Sejuta Makna Cinta by Meysha Lestari

Sejuta Makna Cinta by Meysha Lestari. Cinta itu misteri tetapi tidak dalam setiap misteri ada cinta. Kebencian dan kasih sayang adalah tanda cinta, itu juga misteri yang belum terpecahkan hingga kini. Kenapa kebencian selalu menyertai kasih sayang atau kenapa kasih sayang tak pernah bisa mendeteksi hal serupa dirinya yang tersemat di hati yang lain? Tanpa keraguan, tanpa penafian. Itu juga misteri. Kalau cinta memiliki radar maka akan mudah menemukan cinta yang lain di frekuensi yang sama. Tidak perlu menunggu hingga ada yang datang untuk menyatakan perasaan atau bersusah payah menyembunyikannya di balik cadar agar tidak ketahuan kalau sedang mencinta. Karena Cinta di frekuensi yang sama akan saling menemukan. Seperti bunga dan kumbang, atau bintang dan langit malam yang tidak bisa saling menyembunyikan

Jika Jay tahu kalau Jodha mencintainya sepenuh hati, dia tidak akan merasa gelisah setiap hari. Dan jika Jodha tahu, kalau Jay mengasihinya setulus jiwa, dia tidak akan bersikap jual mahal. Tapi ketakutan yang menyelimuti perasaan telah membuat keduanya menyembunyikan cinta sejati yang dimilikinya di balik cadar yang tak tembus penglihatan. Masing-masing saling mewaspadai dan menjaga diri. Tapi tidak pernah berputus asa. Karena takdir telah menentukan agar mereka selalu bersama. Dalam kondisi yang telah mereka tentukan sendiri. Itulah hebatnya. Orang selalu mengatakan bahwa cinta tidak mengenal kondisi. Kedua orang ini malah menciptakan kondisi untuk hidup bersama dan saling mencinta. Meski tanpa mereka sadari cinta itulah yang sebenarnya telah menyatukan mereka. Sekali lagi….tanpa mereka sadari. Karena cinta itu bercadar. Yang terlihat hanya bagian luarnya saja. Bagian dalam… adalah tugas masing-masing orang untuk menebaknya.

Cinta adalah menyayangi tanpa Syarat

sejuta makna cintaJodha tidak pernah mengenal cinta. Tapi dia mengenal Jay. Pemuda tampan, berandalan terpelajar, dan putra tuan tanah. Mereka berteman. Sering saling menyapa meski tidak banyak bicara. Jika kebetulan berangkat bersama ke sekolah, mereka berjalan berdampingan. Ketika berjumpa di taman desa, mereka duduk berdekatan. Tapi hanya itu saja. Tidak ada canda dan tawa atapun pembicaraan-pembicaraan spektakuler khas kaum muda. Yang mereka ucapkan hanya yang ingin di katakan saja. Sayangnya tidak banyak yang ingin mereka katakan.

Jika Jay anak tuan tanah, Jodha lahir di keluarga yang amat sederhana. Yang untuk bisa makan, mereka harus bekerja keras. Pagi hari dia mengerjakan pekerjaan rumah, siang hari mengantar makanan untuk ayahnya di sawah, dan malam hari dia membantu ibunya di warung remang-remangnya. Tapi dia selalu terlihat bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Banyak yang bisa di keluhkan, tetapi lebih banyak lagi yang di syukurinya.

Salah satunya adalah karena Jay sangat mencintainya. Itu yang di dengar Jodha dari bibir lelaki itu sepulangnya ia dari mengembara. Betapa jauh, Jay melalang buana, hatinya tidak bisa melupakan Jodha. Meski banyak gadis cantik yang di temuinya di kota, hanya ada Jodha di benaknya. Namun sayangnya, gadis itu tidak mempercayainya. Bahkan untuk membalas cintanya, hati Jodha tak tergerak sedikit pun juga. Bagi Jodha, Jay adalah mimpi para gadis muda yang selalu ingin menikah dengan pria tampan dan kaya. Dan Jodha tidak pernah mempunyai mimpi yang sama dengan gadis sebayanya. Impiannya terlalu idealis untuk bisa di wujudkan oleh gadis desa seperti dirinya.

Tapi Jay tidak putus asa, bahkan terlihat terlalu memaksa. Dia menjadi bayang-bayang Jodha. Mencoba untuk selalu ada dan terlihat oleh Jodha di manapun dia berada. Pemuda tampan dan kaya itu bahkan tidak segan-segan membantu ayah Jodha di sawah. Karena dia tahu, setiap siang, Jodha akan mengantar makanan untuk ayahnya. Malam hari, Jay duduk manis di kursi pelanggan warung remang-remang ibu Jodha. Karena dia juga tahu, Jodha akan datang membantu ibunya untuk melayani pelanggan di sana. Lalu pulang sebelum malam semakin matang, seorang diri berjalan kaki dalam kegelapan. Jay akan menemaninya. Tentu tanpa banyak kata.

Rutinitas itu di lalui Jay tanpa keluh kesah. Tanpa tuntutan. Walau sambutan yang di terimanya dari Jodha kadang mengecewakan. Jodha tidak pernah bertanya kenapa dia selalu ada di tempat yang tidak seharusnya. Saat melihat Jay menemani ayahnya di sawah, Jodha hanya tersenyum dan tidak bertanya. Menuangkan nasi dan lauk yang sama di dua piring yang berbeda, lalu menyerahkannya pada Jay dan ayah, juga tanpa banyak kata.

Malam hari, Jodha juga melayani Jay sebagai mana pelanggan lainnya. Membuat makanan pesanannya dan mengantarkannya ke meja Jay. Juga tanpa banyak kata. Sepertinya, Jodha sudah menganggap Jay sebagai pelanggan setia.

Tapi tidak begitu dengan Tuan Humayun ayah Jay. Melihat anak tunggalnya menghabiskan waktu seperti itu, dia tidak dapat berdiam diri saja. Dia menemui orang tua Jodha, menyampaikan niatnya melamar Jodha untuk menjadi menantunya. Orang tua Jodha tidak bisa menerima tetapi menyetujuinya. Karena semua keputusan dengan siapa anaknya akan menikah adalah 100% keputusan Jodha. Lalu Tuan Humayun menjumpai Jodha dan bicara empat mata dengannya. Saat itulah dia tahu, kenapa putranya sangat bersikeras untuk menundukan hati Jodha. Karena sifat, karakter dan kecantikannya layak untuk didapatkan oleh lelaki mana saja. Termasuk anaknya. Dalam pikiran Tuan Humayun, hanya wanita seperti Jodha yang pantas mendampingi pria seperti anaknya, yang rajin, teguh pendirian tapi kurang perhitungan.

Jodha tidak hanya cantik dan menarik di pandang mata, tetapi juga berkepribadian kuat, tegas, lembut, mandiri dan bersahaja. Wanita yang jika di letakkan di depan dapat menjadi pemimpin, dan jika di belakang dapat menjadi pengikut yang bijaksana.

Jodha tidak menolak ataupun menerima lamaran Tuan Humayun. Tapi dia berjanji akan memikirkannya. Mendengar janji Jodha, Tuan Humayun senang hatinya. Karena menurut hematnya, hanya seorang wanita bijak yang mau memikirkan sesuatu sebelum bertindak.

Keesokan harinya, dalam kesempatan yang selalu ada, Jodha berbicara empat mata dengan Jay. Dia bertanya apa yang di inginkan Jay sebenarnya. Di tanya begitu, hati Jay berbunga-bunga karena akhirnya, keberadaannya di perhatikan juga oleh Jodha. Dalam kesempatan itu, Jay melamar Jodha. Jodha tidak kaget ataupun terkejut. Dia hanya menatap Jay, tidak menerima ataupun menolak. Tetapi dia mengajukan syarat, yang harus di penuhi Jay jika dia berniat ingin menikahinya.

Syarat itu di berikan Jodha dua hari kemudian. Tertulis rapi di sebuah kertas putih yang wangi. Jay membacanya dalam hati. Apa isinya? Saat itu hanya Jodha dan Jay yang tahu. Yang jelas setelah membaca persyaratan itu, Jay pergi dari hadapan Jodha setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya. Tidak pernah lagi berkunjung ataupun menemui Jodha. Untuk waktu yang sangat lama.

Cinta adalah Penantian dan Perjuangan

Hari berganti hari, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Tahun naga terlewati, tahun ular berlalu, dan tahun kuda di jelang. Ramalan dan prediksi datang silih berganti. Jodha masih tetap sibuk dengan rutinitas hidupnya. Bahkan aktivitasnya kini bertambah. Internet telah masuk desa. Jodha menjadi salah satu orang di desa itu yang sukses bekerja di dunia maya. Segala pekerjaan dia lakukan. Membuka Toko online, affiliate marketing, blogging bahkan forex trading. Tapi dia tidak berubah. Tetap seperti dahulu kala. Pagi mengerjakan pekerjaan rumah tangga, siang pergi ke sawah, malam membantu ibu di warungnya dan sedikit malam lagi dia sibuk di depan laptopnya.

Jodha berhasrat untuk mengenal cinta dan tidak juga ingin menjalin cinta. Sejak Jay pergi setelah membaca syarat yang dimintanya, Jodha telah menutup hatinya. Banyak pria mendekat, tapi mereka tak punya tekad. Banyak pria menyapa, tapi hanya berani sebatas kata. Tidak ada seorang pun yang berhasil memiliki hati Jodha. Hingga usia 25 tahun di jelangnya.

Jodha telah tumbuh menjadi wanita muda yang mempesona. Cantik dan simpati. Sukses tapi bersahaja. Lalu Jay datang menemuinya, di warung remang-remang ibunya. Membawa sebuah map coklat yang di peluk di dada. Dia masih terlihat tampan seperti dulu kala. Meski nampak sedikit lelah.

Dia duduk di tempat duduk favoritnya dan memesan makanan kesukaannya. Jodha yang tak menyangka akan melihat Jay kembali, tertegun tak percaya. Tapi melihat Jay menyantap hidanganya dengan lahap dan penuh semangat, hati Jodha jadi berbunga-bunga.

Dan malam itu, saat mengantar Jodha pulang, Jay kembali menyuarakan hasratnya yang tertunda.

“Aku telah mengabaikanmu se-lama ini demi hasrat pribadiku. Maafkan aku,” ucap Jay dengan suaranya yang mantap dan tenang. Lalu di sodorkannya amplop coklat itu ke tangan Jodha, dengan sebuah senyum tulus tergurat di wajahnya dia berkata, “Aku telah berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi syaratmu. Aku tidak tahu apakah aku layak menjadi pendampingmu. Ini adalah hasil kerja kerasku yang akan ku persembahkan sebagai mas kawin kalau kau menerima ku sebagai suamimu. Kalau tidak, maka terimalah itu sebagai hadiah ulang tahun mu. Aku akan sangat bahagia kalau kau tahu betapa aku mencintaimu.”

Jodha menerima amplop coklat itu. Memegangnya, tetapi tidak membukanya. Gadis itu tertunduk menahan haru. Setelah berhasil menentramkan gejolak di hatinya, dia menatap Jay dengan berjuta rasa.

“Terima kasih karena telah kembali…” kata Jodha lirih tapi sepenuh hati. “Besok, abang datanglah kemari, bicara dengan ayah untuk menentukan tanggal perkawinan kita..”

Mendengar kalimat terakhir Jodha, Jay terlonjak bahagia. “Yes….!” Lalu dia menghampiri Jodha dan memeluknya. Jodha yang tidak menyangka akan menerima pelukan, hanya bisa tertegun diam. Setelah sadar, dengan canggung dia mendorong tubuh Jay menjauh, sehingga pelukannya terlepas.

“Maaf…” ucap Jay sambil tertawa bahagia. Dia meraih jemari Jodha dan menggenggamnya. “Besok abang akan datang, melamar Jodha untuk menjadi istri abang.”

Jodha mengangguk setuju. Amplop coklat itu masih terpegang di tangan kirinya. Belum juga di lihatnya. Melihat itu Jay penasaran, dia meminta Jodha agar membuka amplop itu dan melihat isinya. Tapi Jodha hanya tersenyum dan menggeleng.

“Kenapa?” tanya Jay penasaran. “Kau tidak ingin tahu apa yang aku berikan padamu?”

“Abang telah memberiku hatimu. Apalagi yang lebih berharga dari itu?” ucap Jodha dengan nada bercanda tapi mengena. Jay menganggu-angguk bangga dan bahagia. Ketika seseorang mendapatkan hati yang lainnya apalagi yang dapat membuat mereka lebih bahagia?

“Tunggu lah…. Besok abang datang!” janji Jay sebelum beranjak pulang.

Cinta adalah Pengikat Jiwa

“Saya terima nikahnya Jodha Binti Bharmal dengan mas kawin sebuah rumah dan deposito sebesar 100 juta, tunai.”

Semua yang hadir berdecak kagum. Tidak menyangka kalau anak petani biasa bisa di persunting oleh putra tuan tanah dan mendapat mas kawin yang sedemikian banyaknya. Jangankan orang lain, Jodha dan kedua orang tuanya pun tidak menyangka. Tapi setelah amplop coklat itu di buka di depan penghulu dan di saksikan semua orang yang hadir, ternyata isinya memang sertifikat sebuah rumah mungil diatas lahan seluas 2 ha dan selembar surat deposito dari sebuah bank terkemuka sebesar Rp 100 juta. Semua orang boleh berdecak kagum tapi hanya Tuan Humayun yang bisa berdecak bangga. Tidak percaya kalau anak semata wayangnya begitu kompeten dan punya kemampuan mewujudkan mimpinya.  Maka, hari itu juga, resmilah Jodha menjadi Nyonya Jalaludin Humayun.

Pada malam pengantin mereka, terbukalah segala rahasia yang menyelimuti kedua insan itu. Tentang perasaan Jodha, syarat-syarat yang di mintanya dan kepergian Jay. Jay menunjukan laminating kertas wangi yang berisi syarat-syarat yang di minta Jodha. Isinya ternyata hanya sebaris kata. “Jadilah lelaki yang bisa membuat ku bangga, pemimpin yang arif, bertanggung jawab pada keluarga, mandiri & bijaksana.”

Jay menceritakan perjalanan hidupnya setelah membaca syarat Jodha. Malam itu, setelah meninggalkan Jodha, Jay terus berpikir dan berpikir akan makna kalimat yang di jadikan syarat oleh Jodha. Dia sama sekali tidak tahu, bagaimana bisa membuat Jodha bangga terhadap dirinya. Bertanggung jawab pada keluarga, dia pasti bisa melakukannya. Tapi mandiri, dia sendiri masih bergantung pada orang tua. Bijaksana? Sama sekali jauh dari bayangannya.

Dengan tekad bulat, Jay akhirnya merantau ke kekota. Dengan berbekal uang pinjaman dari ayahnya dan ijasah yang dimilikinya, dia mencoba melamar kerja. Tapi tidak satupun perusahaan yang merimanya. Semua menjawab tidak ada lowongan. Setelah gagal berkali-kali, Jay berganti haluan, yang semula mengandalkan ijasah sekolah, beralih mengandakal SIM yang di milikinya. Dia segera diangkat menjadi sopir kontrak di pertamina. Lalu sopir permanen. Kejeliannya melihat peluang yang besar di industri biogas, telah membuatnya menjadi pemasok bioetanol. Dia membeli dari produsen dan menjualnya pada pertamina. Dari cara itu dia mendapat keuntungan, meski hanya sedikit tidak apa. Yang penting halal. Dari uang yang sedikit itu dia membeli saham. Keberuntungan berpihak padanya, menurunnya nilai tukar rupiah menguatkan harga saham yang di belinya. Dari hasil penjualan saham itulah, Jay membeli tanah ayahnya dan membangun rumah di atasnya, lalu mendepositokan sisanya.

Jay tahu, menjadi pengangguran dan bergantung pada kekayaan orang tua, tidak akan membuat Jodha bangga padanya. Tapi bekerja keras, mandiri dan sukses adalah kebanggan semua orang. Namu begitu keraguan terkadang menyapanya. Karena dia tidak tahu pasti apa yang di inginkan Jodha. Akan lebih mudah memenuhinya jika syarat yang di minta Jodha di ucapkan secara gamblang. Seperti kebiasaan banyak orang, rumah mewah, atau harta yang melimpah.

“Jika itu syaratku apakah abang akan kembali menemuiku?”

Jay tersenyum tulus dan meremasnya jemari Jodha dengan mesra, “Kalau itu yang Jodha inginkan, abang pasti akan memberikannya untuk Jodha. Tanpa harus bersusah payah. Karena ayah, pasti akan memenuhi semua syarat itu untuk abang…” Jay meraih dagu Jodha, menatap kedalaman matanya dan berkata, “Tapi bukan itu yang Jodha inginkan dari abang kan? Kalau iya, Jodha pasti sudah membuka amplop coklat dari abang malam itu juga.”

Jodha membalas tatapan Jay dan tersenyum. Keduanya saling menatap dalam tanpa berkata-kata. Tiba-tiba Jodha mendekatkan wajahnya dan mencium mesra bibir suaminya. Jay merasa teruja dan membalas ciuman itu dengan hasrat mengelora. Sesaat dia merasa melayang di udara dengan hati yang berbunga-bunga. Sayang kemesraan itu hanya sekejab saja. Jodha segera menarik wajahnya, dan menatap Jay dengan kelembutan seorang wanita, “Kini aku telah menjadi istri abang. Marilah kita bersama-sama mengusahakan yang terbaik untuk rumah tangga kita. Saling mengerti, memahami dan menghormati…”

Jay mengangguk, “Abang akan berusaha sepenuh hati…untuk selalu mencintai dan membahagiamu.” Lalu di kecupnya kening istrinya sepenuh rasa sayang. Dan malam itu, kedua jiwa itu menyatu dalam ikatan suci yang telah mereka sepakati.

Cinta adalah Memahami sepenuh hati

Berkeluarga adalah tanggung jawab bersama. Jodha sebagai wanita yang telah mandiri sejak usia muda, memahami posisinya. Mengurus rumah tangga adalah tanggung jawabnya. Menyiapkan kebutuhan sehari-hari Jay adalah kewajibannya. Ada rasa bahagia ketika melihat suami berangkat kerja dengan baju rapi dan wajah sumringah. Pulang kerja, meski lelah tapi hati senang tak terkira. Makanan sudah terhidang, baju ganti sudah di siapkan.

Cinta bukan hanya memiliki, tapi juga mengerti dan memahami sepenuh hati. Kebahagiaan yang di cinta adalah kebahagiaannya juga. Kesedihan yang di cinta adalah tanggung jawabnya untuk meringankan duka. Ketika Jay harus terlibat masalah dengan bisnisnya, Jodha membantunya tanpa di minta. Meski Jay tidak mengatakannya, Jodha tahu, apa yang dibutuhkannya.

Begitu pula ketika Jay menyadari tubuh sang istri tidak lagi berisi seperti sedia kala, dia tahu, kalau masalahnya telah membebani pikiran Jodha. Sehingga untuk seterusnya, Jay berusaha untuk hati-hati dalam melangkah dan mengambil keputusan. Karena masalah yang di dapatnya, pasti akan menjadi beban pikiran Jodha juga.

Epilog

Cinta adalah selalu bersama dalam suka dan duka. Seiring sejalan, hingga kematian menjelang. Ketika cinta di akhiri dengan perceraian, itu bukanlah cinta namanya. Tapi kepentingan yang mengatas namakan cinta.

Cinta akan menyatukan dua pendapat yang berbeda. Setiap perselisihan akan menemukan titik terang jika saling mencinta. Karena pengorbanan dan saling mengalah demi kebahagiaan bersama lebih berharga dari pada percekcokan yang tidak ada faedahnya.

Ada banyak makna cinta. Yang satu dengan lainnya mempunyai koneksi yang tidak bisa berdiri sendiri. Karena satu kesatuan makna cinta adalah hakikat cinta sesungguhnya. Bukan yang hanya di ucapkan berdasarkan kepentingan. Tapi yang penting untuk di ucapkan dan direalisaikan demi kebahagiaan bersama. Manapun makna cinta yang anda yakini, tidak akan mewakili makna cinta sejati. Karena cinta berjuta maknanya. Seperti bintang di angkasa, yang satu dan lainnya mempunyai cahaya yang berbeda, ukuran pun tak sama tetapi disebut dengan satu nama.  The END