Sinopsis Ashoka Samrat episode 27 by Jonathan Bay. Ashok dengan rasa bingung dan sedih keluar dari istana. Dia berjalan gontai di pasar dengan pikiran yang melayang entah kemana. Tiba-tiba dia mendengar suara Dharma memanggilnya…
~”Ashok!” Ashok melihat Dharma berdiri tak jauh di depannya. Dengan wajah gembira Ashok menghampirinya. Tapi Dharma hanya berdiri kaku, tak mau menyambut Ashok. Ketika Ashok tiba di depannya, dia malah hendak melangkah pergi. Ashok menahan lengan Dharma. Dharma melirik Ashok dengan tatapan dingin. Ashok memegang telinganya sambil memasang raut muka memelas. Dharma luruh hatinya, dia menatap Ashok dan tersenyum. Ashok ikut tersenyum. Dharma mengulurkan tangannya menyentuh wajah Ashok. Ashok menduga Dharma akan mengelus pipinya, tapi ternyata Dharma mencubit pipinya. Ashok nyengir kesakitan..~
Bayangan itu kenyap. Ashok menyentuh pipinya yang tidak sakit, pipi di bagian mana Dharma pernah mencubitnya. Kesedihan kembali menaungi matanya. Dengan sedih dia melanjutkan langkahnya. Di suatu tempat, Ashok melihat bambu yang di gunakan untuk menjemur pakaian. Ashok membayangkan dirinya dan Dharma sedang bermain petak umpet diantara kain-kain yang menggantung di jemuran. Dharma mengejarnya, Ashok lari menghindar. Keduanya tertawa-tawa bahagia. Sambil tertawa, Ashok terus berlari seakan-akan Dharma sedang mengejarnya. Padahal sebenarnya dia sedang berlari seorang diri di tengah keramaian. Sambil menoleh Ashok terus berlari. Tiba-tiba tubuhnya menabrak sesuatu dan dia terpelanting ke tanah. Dia masih tertawa bahagia. Namun ketika dia menatap sesosok tubuh yang berdiri di depannya, tawa Ashok hilang, kesadarannya kembali datang. Sushim menatap Ashok dengan tatapan datar. Teman-temannya yang berdiri di belakangnya tersenyum mengejek pada ashok. Orang-orang berdiri terpaku menunggu apa yang akan terjadi. Dengan wajah menahan geram, Ashok berdiri. Sushima menghampirinya. Ashok meliriknya dengan tatapan tak suka. Sushim berkata dengan nada penuh kebencian, “kau mengambil keuntungan dari kebaikan ayahku. Dan ayah masih mempercayaimu. Tapi aku yakin kau dan ibumu menyembunyikan hubungan kalian hanya untuk mengacaukan kerajaan. Aku akan membuktikan itu.” Ashok tak menanggapi ucapan Sushim, dia hanya menatapnya sekilas, lalu berlalu dari hadapannya. Tapi Sushim mengejeknya, “apakah kau takut?” Mendengar itu, Ashok menjadi sangat marah. Jari-jari tanganya tergenggam dan urat-uratnya terlihat tegang. Ashok membalikan badan menatap Sushim. Sushim balas menatapnya dengan sedikit rasa takut. Ashok mengoyangkan telunjuknya sambil berkata dengan suara bergetar menahan marah, “tidak hari ini. Karena aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan hari ini kalau kau mengajakku berkelahi.” Sushim tertegun melihat kemarahan yang mengerikan di wajah Ashok. Dia membiarkan Ashok pergi dari depannya tanpa mengatakan apa-apa.
Di padang Setra, para Achari sedang mengadakan persiapan untuk mengkremasi jasad Dharma. Chanakya datang dan berkata pada Brahmana yang memimpin upacara, “achari, jika anda membutuhkan bantuan apapun, katakan padaku.” Brahmana tua itu menjawab, “jangan khawatir, achari. Kami sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tapi putra Subhadragi tidak menerima kematiannya, lalu siapa yang akan memberikan agni untuknya? Kalau Ashok tidak mau memberikan untuk ibunya, jiwa Subhadragi tidak akan tenang selamanya.” Mendengar kata-kata bramhmana tua itu, Chanakya berpikir.
Ashok mengunjungi mandir Syiwa yang ada di sekolah kerajaan. Pada dewa dia berkata, “engkau mendengar apa yang dikatakan orang-orang tentang ibuku. Samrat, achari semua mengatakan hal yang buruk tentang ibuku. Lalu mengapa engkau tidak melakukan apa-apa? Ibuku selalu berdoa padamu. Dia selalu berkata kalau engkau merasakan rasa sakit umatmu. Lalu kenapa engkau tidak melihat kesakitanku? Kenapa tak kau katakan dimana ibuku? Bagaimana menemukannya? Tunjukan padaku jalan untuk menemukannya. Semua menyuruhku percaya kalau ibu telah tiada. Tapi mengapa aku harus mempercayai mereka? Tak ada buktinya. Mereka tidak mengerti hubungan anak dan ibu. Kalau kukatakan dia masih hidup, maka dia masih hidup. Jika aku merasakan kehadirannya, maka dia ada di sini. Sama halnya jika seseorang memanggilmu batu bukan dewa, apakah aku harus mempercayainya? Tidak! Seperti aku percaya kalau engkau tuhan, seperti itu pula aku percaya kalau ibuku masih hidup. Aku merasa sendirian. Ibuku selalu berkata kalau engkau mendengarkan umatmu. Ku mohon, pertemukan aku dengan ibuku…” Chanakya datang dengan diam-diam dan berdiri di belakang Ashok mendengarkan doa-doanya dengan hati pilu. Dengan bercucuran airmata, Ashok terus memohon, “dengan rendah hati aku memohon…dan aku akan melakukan apapun sebagai imbalannya. Engkau boleh meminta apapun, tapi aku mohon dengan sangat pertemukan aku dengan ibuku..Ini janjiku. Janji ashoka! pertemukan aku dengan ibuku..” Ashok menangis dengan putus asa. Chanakya menyapanya, “Ashok..” Ashok menoleh dengan cepat ke arah Chanakya dengan tatapan marah. Tapi hanya sesaat saja, lalu dia membalikan badan dan dengan tegas berkata, “ibuku tidak mati! Ibuku masih hidup!” Dengan nada pilu, Chanakya membujuk, “Ashok, ibumu tidak punya siapa-siapa kecuali dirimu. Kau harus memberikan agni untuk jasad ibumu.” Ashok tetap bersikeras, “anda masih mengatakan kalau dia sudah mati? Anda tidak percaya padaku? Aku mengatakan kalau dia masih hidup. Kalau tidak percaya padaku, ya sudah! Aku berjanji sampai dia tidak datang ke depanku, aku akan berdiri dengan satu kaki dan membaca mantra suci untuk perlindungannya.” Chanakay terkesima. Tanpa menunggu komentar Chanakya, Ashok segera mengangkat sebelah kakinya lalu menyatukan telapak tanganya di atas kepala sambil membaca mantra, “Om Trayam-bakam Yajamahe, Sughan-dhim Pushti Vardanam,…..” Chanakya hanya bisa melihat Ashok memenuhi janjinya tanpa bisa berubat apa-apa.
Di hadapan bindu dan semua orang di aula istana, Brahmana tua berkata, “…itu tidak mungkin. Hanya anak yang dapat memberikan agni pada ibunya.” Perdana menteri menimpali bahwa kalau Ashok tidak siap, bukan berarti Chanakya bisa mengusulkan ide itu. Para ratu yang hadir terlihat cemas dan bingung. Helena berkata kalau dirinya merasa terkejut dengan ide Chanakya. Bindu yang sedari tadi hanya mendengarkan menyuruh Chanakya menjelaskan maksudnya. Chanakya berkata, “samrat, anda telah memerintahkan untuk memberikan perlakuan kerajaan untuk dewi Subhadrangi. Pikirkan, kalau Ashok tidak mau memberikan agni pada jasad Dewi Subhadrangi, apakah pemakaman dewi subhadrangi tidak jadi diadakan? Samrat, Ashok berjanji dia akan tetap berdiri di depan mandir dengan satu kaki sambil membaca mantra sampai ibunya kembali..” semua orang tertegun menengarnya. Bindusara tertunduk. Chanakya dengan berapi-api melanjutkan, “Samrat, pikirkan wanita yang terbunuh untuk anda. Dia merawatmu dan terbunuh. Anda punya kewajiban, anda samrat. Bapak bangsa. Jadi, tidakkah anda berpikir kalau anda punya kewajiban padanya?” Bindu teringat bagaimana dia berjanji dihadapan mayat Dharma kalau dirinya akan mengurus anaknya. Chanakya masih berkata, “memberikan agni untuk dewi Subhadrangi oleh samrat akan menunjukan perlakuan kerajaan yang layak diterimanya. Tugas samrat untuk melayani rakyatnya. Akan menjadi penghormatan terakhir untuknya karena dia tak punya keluarga, tak punya suami dan samrat sendiri yang akan memberikan agni untuknya.” Semua orang berpikir keras berusaha menerima alasan Chanakya.
Helena menyela, “achari, apa yang telah di lakukan dewi Subhadrangi untuk merawat samrat sudah menjadi tugasnya dan dia mendapat kehormatan untuk itu.” Khorasan berdiri dan ikut berkata kalau banyak prajurit yang memberikan nyawanya untuk samrat tapi bukan berarti samrat akan memberikan agni untuk mayat mereka. Brahmana tua juga ikutan berkata, “achari ji, ada beberapa aturan, kalau samrat memberikan agni pada dewi Subhadrangi maka dia harus menarik diri dari urusan pemerintahan untuk beberapa waktu, apakah itu mungkin untuknya? Aku merasa ini bukan ide yang bagus.”
Chanakya berkata, “samrat, ratu Helena, dan perdana menteri, kalian semua punya pendapat. Tapi aku tahu satu hal, tidak ada yang lebih tinggi daripada rasa kemanusiaan. Tidak semua aturan juga tidak agama sekalipun. Sudah menjadi tradisi bahwa kita memikirkan rasa kemanusiaan dahulu…” Chanakya menyebutkan banyak contoh di mana sejarah membuktikan kalau kemanusiaan lebih penting dari segalanya. Chanakya berkata kalau tugas samrat adalah memberi hormat dan kehormatan untuk bangsanya. Dan Chanakya menyerahkan semua keputusan di tangan samrat dia hanya meminta agar tidak hanya menggunakan kata perlakuan kerajaan tetapi juga memberi penghormatan kerajaan untuk Subhadrangi, “anda tahu kalau dia tidak pernah meminta imbalan apapun karena telah menyelamatkan hidupnya. Anda sendiri yang seharusnya tahu bagaimana membalasnya. Tanyalah pada diri anda sendiri, anda akan menemukan jawabannya.” Semua menunggu keputusan Bindusara. Bindu ingat Dharma pernah memintanya agar memenuhi tugasnya sebagai prioritas utama. Bindu terlihat berpikir lama, semua menunggu keputusannya. Perdana menteri mengatakan kalau tidak baik jika samrat memberikan agni pada subhadrangi. Karena itu akan memberi kesan pada rakyat bahwa siapapun yang tidak punya keluarga akan di berikan agni oleh samrat. Dan jika samrat menolak, maka mereka akan berpikir kalau samrat pilih kasih, “saya meminta anda untuk tidak menerima ide ini.”
Setelah terdiam cukup lama, Bindusara berkata, “achari aku tidak akan melakukan sesuatu yang akan memecah belah dewan pengadilanku. Aku tidak bisa melakukan apapun sebagai seorang samrat..” Chanakya terlihat putus asa. Keluarga kerajaan terlihat lega, perdana menteri tersenyum senang dan Helena menyerigai puas. Tapi bindu belum selesai bicara, “karena itu aku memutuskan untuk mundur dari tahta untuk satu hari…dan sebagai orang biasa, aku akan memberikan agni pada jasad Subhadrangi..” Semua orang kecuali Chanakya terkesima tak percaya… Sinopsis Ashoka Samrat episode 28