Sinopsis Ashoka Samrat episode 20 by Jonathan Bay

Sinopsis Ashoka Samrat episode 20 by Jonathan Bay. Pada Nikator, Rakhasa mengatakan kalau penyerang yang di kirimnya adalah orang yang setia, dia bahkan bisa mengorbankan nyawa untuk dirinya. Tapi Nikator sangsi karena penyerang itu tidak mencapai  di mana dia seharusnya, “aku merasa telah melakukan kesalahan dengan mempercayai anda.” Rakhasa punya dugaan kalau Chanakya ada hubungannya dengan ketidakhadiran si penyerang, “kalau tidak berada dalam penjara Chanakya, dia pasti sudah datang padaku.”

Helena  mengeluh pada Justin kalau Chanakya selalu mengagalkan rencana mereka, “kita harus membunuh chanakya.” Justin tidak setuju, “apa yang akan kita dapatkan dengan membunuhnya? Dia sudah membagi rencananya dengan Ashok. Ashok akan menjalankan misi itu kedepannya jika terjadi apa-apa pada Chanakya.” Helena berkata kalau begitu mereka harus membunuh Ashok juga. Justin meminta Helena agar tidak mengambil keputusan secara tergesa-gesa. Helena kesal,  “apa yang harus kita lakukan?” Justin terdiam sebentar, dengan kalem dia berkata, “mungkin itu pertanda kalau kita tidak bisa menaklukan tahta ini.” Helena terbelalak menatap Justin, “aku tidak menyangka anakku seorang pengecut!” Justin langsung emosi di katakan pengecut, “lalu apa yang kau lakukan ma? Anda tidak sabaran karena ketidaksabaranmu kita selalu gagal. Anda harus sadar kalau kita tidak bisa merebut tahta, karena kita tidak punya kemampuan itu. Kalau anda menginginkan kebaikan saya, jika anda ingin menjadikan saya Samrat Magadha maka anda perlu menghormati saya dan pemikiran saya. Anda harus membiarkan saya tumbuh dan mengambil keputusan sendiri. Anda harus berhenti menyuapi saya.” Helena tertegun mendengar curahan isi hati Justin. Helena ingin menenangkan Justin dengan menyentuh pundaknya. Tapi Justin menepis tangan Helena dan pergi meninggalkannya. Helena terlihat sedih.

ashoka samrat 20Di klinik Dharma sedang melayani pasien. Sebelum pergi, pasien itu memuji kalau Dharma memiliki sihir di tangannya. Dharma tersenyum. Bindusara datang ke klinik. Dharma cepat-cepat menarik kerudung untuk menutupi wajahnya. Bindu melihat-lihat kondisi sekitar di mana banyak pasien yang masih terbaring sakit. Bindu bertanya pada Dharma, “apakah engkau membutuhkan bantuan dari istana?” Dharma menjawab, “tidak lagi. Kami sudah mendapat bantuan dari sana karena itulah kami bisa membantu para pasien.” Seorang gadis yang pernah di bantu Ashok menghampiri Dharma dan menanyakan Ashok. Dharma menjawab kalau Ashok tidak ada di klinik. Gadis itu memberitahu Dharma kalau Ashok berjanji akan memberinya Laddo. Dharma kemudian mengambil Laddo dan memberikannya pada gadis itu. Gadis itu tersenyum, mengucapkan terima kasih dan berkata kalau Ashok sangat baik. Dharma tersenyum. Bindu berkata kalau semua orang sangat mencintai Ashok, “saya bertemu Ashok hari ini, dia sangat hebat. Dia memiliki bakat untuk menjadi pejuang besar. Jika dia belajar di sekolah kerajaan dia bisa menjadi pemimpin pasukan istana.” Dharma tertegun, “pemimpin pasukan? Anakku? Tidak. Anakku tidak boleh melakukan kekerasan.”

Dikamarnya, Noor sedang berbicara manis dengan Siamak ketika Justin datang. Mendengar kedatangan Justin, Noor segera meminta Siamak pergi ke kamarnya sendiri dan juga menyuruh semua pelayan pergi. Ketika hendak keluar, Siamak berpapasan dengan Justin, siamak menyapanya dengan berkata kalau suatu hari dirinya akan mengalahkan Justin. Justin tersenyum, “benarkah?” lalu di mengelus kepala Siamak sebelum anak itu berlalu dari hadapannya.

Justin menghampiri Noor. Noor menyambutnya dengan dingin. Justin kemudian duduk di sampingnya dan berkata kalau dirinya ingin menghabiskan waktu dengan Noor sehingga hatinya merasa sedikit damai. Noor mengingatkan Justin, “bagaimana kalau ada orang datang dan bertanya apa yang kau lakukan di sini?” Justin menyentuh lengan Noor dan menjawab, “dulu kau menyukaiku dan tidak mempertanyakan keberadaanku.” Noor menyahut, “dulu kau berbeda. Dulu kau mau mendengarkan aku, mau memecahkan masalahku tapi sekarang kau hanya berpikir tentang dirimu sendiri.” Justin berkata, “percayalah padaku, aku akan melindungi siamak, masadepannya terjamin.” Noor menyela, “saat masadepan mu sendiri tidak aman, bagaimana kau menjamin masa depan siamak?” dengan rendah hati Justin mengatakan kalau dirinya mungkin tidak punya banyak kemampuan, tapi dia berjanji kalau dirinya akan mejadikan Siamak seorang yang kuat, sehingga dia tidak akan membutuhkan siapa-siapa untuk terus maju dimasa depan, “aku bisa memberikan hidupku untukmu!” Noor menarik tubuh Justin mendekat dan berbisik, “apa yang membuatmu berpikir kalau aku membutuhkan hidupmu dan kau tidak memberikannya maka aku akan meninggalkanmu?” Justin tersenyum dengan mata berbinar-binar bahagia.

Di kandang kuda, Bal Ghovin dan Ashok sedang berjalan-jalan sambil berbincang. Bal memuji Ashok dengan mengatakan kalau dirinya sangat suka saat Ashok bicara hebat. Ashok merasa itu sudah tugasnya. Tapi Bal berkata Ashok berbeda dan luar biasa. Ashok hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan Bal Ghovin. Teman Bal datang menghampirinya, sambil menatap kepergian Ashok anak itu berkata, “Ashok akan melupakan kita saat ia sudah pergi ke sekolah.” Bal Ghovin dengan penuh keyakinan menyahut, “tidak akan seperti itu..” Anak itu menatang Bal Ghovin untuk menguji Ashok apakah dia akan berubah setelah pergi ke sekolah. Bal Ghovin berpikir sejenak, lalu bertanya. “apa yang harus aku lakukan?” Anak itu menyuruh Bal Ghovin meminta Ashok memohonkan pengampunan untuk dirinya, karena Samrat Bindusara mau mendengarkan Ashok. Bal Ghovin setuju. Dia menatangi Ashok dan menceritakan kondisinya, “teman, aku bekerja disini untuk membayar hutang ayahku. Samrat selalu mendengarmu, bisakan kau meminta dia untuk mengampuni aku?” Ashok seperti paham apa yang di minta Bal Ghovin, dengan akrab dia menepuk pundak Bal, “teman, aku bisa memintakan itu pada samrat, tapi beliau tidak akan pilih kasih. Suatu saat kau pasti akan mendapat kesempatan untuk menyelesaikan tugasmu dan bebas dari sini. Aku tidak bisa meminta samrat untuk pilih kasih.” Setelah memberi bal Ghovin pengertian, Ashok melangkah pergi. Bal Ghovin menarik nafas berat. Temannya datang dan berkata, “kau lihat itu? Ashok sangat pintar, dia tahu apa yang harus dikatakan dan bagaimana menipu orang. Begitu pergi dari sini, dia akan segera melupakan kita dan berteman dengan anak-anak bangsawan.” Bal dengan berat hati terpaksa setuju dengan kata-kata temannya itu.

Ashok mulai bisa bebas di istana. Dia datang ke ruang tahta yang kosong di mana sidang pengadilan selalu di langsungkan. Ashok berdiri di tengah aula dan menatap Tahta dengan senyum bangga. Ia ingat bagaimana dirinya dulu di tuduh berkali-kali, di masukan kedalam penjara dan di siksa, “..hari ini aku tidak punya tuduhan di kepalaku, di hormati. Sebelumnya aku hanya bisa melihat dinding pengadilan ini sebagai pesakitan tapi sekarang aku datang kesini dengan hormat..” Sambil tersenyum lepas Ashok meninggalkan ruang pengadilan dengan langkah yang ringan dan gagah.
 
Seorang dayang menemui si penyerang di penjara sambil membawakan makanan. Pelayan itu membujuk si penyerang agar tidak marah pada makanan dan memakan makanan yang di bawanya. Pelayan itu bahkan bejanji akan membantu si penyerang. Tapi si penyerang tak menghiraukan apa yang di katakan pelayan, bahkan dia mendorong si pelayan hingga terjatuh kelantai. Makanan yang di bawanya berserakan, bahkan kunci yang terselip di pinggangnya terjatuh di lantai. Dengan kesal pelayan berdiri dan berkata dengan nada mengingatkan bahwa kalau sampai mereka menemukan siapa konspirator sebenarnya, maka si penyerang tidak akan selamat. Lalu pelayan itu meletakan makanan di samping si penyerang dan beranjak pergi keluar sel. Di depan pintu pelayan melirik si penyerang dan tersenyum tipis sebelum akhirnya dia berlalu pergi dari penjara.

Di halaman istana, Justin dan Siamak sedang berlatih pedang. Ashok melihatnya dari kejauhan sambil tersenyum. Noor yang duduk di tepi arena mengamati latihan itu dengan senyum bangga. Latihan berlangsung dengan penuh semangat. Saat Noor melihat Siamak menahan pedang Justin, Noor dengan cemas berteriak, “hati-hati, nak!” Siamak menoleh kearah noor dan berkata, “jangan kuatir, ma. Aku akan membuat paman kalah hari ini.” Karena hilang kosentrasi., Justin berhasil menodongkan pedang kearah Siamak. Siamak terkejut. Justin tersenyum, “jangan lupa siamak, aku lebih kuat darimu!” Siamak dengan penuh percaya diri mengatakan kalau dirinya kebih percaya pada kekuatanya sendiri dan bukan pada kekuatan musuh. Lalu siamak kembali mengayunkan pedang. Justin menangkisnya. Tiba-tiba Siamak menyodorkan pedang ke arah wajah Justin, dengan kaget Justin menghindar. Akibat gerakannya yang mendadak itu Justin terpelset dan jatuh ketanah. Noor bertepuk tangan. Justin tersenyum penuh arti. Ketika justin hendak berdiri, Siamak menghampirinya dengan pedang terhunus. Justin tertawa, “kau sudah mulai menggunakan pedang seperti aku..” Noor yang mendengar itu menyahut, “mengapa tidak? bagaimanapun juga dia adalah…”~Justin menatap Noor dengan tatapan menunggu, Noor tersadar, dia meralat kata-katanya, “..maksudku dia adalah muridmu.” Justin tersenyum penuh arti pada Noor. Lalu dia mengulurkan tangan pada Siamak. Siamak menyambut uluran tangan Justin dan menggenggamnya dengan erat. Ashok melihat semua adegan itu dari atas balkon istana.

Di penjara, si penyerang melihat kunci yang di jatuhkan pelayan. Setelah menoleh ke kiri dan kekanan, dia dengan cepat mengambil kunci itu dan membuka gembok penjara. Setelah pintu terbuka, si penyerang tanpa buang waktu lagi segera kabur keluar. Sayang seorang prajurit jaga memergokinya, si prajurit segera berteriak memberitahu teman-temannya. Kejar-kejaran pun terjadi di lorong penjara. Sampai di jalan buntu, si penyerang menemukan jendela, dia menimbang hendak pergi kemana. Serombongan pelayan muncul dari sisi lain jendela secara diam-diam. Si penyerang tidak sadar kalau ada yang mengamati, dia bicara sendiri, “..aku tahu di mana Rakhasa, aku akan menemuinya..!” Setelah berkata begitu, si penyerang melompak keluar jendela. Nirjara tersenyum, “achari Chanakya benar, si penyerang itu akan pergi menemui tuannya.” lalu dengan isyarat dia menyuruh prajurit mengikuti si penyerang.

Dharma sedang menumbuk ramuan ketika Ashok menemuinya di klinik. Ashok memberitahu Dharma tentang Justin dan Siamak berlatih pedang. Cara Ashok bercerita begitu bersemangat membuat Dharma berpikir kalau Ashok mulai menyukai senjata. Ashok berkata kalau semua akan baik, dirinya akan masuk sekolah kerajaan dan menjadi pejuang besar. Lalu dia akan bekerja sehingga Dharma bisa istirahat. Dharma tidak menyahuti kata-kata Ashok, dia bangkit dari duduknya dan menjauhi Ashoka dengan wajah sedih. Ashok mendekati Dharma dan masih berbicara tentangg harapan-harapannya, Dharma menatap Ashok dengan tatapan sedih. Dharma berkata, “kau terpesona melihat kekerasan di sini. Padahal aku selalu ingin kau berjuang untuk perdamaian. Itu adalah mimpiku melihatmu hidup damai, melayani orang, tidak membunuh orang.” Dharma mengatakan kalau menjadi prajurit harus membunuh orang dimedan perang. Prajurit menyukai pertumpahan darah, “dan kau ingin aku bahagia melihatmu menjadi prajurit? Bagaimana aku bisa bahagia mengetahui anakku membunuh anak ibu lain? Kalau kau membunuh untuk memenangkan perang, bagaimana kau bisa mendapatkan ketenangan pikiran dan kedamaian hati?” Ashok bertanya apakah Dharma tidak senang dirinya pergi ke sekolah kerajaan? Dharma menjawab kalau dirinya lebih senang jika Ashok tidak pergi kesana.

Dengan jatuh bagun, si penyerang terus berlari melewati lorong rahasia untuk menemui Rakhasa. Dugaannya tepat, dari arah berlawanan muncul Rakhasa yang segera menyambut si penyerang dengan hati lega. Rakhasa berkata, “aku senang melihatmu masih hidup.” Keduanya lalu berpelukan. Dari tempat tersembunyi muncul prajurit Chanakya, siap mengepung Rakhasa.  Dengan rasa ingin tahu rakhasa bertanya pada si penyerang bagaimana dia sampai bisa lari dari penjara? Si penyerang berkata kalau dirinya menemukan kunci yang terjatuh di sel penjaranya. Rakhasa tersadar kalau mereka telah terjebak dalam rencana Chanakya. Rakhasa mengajak si penyerang kabur dari tempat itu. Tapi terlambat, pasukan Chanakya sudah mengepungnya dan segera menangkap mereka berddua.

Ashok meminta kejelasan akan sikap Dharma dengan bertanya, “ma, kau tak suka bukan kalau aku pergi ke sekolah kerajaan?” Dharma memengang bahu Ashok dan memberi pengertian, “aku tidak ingin kau menjadi kejam, suka kekerasan.” Ashok menjawab dengan wajah setengah sedih bahwa dirinya sangat ingin pergi kesekolah tapi pemikiran Dharma adalah segalanya bagi dirinya, menurut Ashok belajar bertarung dan senjata bukan berarti dirinya akan menjadi kejam dan menyukai pertumpahan darah, “tapi jika ibuku tidak suka, maka aku tidak akan pergi.” Lalu dengan memendam rasa kecewa Ashok pergi meninggalkan Dharma di kuti tatapan sedih darinya.

Rakhasa di masukan penjara dengan tangan terikat. Chanakya menemuinya. Melihat Chanakya, Rakhasa berkata kalau dirinya mendapat tahu tentang Ashok dan bahwa Chanakya akan menjadikan anak itu sebagai raja berikutnya. Chanakya dengan kalem berkata, “karena itu kau ingin menjebaknya dengan membuktikan kalau Ashok akan menjadi samrat berikutnya. Katakan kenapa Helena melakukan semua itu? Aku akan membebaskanmu.” Rakhasa berkata kalau Chanakya pernah membodohinya sekali, “kau membodohiku dengan mengatakan kau akan menjadikan aku  perdana menteri kalau chadragupta menjadi samrat, tapi kau tidak memenuhi janjimu.” Chanakya menyahut, “niatmu tidak tulus. Kau ingin menjadi perdana menteri agar kau bisa menghabisi aku dan Chandragupta dan menjadi samrat baru. Kau selalu ingin menjadi samrat.” Rakhasa bilang kalau Chanakya tidak punya bukti untuk membuktikan teorinya, “kau mengirimku ke daerah lain sehingga aku tidak menjadi perdana menteri.” Chanakya menyahut kalau dirinya bisa melakukan apa saja untuk melindungi Magadha. Rakhasa mengejek Chanakya dengan mengatakan kalau chanakya ingin menjadi dewa pelindung magadha dengan membunuh atau membungkan orang yang menentang dirinya. Chanakya tak mengubris kata-kata Rakhasa, dia mencoba bertanya sekali lagi apa niat Helena sebenarnya? Rakhasa berkata, “kau bilang akan melakukan apa saja untuk Magadha. Aku memberimu tawaran, bunuh dirilah sekarang juga dan aku akan memberitahu tentang Helena pada Bindu.” Chanakya berkata kalau dirinya bisa saja bunuh diri sekarang juga, masalahnya adalah dia tidak mempercayai Rakhasa. Rakhasa berkata, “kalau begitu aku tidak akan memberitahu apa rencana Helena.” Chanakya kemudian memerintahkan prajurit membawa Rakhasa kepinggiran Patliputra, tapi sebelum itu dia menyuruh prajurit itu melepas kalung Rudraksa dari lehernya. Setelah Rakhasa di bawah peri radhagupta menghampiri chanakya dan bertanya mengapa dia mengambil kalung Rudraksa dari leher Rakhasa. Chanakya berkata kalau dia akan menunjukan kalung itu pada Helena untuk mengetahui reaksinya.

Bindusara sedang berlatih ketika Ashok menemuinya dengan wajah sedih. Bindusara bertanya kenapa Samrat Vanrajnya tampak sedih? Ashok memberitahu Bindusara kalau dirinya tidak bisa menerima tawarannya untuk masuk sekolah kerajaan. Helena dan Dharma mendengarkan percakapan itu dari jauh. Dengan wajah heran Bindu bertanya, “mengapa? Apakah Sushim mengatakan yang tidak-tidak?” Ashok menjawab, “tidak, rajkumar Sushim tidak mengatakan apa-apa.” Bindu bertanya, “lalu apa alasannya?” Ashok meminta maaf pada Bindu karena tidak bisa memenuhi keinginannya, “tapi rasa hormat yang anda berikan untukku sangat besar. Anda mengizinkan aku tinggal di istana agar aku bisa bersekolah di sekolah kerajaan. Tapi sekarang saya tidak akan tinggal di sana. Saya kan pergi.” Ashok memberi salam hormat pada Bindusara lalu beranjak meninggalkannya. Bindu menatap kepergian Ashok dengan perasaan tak mengerti. Helena berpikir, “mengapa Ashok menolak kesempatan besar seperti itu dan peri begitu saja. Apa alasan di balik semua itu?”

Dharma dengan sedikit rasa besalah berkata-kata sendiri, “apakah aku benar dengan tidak membiarkan Ashok bertemu ayahnya? tapi hidup Ashok akan ada dalam bahaya sekarang apalagi kalau kebenaran tentang siapa ayahnya di ketahui banyak orang.” Bindu muncul di belakang Dharma dan memberitahunya kalau Ashok menolak untuk pergi ke sekolah kerajaan. Bindu meminta Dharma membujuk Ashok dan menyakinkannya agar mau menerima tawaran itu lagi karena menurut Bindu, Ashok memiliki bakat yang unik dan perlu di poles. Bindu meminta dharma membujuk Ashok, karena Dharma sudah seperti ibu baginya, dan Ashok pasti akan mendengarkan kata-katanya.  Setelah berkata begitu Bindusara meninggalkan Dharma. Dharma tercenung bingung, “satu sisi adalah keinginan Ashok untuk pergi ke sekolah, sisi lain adalah pemikiranku tentang kekerasan. Mana yang harus kupilih?” Sinopsis Ashoka Samrat episode 21