3 Wajah 1 Cinta bag 5 by Meysha Lestari

3 Wajah 1 Cinta bag 5 by Meysha Lestari.  Gadis yang berdiri di depannya memang mirip pujaan hatinya, Jodha. Tapi dia buka Jodha. Hanya sepintas lalu sangat mirip denganya. Salima menatap Jalal dengan heran, “anda?” Jalal dengan sedikit kikuk tersenyum, “aku… tamu di rumah itu. Ku pikir anda orang yang aku kenal. Maaf telah mengagetkan.”

“oh tidak apa,” Salima melanjutkan langkahnya. Jalal membuntutinya. Merasa tidak enak berjalan di depan seorang pria, Salima mengghentikan langkahnya dan mempersilahkan Jalal berjalan di depannya. Jalal menurut. Salima berkata,  “jadi anda sudah bertemu dengan ayahku?” Jalal meghentikan langkahnya dan menatap Salima dengan heran “ayah anda?” Salima mengangguk, “ya. Pemilik rumah itu..”  Jalal tersenyum, menyadari kealpaannya, “oh paman Bharmal. Beliau ayah anda? Kalau begitu anda…” Jalal teringat dengan perkataan tuan Bharma kalau dirinya akan di jodohkan dengan salah satu anaknya, “..nona Salima?” Salima mengangguk, “dan anda?” Jalal mengulurkan tangannya, “Jalaluddin Muhammad.” Salima dengan sedikit tersipu menyambut uluran tangan itu.

Dari arah pintu terdengar deheman tuan Bharmal. Jalal cepat-cepat melepaskan  tangan Salima yang masih di genggamnya. Keduanya segera melangkah menghampiri tuan Bharmal. Salima menyapa ayahnya. Tuan Bharmal mengangguk penuh pengertian, lalu menyapa Jalal, “jadi kau sudah berkenalan dengan putriku?” Jalal tersenyum dan mengangguk, “nona Salima..” Tuan Bharma dengan nada mengoda menanyai jalal, “apa pendapatmu tentang dia?” Salima terbelalak menatap ayahnya dan memprotes, “ayah?!” Tuan Bharmal terkekeh. Jalal menyahut sambil tersenyum, “dia … sangat cantik… ” Dalam gumanan lirih, Jalal menambahi, “..sangat mirip dengan seseorang yang kukenal…” Tuan Bharma mendengar gumanan Jalal dan dengan tatapan menyelidik  bertanya, “orang yang kau kenal itu, hanya sekedar kenalan saja bukan?” Jalal gelagapan di tanya begitu.  Tuan Bharmal tertawa dan menepuk pundak jalal, “tentu saja hanya sekedar kenalan. Karena besok, kita akan kembali ke Agra untuk meresmikan pertunangan kalian. Aku sudah menelpon Humayun. Besok kita akan bertemu denganya di Agra.”

Jalal tak tahu harus berkata apa. Salima terkejut dan bertanya dengan ragu-ragu, “pertunangan?”  Tuan Bharmal merangkul pundak  Jalal dengan tangan kanannya dan mengandeng tangan Salima dengan tangan kirinya. Dia membimbing kedua pemuda dan pemudi itu masuk ke dalam sambil memberi penegasan, “ya, salima sayang.  Pertunangan kalian. Pamanmu Humayun sudah mengirimkan anaknya  menemui ayah, sekarang giliran ayah untuk memenuhi janji yang kami ucapkan beberapa puluh tahun yang lalu. Ketika kalian masih kecil..” Salima menahan langkah ayahnya, “tapi ayah…?” tanyanya ragu-ragu sambil melirik Jalal. Jalal tertunduk menekuri tanah seperti sedang memikirkan sesuatu. Salima sangat ingin mendengar pendapat Jalal, tapi Jalal  hanya diam. Tuan Bharmal menggelengkan kepalanya, melarang Salima untuk bertanya lagi. Beliau menyuruh Salima membantu ibunya bersiap-siap. Karena besok mereka semua akan pulang ke Agra.

Udara malam di Simla sangat dingin. Tapi bukan karena itu, Jalal tak bisa tidur. Dia bingung memikirkan rencana pertunanganya dengan Salima dan upayanya untuk menemukan Jodha. Jalal ingin menemui Jodha dulu, baru memikirkan yang lainnya. Tapi dia tak tahu bagaimana memberitahu tuan Bharmal dan ayahnya. Dia tak ingin mengecewakan mereka.   Pasti akan timbul masalah kalau dia mengatakan keinginannya yang sebenar. Mengatakan pada mereka kalau sudah ada wanita yang telah mengisi hatinya.  Kelak bukan hanya ayah dan paman Bharmal saja yang kecewa, tapi bagaimana dengan perasaan Salima? Apakah dia masih merasa berharga setelah di tolak olehnya? Jalal sangat bingung. Antara mematuhi tradisi atau mengikuti kata hati. Menjelang pagi,  Jalal baru bisa terlelap.  Maka jangan heran kalau selama penerbangan Simla – Agra  dia tertidur. Salima yang duduk sebaris dengan Jalal tapi tidak berdekatan sesekali melirik dan menatap Jalal yang tertidur, seulas senyum tipis tersungging di bibirnya. Ada rasa gembira yang tersembunyi di balik pipinya yang merona dan wajah tersipu yang coba dengan keras dia sembunyikan.

Ruqaiya sedang mendekor ulang Night Club nya ketika Salima menelpon dan mengatakan kalau dirinya, ayah dan ibu serta  Jalal sudah ada di Agra. Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah. Ruqaiyah dengan heran bertanya kenapa mereka pulang lebih awal dari yang di rencanakan? Bukankah liburan sekolah Salima masih lama? Salima sambil berisik memberi tahu Ruqaiya kalau akan ada acara keluarga di rumah mereka. Ruq bertanya acara apa.  Salima menyuruh Ruq pulang kalau ingin tahu. Karena dia tidak bisa memberitahunya lewat telepon.

Dengan rasa penasaran, Ruq bergegas meninggalkan Night club dan pulang kerumah. Begitu Ruq memasukan mobilnya ke halaman, taksi yang di kendarai Salima dan keluarganya tiba. Jalal yang keluar lebih dahulu dari dalam taksi.  Ruq sangat senang melihat Jalal. Dia berlari menghampirinya, “Jay Bhaisa…bagaimana hari-hari mu di Simla?”

Jalal mengacungkan jempolnya sambil tertawa. Dia membantu Salima mengeluarkan barang-barangnya dari dalam bagasi dan mengangkatkannya sampai ke depan pintu rumah.  Setelah itu dia berpamitan pada tuan Bharmal, Menawati dan Salima serta Ruq. Dia ingin pulang ke apartemennya sebentar sebelum menjemput orang tuanya yang datang dari delhi. Tuan Bharmal mengangguk dan berpesan agar Jalal berhati-hati, “jaga dirimu baik-baik. kami sekeluarga menunggumu!” Jalal tersenyum. Setelah memberi salam, dia bergegas masuk kembali kedalam taksi.

Ruq terlihat kecewa karena tidak sempat berbincang-bincang dengannya.  Tapi Salima segera menarik tanganya dan meminta Ruq membantunya mengangkat barang-barang bawaan dari Simla masuk kedalam rumah.  Begitu mereka berdua ada di dalam kamar Salima, Ruq bertanya tentang acara keluarga apa yang akan di adakan di rumah mereka. Salima sambil mengeluarkan baju-baju dari dalam tasnya menjawab, “acara pertunanganku dengan Jalal.”

Gedubraakkkk!

Tas tangan yang berisi buku-buku terjatuh begitu saja dari tangan Ruqaiya. Salima menoleh dengan kaget. Dia segera menghampiri Ruq dan memunggut tasnya yang jatuh  sambil mengeluh, “kenapa tidak meletakannya baik-baik? Kenapa harus di jatuhkan? Coba lihat, untung isinya cuma buku… kalau ada barang pecah belahnya…bagaimana?” Karena tidak ada suara sahutan dari Ruq, Salima dengan kesal mengangkat wajahnya menatap Ruq. Betapa terkejutnya dia saat melihat Ruq berdiri kaku dengan wajah pucat dan mata berkaca-kaca. Salima dengan bingung bertanya, “Ruq? Ada apa?”…… 3 Wajah 1 Cinta bag 6 by Meysha Lestari

NEXT