Sinopsis Ashoka Samrat episode 34 by Jonathan Bay.

Sinopsis Ashoka Samrat episode 34 by Jonathan Bay. Melihat apa yang dilakukan Ashok, dengan tak sabar Khorasan berkata, “ini bukan ibumu, tapi sepotong batu.” Ashok dengan geram bertanya, “apa yang anda katakan?” Khorasan berkata, “ibumu sudah mati dan kau sudah gila!” Ashok dengan marah menguncang tubuh Khorasan, “beraninya anda menyebut ibuku batu?” Bindu memisahkan Ashok dari khorasan dan memintanya agar sadar. Ashok dengan marah berkata yang harus sadar adalah Khorasan, “kenapa semua orang mengatakan ibuku sudah mati? Tidakkah kalian lihat dia duduk di sini? Kalian menyebutnya batu?” Bindu menyuruh Khorasan keluar. Khorasan dengan perasaan tak terima bertanya, “anda menyuruh aku pergi karena anak ini?” Bindu meminta Khorasan agar menuruti perintahnya. Khorasan pergi dengan kesal. Ashok meneriaki Khorasan dan melarangnya kembali kerumahnya lagi.

Melihat itu, Bindu menegur Ashok, “kelakuan seperti apa ini Ashok? Kelakuan seperti ini tidak bisa di terima.” Ashok dengan kesal memprotes, “dia menyebut ibuku batu, apakah bisa di terima?” Bindu menjawab, “ya, karena itu sebenarnya. Kau sudah mulai percaya kalau batu itu ibumu. Pernahkah dia bicara padamu? Pernahkan dia membalas sapaanmu? Tidak bukan? karena ini hanyalah sebuah batu..” Ashok masih tidak terima dan berkata kalau semua orang telah buta, “tak dapatkan anda melihat dia? Bagaimana anda tidak bisa melihat kalau itu ibuku dan bukan batu?” Bindu dengan sedikit emosi menarik keluar pedangnya dan menghantam batu itu hinga pecah berkeping-keping. Ashok terkesiap, tak percaya kalau Bindu akan melakukan itu pada ibunya.  Airmata berlinang di pipinya. Bindu menatap Ashok menunggu reaksinya.

Sinopsis Ashoka SamratAshok sambil menangis menghampiri Bindu dan menguncang tubuhnya dengan putus asa, “ini..ini apa yang anda lakukan? Aku hanya punya ibu dalam hidupku dan hari ini anda merampasnya juga. Pertama ayahku yang di rampas, kini ibuku juga di ambil dariku. Dia menyelamatkan nyawa anda dan ini balasan anda padanya?” Khorasan mendengarkan teriakan histeris Ashok dari luar dengan kesal. Sedangkan Bindu dia hanya diam saja mendengar keluhan Ashok. Ashok berkata, “…aku kehilangan kepercayaan pada dewa. Tapi memiliki sedikit kepercayaan pada anda dan hari ini anda menghancurkan kepercayaan itu juga. Aku hanya punya ibu..dan anda mengambilnya dariku.” Ashok dengan nada putus asa mengulang kata-katanya sendiri, “sekarang aku sendirian, samrat… sekarang aku seorang diri…” lalu dia tersedu-sedu di dada Bindusara. Bindu memeluknya dan membelai rambutnya, “kau menyimpan airmata ini selama beberapa hari…. biarkan mereka keluar. Menangisnya..”

Khurasan dengan termangu-mangu menunggu Bindu di luar pondok Ashok. Prajurit yang menemaninya mengajaknya pergi. Tapi Khorasan menolak, dia bahkan memarahi prajurit itu  karena berani menyuruh dirinya. Dia kemudian menyuruh prajurit itu meninggalkan dirinya.

Radhagupta memberitahu Chanakya kalau Helena hilang saat di mandir. Chanakya tidak terlihat terkejut, dia berkata, “dewi Helena telah mengambil resiko yang sangat besar. Itu artinya dia sedang merencanakan konspirasi yang sangat besar pula. Kita harus menemukan Nirjara….” Seorang prajurit memberitahu Chanakya kalau Nirjara berhasil kabur dari rumah itu. Chanakya memberi perintah, “…dia pasti akan merasa lapar dan haus dalam pelariannya..” Chanakya menyuruh prajurit itu membawa teman-temannya ke sungai. Chanakya yakin dia akan menemukan Nirjara di sana, “aku akan menyusulmu dengan segera..”

Helena dan Nikator menemui Raja Ujjain. Mereka di biarkan berdiri sementara raja ujjain duduk nyaman di tahtanya. Melihat itu Helena menyindirnya, “aku tidak tahu kalau Raja Ujjain bahkan tidak menyediakan tempat duduk untuk bangsawan.” Raja Ujjain menjawab kalau dirinya memberi hormat pada para bangsawan, tapi bukan orang yang datang menemuinya secara diam-diam. Helena mengingatkan raja Ujjain kalau dirinya adalah seorang ratu. Raja Ujjain tidak gentar, dia bahkan mengancam akan membunuh mereka berdua dan tak ada seorangpun yang akan menyalahkan dirinya. Helena tersenyum sinis, “anda tidak akan melakukan itu, karena anda juga ingin mendengarkan tawaran ku.” Untuk pertama kalinya raja Ujjain setuju dengan ucapan Helena, “anda benar. Kakak ku di bunuh oleh dinasti Maurya dan Samrat Bindusara memberiku tahta Ujjain. Yang aku ingin tahu adalah kenapa Ratu Helena ingin aku membalas dendam pada samrat Bindusara atas kematian kakakku?”  Helena mengatakan kalau dia ingin raja Ujjain membantunya membunuh semua keturunan Dinasti Maurya, “aku akan mengumumkan pernikahan Justin dengan keponakan anda. Mereka akan datang ke sini, lalu anda akan menghabisi seluruh Dinasti Maurya.” Raja Ujjain tertegun mendengar rencana Helena.

Justin sedang berlatih dengan Siamak ketika Sushim datang dan mengejeknya, “anda suka bermain dengan anak-anak kecil.” Justin menyahut, “aku tidak tertarik untuk mengalahkanmu.” Sushim balas mengejek Justin, “anda takut aku mengalahkan anda?” Mendengar ejekan itu, Justin menjadi marah. Dia melemparkan pedangnya pada Sushim. Sushim menangkap pedang itu dan menatap Justin dengan tatapan menantang.

Raja Ujjain bangkit dari tempat duduknya sambil berteriak, “apakah anda sudah gila? Pasukan Magadha sangat kuat. Kita tak bisa melawan mereka.” Nikator berkata kalau raja Ujjain harus berpikir luas kalau ingin mencapai sesuatu, “ketika keluarga Maurya datang kesini untuk menghadiri pernikahan, pasukanku akan melemahkan kekuatan di Magadha. Di sini, anda harus membunuh semua orang kecuali Justin. Dengan begitu hanya dia saja yang  hidup dan akan menjadi Samrat di Magadha dan keponakanmu akan menjadi ratunya.” Raja Ujjain bertanya, “bagaimana kalau kita gagal?” Nikator balik bertanya, “bagaimana kalau kita sukses? Ini kesempatan kita.” Helena menyakinkan raja Ujjain kalau ingin sukses, mereka harus bersatu. Raja Ujjain akhirnya mengangguk setuju.

Sushim menatap pedang di tanganya. Justin mengambil pedang yang lain. Pertarungan pun di mulai. Deegan mudah Justin menjatuhkan Sushim. Sushim terkapar di tanah dengan masih memegang pedang. Justin mengulurkan tanganya hendak membantu Sushim bangkit. Sushim mengulurkan tangannya yang memegang pedang dan dengan sengaja melukai tangan Justin. Siamak terkejut melihat itu. Justin menatap Sushim dengan sedikit kesal. Sushim cepat-cepat berdiri dan meminta maaf, “maafkan aku, paman. AKu tidak bermaksud melukaimu. Maafkan aku…!” Justin dengan terpaksa mengangguk. Sushim meninggalkan arena sambil menyerigai senang.

Sambil memijit kepala Noor, pelayan meminta Noor agar menyelidiki apakah Charumitra melakukan sihir hitam padanya. Untuk mengetahuinya hanya bisa di lakukan dengan sihir hitam juga. Noor membentak pelayan, “kau gila? Tidak ada yang boleh melakukan sihir hitam di Magadha selain Samrat, itupun hanya di tujukan pada musuhnya saja.” Dasi membujuk, “kalau kita bisa menangkap maharani Charumitra, kita bisa membuktikan kalau dia melakukan sihir.” Mendengar itu Noor tersenyum, dia setuju dan menyuruh pelayan melakukan apapun yang ingin di lakukannya. Dari balik pilar, pelayan Charumitra mendengarkan pembicaraan itu.

Justin sedang berlatih dengan seorang prajurit yang tangguh. Justin berhasil mengalahkan prajurit itu. Dia terlihat senang. Helena datang sambil bertepuk tangan. Justin kesal melihatnya. Helena bertanya, “apakah kau tidak bahagia melihat aku telah kembali?” Justin menjawab, “aku lebih senang kalau anda berpamitan padaku sebelum pergi. Anda pergi menemui raja Ujjain tanpa mengajak aku.” Helena memberi alasan kalau dirinya pergi menemui Ujjain bersama dirinya, Chanakya akan menaruh kecurigaan pada mereka, “yang penting rencana kita sukses. Raja ujjain bersedia membantu kita. Kau cari tahu kemana perginya samrat Bindusara. Kalau Chanakya mengirimnya pergi, pasti ada alasan di belakangnya. Cari tahu tentang dia.” Justin protes, “anda tidak memberitahu aku rencanamu matera?” Helena menyuruh Justin tenang, “nanti juga kau akan tahu.”

Setelah menangis, Ashok tertidur. Bindu menungguinya. Dia membelai wajah Ashok penuh kasih sayang. Hingga Ashok tersentak  bangun dan menatap Bindu dengan sedih. Bindu bertanya, “ada apa Ashok?” Ashok memprotes Bindu karena telah menghancurkan patung ibunya, “sekarang harapan kalau ibuku masih hidup hancur juga.” Bindu memberitahu Ashoka kalau dirinya tidak pernah melihat wajah ibunya, “aku kehilangan dia ketika baru lahir. Tapi kasusnya berbeda denganmu. Aku di sini denganmu dan kau tahu apa yang di inginkan ibumu darimu. Mimpi apa yang dia lihat untukmu. Sekarang kau harus mengikutinya dan menjaganya agar tetap hidup. Jangan pernah mengatakan kalau dirimu sendirian. Aku akan selalu bersamamu. Aku akan menjagamu seperti seorang ayah.” Ashok berkata tidak untuk seorang ayah, “aku hanya punya kebencian padanya. Permintaanku padamu adalah jadilah pemanduku, bukan ayahku.” Lalu dia pergi keluar di iringi tatapan tak bingung Bindusara.

Palayan memberitahu Charu kalau Noor akan menyelidiki praktek ilmu hitamnya. Charu memuji pelayan itu karena telah memberitahu dia di saat yang tepat, “aku akan memberimu hadiah.” Lalu mereka segera bergegas meyembunyikan boneka ilmu hitamnya dalam ruang penyimpanan. Pelayan Subhrasi sedang peri ke ruang penyimpanan untuk mengambilkan sesuatu untuk pengeran Drupat. Dia melihat Charu mengulurkan boneka pada pelayannya untuk di simpan. Pelayan Subhrasi terkejut dan berkata, “itu boneka untuk ilmu hitam?” Charumitra terkejut dan menjawab, “bukan Laksmi, ini boneka biasa.” Charu menyuruh laksmi memegang boneka itu. Tapi laksmi tidak mau dan berusaha melarikan diri. Charu dan pelayannya menariknya dan menyudutkannya di depan sebuah jendela. Dengan paksa, Charu menyelipkan boneka itu ke tangan laksmi dan berdua dengan pelayannya mendorong laksmi keluar jendela. Laksmi berteriak untuk terakhir kalinya dan jatuh ke tanah dalam keadaan tak bernyawa. Charu menyerigai licik, “sekarang Noor akan mencurigai Subhrasi, dan aku punya waktu untuk menyempurnakan ritual ilmu hitamku padanya.”

Noor dan pelayannya berjalan menyusuri tembok. Si pelayan memegang jeruk nipis di tangannya. Pelayan memberitahu Noor kalau ada jejak ilmu hitam di kamar Charu, jeruk nipis itu akan berubah menjadi merah. Tapi jeruk itu tidak berubah warna, Noor berkata kalau semua itu omong kosong belaka. Charu datang menemui mereka dan bertanya, “apa yang terjadi?” Noor mencoba menyembuyikan yang sebenarnya dan berkata kalau dia datang untuk bertemu Helena. Lalu terdengar teriakan histeris Subhrasi. Mereka semua segera berlari menghampirinya. Noor menghampiri Subhrasi yang berdiri di dekat mayat si pelayan. Sambil menangis, Subhrasi berkata kalau dia tak tahu bagaimana hal seperti ini bisa terjadi. Noor menenangkan Subrasi. Charu sedikit panik memikirkan tentang boneka yang jatuh bersama si pelayan. Noor berkata, “mungkin dia tidak bahagia dalam hidupnya dan bunuh diri.” Subhrasi menyahut, “tidak. Dia sangat ingin hidup. Akan ada pernikahan dalam keluarganya sebentar lagi.” Charu memberi ide tentang kemungkinan terjadinya kecelakaan, “dia terpeleset dari tempat yang tinggi, lalu jatuh.”

Perdana menteri datang dan memeriksa mayat pelayan, dia berkata kalau ini bukan kecelakaan, “dia telah di bunuh.” Charu bertanya, “siapa yang  melakukan hal seperti itu?” Perdana menteri menjawab, “saya tidak tahu. Tapi ada bekas cakaran di tangannya yang menunjukan kalau dia berkelahi dengan seseorang sebelum terbunuh. Itu artinya seseorang telah melemparkan dia dari jendela.” Perdana menteri melihat kearah jendela yang terbuka di atasnya. Subhrasi dengan sedih berkata kalau pelayan itu telah melayaninya sangat lama, “kalau dia di bunuh, maka temukan siapa yang telah melakukan itu padanya.” Perdana menteri berjanji akan  menyelidikinya dan menangkap pelakunya dengan segera.

Dengan wajah sedih, Ashok duduk seorang diri di bawah pohon besar. Bindu mendatanginya dengan gaya seorang pemabuk, “ashok… oh Ashok….” Ashok tidak menjawab. Bindu mendekati Gul Bhusan dan mengajak Ashok mengendarai kuda. Ashok tak mengubrisnya. Bindu mencoba mengoda Ashok. Ashok tetap tak bergeming. lalu Bindu kembali mendekati Gul Bhusan dan bicara pada kudanya, “Gul Bhusan, Ashok tak mau pergi dengan kita, kalau begitu kau dan aku pergi berkendara.” Ashok hanya menatap saja, tanpa memberikan reaksi apa-apa. Bindu masih dengan gaya pemabuk menaiki Gul Bhusan dengan arah terbalik. Dia mencari-cari kepala Gul Bhusan, tapi hanya menemukan ekornya. Bindu mencoba untuk turun dari kuda tapi kesulitan. Dia berteriak memanggil Ashok agar menolongnya. Ashok yang terheran-heran melihat ulah Bindu segera datang untuk membantunya turun. Dengan khawatir Ashok bertanya, “anda baik-baik saja, Samrat?” Bindu kemudian bertingkah lucu, mengangkat tangan dan mengerakannya seperti sayap kupu-kupu. Melihat itu Ashok tertawa geli. Bindu senang melihat Ashok tertawa. Dia meneruskan tingkahnya. Tawa Ashok semakin lebar. Dia ikut-ikutan bertingkah seperti Bindusara. Keduanya bermain sambil tertawa-tawa. Bindu tersenyum melihat Ashok. Ashok tersadar dan menghentikan tawanya. Rasa sedih kembali menyelimuti hatinya, Ashok menangis pilu dan terjatuh ke tanah sambil berguman sedih, “ma…kau di mana?” Sinopsis Ashoka Samrat episode 35 by Jonathan Bay