Sinopsis Ashoka Samrat episode 36 by Jonathan Bay.

Sinopsis Ashoka Samrat episode 36 by Jonathan Bay. Dharma menghampiri Chanakya dan radhagupa sambil berkata, “..aku mengkhawatirkan anakku. Aku tahu apa yang telah dia lalui, karena itu aku ingin dia tahu kalau aku masih hidup. Aku tidak bisa menyakitinya dengan tetap bersembunyi dan bermain-main dengan perasaannya.” Chanakya dan Radhagupta sempat terkejut rencananya di ketahui Dharma. Tapi mendengar dharma berkata begitu, Chanakya pun menyahut, “anda telah bermain dengan perasaannya, Dewi. Anda membuat dia jauh dari ayahnya. Anda membuat dia merasakan kebencian pada ayahnya.” Dharma menjawab kalau dirinya akan meralat semua kesalahan itu, “aku akan memberitahu samrat bahwa aku masih hidup, dan Ashoka adalah anaknya.” Chanakya dengan cepat berkata, “itu akan membuat hidup Ashok berada dalam bahaya.” Dharma balas menyeka, “tidak bisakan seorang samrat melindungi putranya? Tidak aa yang pasti dalam hidup ini. Tapi kehidupan yang kita punya ini, harus kita jalani dengan kebahaggiaan dan kedamaian. Aku ibunya Ashok dan aku punya hak untuk mengambil keputusan untuknya. Bisakah anda katakan di mana dia? AKu akan menemuinya sendiri.” Chanakya mengangguk dan berkata, “akan kukatakan padamu, dewi.”

Justin sedang mabuk, dia mendatangi kamar Noor. Noor menariknya masuk dan segera menutup pintu. Helena melihat semua itu. Noor membantu Justin berjalan ke tempat tidur dan bertanya, “Justin, kenapa kau minum anggur begitu banyak?” Justin tertawa dan coba memeluk Noor sambil berkata, “kau terlihat sangat cantik Noor.” Noor coba menghindar dan mendorong Justin, keduanya terjatuh di tempat tidur. Justin berbaring dan Noor duduk di sampingnya. Noor dengan sedikit kesal bertanya, “pernahkah kau melihat hatiku? kau hanya melihat tubuhku saja……” Justin bangkit dari berbaringnya dan menutup bibir Noor dengan jari teunjuknya, “Sttt….jangan katakan apapun lagi. Hari ini, aku ingin mencintaimu..” Justin membelai pipi Noor dan menatapnya engan mesra.

ashoka samrat 36Charu memberitahu Sushim tentang Bindu dan Ashok. Sushim sangat marah, dia menendang barang-barang sambil mengomel, “aku tidak tahu apa yang di lihat ayah pada Ashok sampai beliau peri mencarinya. Tidakkah beliau melihat aku terluka melihatnya bersama Ashok? Mengapa beliau melakukan itu?” Charu berkata kalau yang bisa menjawab pertanyaan Sushim cuma Bindusara saja, “kau harus memenangi hatinya. Kau harus menunjukan padanya, bahwa yang ia cintai, kau mencintainya juga. Kau harus menjadi bayangannya. Pergilah ke Vaan dan menangi kepercayaannya, maka kau bisa berbuat apa saja.” Sushim menjawaba, “aku akan pergi ke Vaan pasti akan membawa ayah kembali.”

Ashok menunjukan berbagai jenis akar herbal pada Bindu. Bindu memmuji pengetahuan Ashok tentang tanaman herbal. Ashok berkata kalau Dharma membuat dirinya mempelajari segala sesuatu, “mungkin dia tahu akan pergi meninggalkan aku.” Bindu melihat kesedihan Ashok dan mencoba mengalihkan perhatiannya dengan mengajaknya makan siang. Ashok setuju.

Chanakya berdiri tak jauh dari rumah Ashok. Chanakya bertanya pada darma, apakah setelah dia memberitahu yang sebenarnya, Ashok akan dapat menerima kenyataan kalau Bindu adalah ayahnya? Dharma terlihat ragu, tapi dia lalu melangkah mendekati ke rumah. Radhagupta meminta Chanakya menghentikan Dharma. Tapi Chanakya menggeleng, “tidak. Aku hanya ingin menjadi saksi saja hari ini, aku hanya ingin melihat bagaimana masa depan India, dan apapun itu, aku akan menerimanya.”

Bindu dan Ashok duduk berhadapan untuk menikmati makan siang. Bindu mengambilkan makanan untuk Ashok. Ashok bertanya pada Bindu kapan dia menikmati makanan terbaik dalam hidupnya? Dharma mengintip mereka dari balik pintu. Dia terharu melihat Bindu dan Ashok berbincang-bincang dengan akrab. Bindu bercerita pada Ashok, kalau beberapa tahun yang lalu ketika dia terluka seseorang menyelamatkannya, itu adalah saat-saat paling indah dalam hidupnya, “aku tidak pernah bisa menikmati makanan senikmat itu.” Ashok dengan bangga berkata kalau ibunya bisa membuat makanan terbaik di dunia. Bindu menyela, “obat yang di buatnya juga lezat.” Ashok dengan bercanda berkata kalau Bindu belum pernah meminum Kandha buatan ibunya, “obat itu sangat pahit, aku sering melarikan diri setiap kali dia menyuruhku meminumnya.” Keduanya tersenyum. Ashok sedih mengingat itu semua, dia berguman, “aku tidak pernah berpikir kalau aku akan merindukan kasih sayang di balik kandha itu.” Dharma mendengar semua pembicaraan itu dari balik pintu. Pintu yang di pegang Dharma berderit.  Ashok yang akan menyuapkan makanan ke mulutnya segera menoleh, begitu pula Bindu. Ashok berpikir kalau itu ibunya, “ma!” Dharma melihat Khorasan datang, segera menyembunyikan diri. Ashok dan Bindu bergegas keluar, tapi tak menemukan siapapun. Dharma sudah menyembunyikan diri di balik semak-semak. Lama Bindu dan Ashok berdiri di luar sambil menatap sekeliling. Dharma mengintip mereka dari semak-semak. Tak menemukan siapapun, Bindu dan dan Ashok kembali kedalam rumah.

Khorasan dan prajurit datang. Mereka berdua hendak menghadap Bindu. Sebelum masuk Khorasan berkat pada si prajurit, “hari kau akan percaya kalau Samrat tidak pernah bilang tidak padaku.” Prajurit membalas, “ketika samrat tahu anda akan menghukumku karena mempertanyakan tindakan anda, lalu apa yang akan anda lakukan?” Keduanya saling bertatapan, lalu sama-sama pergi menemui Samrat. Dharma melihatnya dari balik semak.

Khorasan memberitahu Bindusara kalau senopati tidak mengikuti perintahnya, “kia tidak membutuhkan yang seperti dia.” Senopati membenarkan laporan Khorasan, “saya tidak menuruti perintahnya karena dia menganggu pekerjaan saya.” Khorasan menjawab, “sebagai kepala angkatan perang sudah tugasku untuk melihat segalanya, jika seseorang menunjuk jari dan meragukan kesetiaanku, maka aku tidak membutuhkan orang seperti itu di pasukanku.” Bindu membenarkan Khorasan, “kau salah karena telah melawan Khorasan. Jika aku memaafkanmu, itu tidak akan memberi kesan yang baik paa prajurit lain. Maka aku terpaksa memecatmu dari angkatan perang Magadha.” Prajurit yang berpangkat senopati itu terlihat kaget dan terpaksa pergi dari hadapan Bindu. Khorasan mengucapkan terima kasih karena Bindu telah mempercayainya. Ashok memprotes Bindu di hadapan Khorasan karena tidak memberi kesempatan pada prajurit itu mengatakan pendapatnya. Bindua menatap Ashok. Khorasan pun melirik Ashok tanpa komentar, dia pamitan pada Bindu. Bindu mengangguk. Sebelum pergi Khorasan sempat melirik Ashok. Begitu tiba di luar rumah, Khorasan segera menaiki kudanya dan peri. Dharma mengintipnya dari balik semak.

Sepeninggal Khorasan Ashok melanjutkan protesnya, “samrat, mungkin saja apa yang di lakukan senopati itu benar.” Bindu setuju, “bisa jadi Khorasan yang salah, tetapi kepala pasukan serti seorang ayah, ayah bisa melakukan kesalahan tetapi jika aku menghukum kepala tentara maka semua akan mengambil keuntungan dari itu.  Hal seperi ini akan menciptakan kekacauan dalam pasukan.” Tiba-tiba Ashok teringat Dharma, dia terdiam. Bindu bertanya, “kenapa?” Ashok menjawab kalau dia ingin menguhukum ayahnya., “aku sudah memberitahu anda sebelumnya kalau aku hanya punya kebencian pada ayahku dan aku akan menghukumnya. Bahkan jika ibu mengatakan padaku kalau dia jujur, aku tak akan mempercayainya. Dia meninggalkan ibuku dan aku. Di alrai dari tanggung jawabnya. Aku terkadang berpikir ayah seperti apa dia, sampai dia meninggalkan aku bahkan sebelum aku di lahirkan. Hingga ibuku harus menderita karena membesarkan aku sendirian….” Bindu terdiam sejenak lalau berkata, “Ashok, kau tahu kenapa wanita sangat hebat? Karena mereka mau berkorban dan punya kekuatan untuk mensuport keluarganya. Kita pria ..tidak punya kekuatan seperti mereka. Kita berhutang pada mereka. Kita merasa mampu melakukan apapun, kita punya ego yangs angat besar karena  itu kita mengambil banyak tanggung jawab tapi tak bisa memenuhinya. Kita tidak berpikir betapa kita telah menyakiti orang lain. Kita tidak punya keberanian untuk menerima kesalahan dan ketika menyadarinya, kita sudah terlambat.  Aku telah melakukan kesalahan yang sama sekali, tapi sepertinya sudah nasibku dia tidak hidup untuk memberikan maafnya. Jika dia masih hidup, maka aku akan meletakan kepalaku di atas kakinya.” Ashok tercengah, “aku tidak percaya anda melakukan kesalahan seperti itu. Ini menyakitiku.” Bindu meminta maaf. Ashok bertanya, “dengan meminta maaf apakah dia akan kembali? Masa kecilku tidak akan kembali jika ayahku datang dan meminta maaf. Haruskan aku memaafkan ayahku yang menurutku adalah seorang pengecut? Suka mementingkan diri sendiri?” Bindu menyahut kalau dirinya tidak bermaksud begitu, “aku hanya mengatakan kalau aku punya kesempatan aku akan menceritakan kisahku padanya juga. Akan ku katakan kenapa aku tidak bisa datang padanya. Bahkan jika =dia tak mau mengerti, aku merasa tenang karena telah mengatakan yang sebenarnya.” Ashok dengan nada menuduh berkata, “anda masih memikirkan ketenangan hati anda? Aku melihat bagaimana ibu menderita, anda tidak akan bisa membayangkan rasa sakit yang di deritanya.” Bindu berkata kalau dirinya tahu, “aku sudah bicara dengan ibumu. Meninggalkan wanita sehebat dia, pasti hanya ada 2 alasan bagi pria itu. Entah karena dia di paksa pergi atau dia orang yang tidak baik di masyarakat.” Ashok memjawab kalau ayahnya orang yang paling buruk sedunia, “dan jika anda ingin kita bersahabat, jangan memihak padanya.”

Dharma mendengarkan semua pembicaran itu dan berpikir, “aku tidak punya keberanian untuk memberitahumu Ashok, setelah mendengar ini. Aku takut bahwa kau akan kehilangan persahabatanmu dengan yang mulia kalau kau tahu yang sebenarnya.” Dharma dengan berat hati kemudian pergi dari persembunyiannya sambil mennagis. Khorasan datang dan menghentikannya. Dharma terkejut…..Sinopsis Ashoka Samrat episode 37 by Jonathan Bay