mahkota, tidaklah mudah untuk menjadi seorang Samrat” ujar Dharma “Ibu tahu ketika jenazah mereka di bawa dari tempat eksekusi, semua orang membicarakan apa yang akan terjadi pada jenazah mereka ? Semua orang berfikir bahwa upacara pemakaman terakhir mereka seharusnya tidak usah dilakukan, mereka telah dibunuh, mereka telah mendapatkan kematian lalu bagaimana bisa orang orang itu begitu acuh dan dingin, hukuman telah menghentikan kejahatan dan hukuman ini telah diberikan sebelumnya juga tapi apakah kejahatannya berhenti ? Saat ini adalah saatnya revolusi / perubahan, kenapa semua orang terdiam ?” ujar Ashoka sedih “Karena kamu harus mempunyai keberanian untuk berdiri sendiri dan percaya diri untuk mencapai tujuanmu” ujar Dharma

Di ruang sidang, Bindusara sedang berkumpul dengan orang orang kepercayaannya termasuk Sushima “Samrat, sesuai dengan ritual yang biasa kita lakukan kepala sang penghianat akan di pertontonkan di pasar tapi pangeran Justin adalah seorang Maurya dan dia berasal dari anggota keluarga kerajaan dan ada sebuah ritual dimana mereka harus memberikan penghormatan terakhir di upacara pemakamannya” ujar perdana menteri Khalatak “Itu adalah ritual kuno dan kita telah mengikutinya selama beberapa tahun, pikirkan jika kita tidak melakukan upacara pemakaman yang terakhir untuk pangeran Justin maka apa yang akan terjadi pada ibu suri Helena ? Dia telah memberikan contoh dengan membunuhnya jadi tidakkah kita telah memberikan padanya begitu banyak ?” sela Sushima “Aku menghargai emosinya tapi jika kita melakukan upacara pemakaman yang terakhir untuk Justin maka kita harus melakukannya pada Raja Jiraj juga karena mereka telah melakukan kejahatan yang sama dan jika kita melakukan untuk keduanya maka kita akan memberikan penghormatan yang sama untuk setiap penghianat di masa mendatang” ujar Khurasan, Bindusara nampak memikirkan hal ini.

Ahenkara sedang menangis dikamarnya, Ahekara merindukan ibunya, berkali kali di panggilnya nama ibunya sambil menangis sedih, tiba tiba sebuah panah masuk ke dalam kamarnya dan menancap pada sebuah kursi, Ahenkara kaget, ketika didekati panah tersebut, Ahenkara menemukan sebuah surat yang digulung dibatang anak panah, Ahenkara segera mengambilnya dan membacanya, Ahenkara terkejut “Ibu akan datang untuk membawa aku ?”

Diruang sidang, semua orang masih berfikir bagaimana caranya memperlakukan jenazah para penghianat “Jika kamu memberikan penghormatan pada mereka maka rakyatmu akan berkata bahwa Samrat Bindusara menentang peraturan yang berlaku untuk memenuhi perasaan bersalahnya” ujar Khurasan lagi “Itu tidak menjadi masalah siapa yang memikirkan apa, semua orang tahu bahwa hasil dari melawan keluarga kerajaan sekarang, tidak ada seorangpun yang berani untuk mengatakan sesuatu yang menentang Samrat Bindusara, Samrat bisa berbuat apa yang dia inginkan” sela Sushima “Samrat, kamu harus mengambil keputusan” pinta perdana menteri Khalatak “Sebelum Samrat Bindusara mengambil keputusannya, aku ingin mengatakan sesuatu” tiba tiba Ashoka hadir di ruang sidang di tengah tengah mereka “Kamu tidak bisa menghentikan diskusi sidang ini dengan cara seperti ini !” sela Sushima kesal “Samrat, aku hanya mempunyai tiga pertanyaan, kamu akan mendapatkan jawabannya sambil menjawabnya” semua orang terperangah melihat keberanian Ashoka “Teruskan !” ujar Bindusara “Jika kamu harus meletakkan batu bara yang membara di tanganmu untuk menunjukkan kekuatanmu pada musuhmu maka siapa yang akan pertama kali kamu bakar, apakah dirimu sendiri atau musuhmu ?” semua orang tertegun termasuk Bindusara “Pertanyaan macam apa ini ? Aku akan membakar diriku sendiri tentu saja !” Ashoka tersenyum “Apakah kamu akan memasukan minyak kedalamnya atau air untuk memadamkannya ?”

“Kamu itu aneh !” bentak Sushima kesal, Sushima marah pada Ashoka “Sushima, tenang saja, tidak usah marah” Bindusara mencoba menenangkan Sushima “Air !” jawab Bindusara “Jika ada sebuah lubang dan kamu terjatuh didalamnya maka apakah kamu akan jatuh kedalamnya lagi ?”, “Tidak !” jawab Bindusara tegas, semua orang penasaran dengan pertanyaan Ashoka yang mengandung teka teki “Apakah kamu akan menutupnya agar tidak ada seorangpun yang bisa jatuh lagi ke dalam lubang itu ?”, “Aku akan menutupnya tanpa menunda waktu lagi” Ashoka tersenyum “Terima kasih, pertanyaanku telah selesai”, “Lalu bagaimana dengan jawabanku ?” tanya Bindusara penasaran dengan teka teki Ashoka “Kemarahan itu seperti batu bara yang membara ditanganmu, kamu telah memberikan hukuman pada para penghianat itu maka apa perlunya untuk tetap menahan kemarahan melawan mereka sampai sekarang, jika kamu tidak melakukan upacara pemakaman yang terakhir untuk mereka maka Ujjain dan Yunani akan lebih kesal, itu sama seperti menaruh minyak kedalam api, ketika Chanakya membuat peraturan ini dengan mempertontonkan kepala mereka di pasar pada saat itu situasinya memang diperlukan tapi hari ini ketika penghianatan yang sama terjadi itu artinya hukuman seperti ini tidak berlaku lagi selamanya” semua orang tertegun

“Chanakya, aku bukannya melawan peraturan yang telah kamu buat, aku hanya mengatakan bahwa dengan berlalunya waktu maka orang orang juga harus berubah maka kita seharusnya merubah peraturan juga, kita harus mengatakan pada semua orang bahwa meskipun jika seorang penghianat melakukan kejahatan pada kita, kita tidak akan meninggalkan kebaikan kita, meletakkan kepala mereka di pasar seperti membiarkan lubang itu terus terbuka” semua orang terdiam mendengarkan ucapan Ashoka “Setelah mendengarkan apa yang Ashoka katakan, aku pikir kita memang harus merubah peraturan” Chanakya tersenyum bangga dan segera menyetujui usulan Bindusara “Jadi keputusanku adalah menghentikan ritual mempertontonkan kepala sang penghianat, upacara pemakaman terakhir akan segera dilakukan, mulailah mempersiapkan untuk upacara pemakaman pangeran Justin yang terkahir kali dan kirimlah sebuah surat ke Ujjain dan mintalah pada mereka untuk melakukan upacara pemakaman yang terakhir untuk Raja Jiraj !” ujar Bindusara

Dharma menemui Chanakya yang saat itu sedang merenung di ruangan pribadinya “Chanakya, kamu pasti berfikir bahwa seorang anak kecil bisa merubah pemikiranmu, hari ini anakku telah memilih jalan kedamaian, dia telah menunjukkan jalan yang baru pada semua orang, ini akan menjadi dasar untuk permulaan yang baru, dengan begitu hanya akan ada kedamaian sekarang” Chanakya tersenyum sambil berbalik menghadap ke Dharma “Aku bangga karena aku telah kalah didepan muridku, Ashoka membuktikan hari ini bahwa dia pantas menjadi seorang Samrat, hanya dia satu satunya yang pantas untuk mendapatkannya” Dharma menyeringai senang “Apapun yang terjadi di hari ini, aku fikir bahwa ini adalah saat yang tidak tepat untuk mengatakan pada Ashoka siapa ayahnya yang sebenarnya”, “Aku telah berjanji ketika para penghianat itu telah dihukum maka aku akan mempertemukan Ashoka dengan ayahnya tapi aku setuju denganmu bahwa saat ini bukan saat yang tepat tapi jika Ashoka mulai mencari tahu tentang ayahnya maka aku tidak akan bisa untuk menghentikannya !” ujar Chanakya. Sinopsis Ashoka Samrat episode 121 by Sally Diandra