Sinopsis Ashoka Samrat episode 16 by Jonathan Bay

Sinopsis Ashoka Samrat episode 16. Guru memuji Sushim di depan Samrat karena telah mengalahkan iblis. Menurut guru itu bukti kalau Dinasti Maurya mempunyai masa depan yang gemilang. Chanakya menatap Sushim dengan sangsi. Bindu tersenyum, “Sushim, aku bangga padamu.” Sushim tersenyum bangga. Ashok tertawa geli. Charumitra meminta izin untuk mengajak Sushim peri. Bindusara mengangguk. Charu kemudian menghampiri Sushim dan mengandengnya pergi meninggalkan aula kerajaan. Di telinga Sushim, Charu berisik, “siapa yang memukulimu?” Sushim balas bebisik, “aku akan cari tahu, ma.” Ashok menatap kepergian Sushim dan ibunya dengan senyum lebar.
Sambil tertawa-tawa, Ashok dan Bal Ghovin kembali ke istal (kandang kuda). Keduanya menjatuhkan diri di tepi kolam. Bal mengucapkan terima kasih pada Ashok, karena mengembalikan rasa percaya dirinya. Ashok tertawa. Tiba-tiba tawanya lenyap dan dia terlihat tegang. Buru-buru dia berdiri, “aku akan kembali.” Lalu bergegas pergi meninggalkan Bal Ghovin yang menatap kepergiannya dengan heran.
Chanakya mengutarakan rasa sangsinya pada Radhagupta, “aku tidak percaya kalau Sushim mengalahkan binatang itu. Kebenarannya pasti berlawanan. Dia pasti telah di hajar.” Ashok muncul di depan Chanakya dan Radhagupta. Dengan wajah polosnya dia melipat tangan di dada dan berkata, “acharya, saya datang kesini untuk memberitahu anda, bahwa saya tidak akan pergi kemana-mana sampai saya bisa berhasil membuat iblis pergi dari sini.” Chanakya dengan heran berkata, “tapi Sushim mengatakan kalau dirinya telah membuat iblis itu melarikan diri dari Patliputra.” Ashok tersenyum, “aku diatas segalanya, maka apa yang kupikirkanpun jauh diatas mereka.” Chanakay dengan rasa ingin tahu bertanya sampai berapa lama waktu yang dia punya untuk tinggal di Patliputra? Ashok menjawab sampai dirinya berhasil menangkap iblis itu, sampai saat itu pula dia tidak akan meninggalkan Patliputra. Setelah berkata begitu, Ashok memberi hormat pada Chanakya, lalu pergi dari hadapannya. Chanakya menatap kepergian Ashok sambil berguman, “Ashok akan segera pergi dari tempat ini, Radhagupta..” Radhagupta mengangguk kecil. Keduanya hendak melangkah ketika Helena muncul dri belakang mereka. Chanakya segera menoleh. Helena menatap Chanakya dan berkata, “aku telah memahami permainan politikmu achari. Dulu anda membawa seorang anak dan membuat raja waktu itu kalah dari anak itu. Lalu anda menjadikan anak itu sebagai Samrat. Sekarang anda membawa Ashok, ide anda adalah merebut tahta Bindusara dan memberikannya pada anak itu. Tapi anda tidak akan berhasil kali ini.” Chanakya tersenyum dan balas berkata, “aku mengerti maksudmu. Tapi apakah anda punya bukti untuk membuktikan teori anda itu? Bahkan aku merasa bahwa anda dan Justin menyerang Samrat Bindusara sehingga anda bisa menjadikan Justin raja. Tapi aku tidak punya bukti untuk melawanmu waktu itu karena itu tak bisa melakukan apa-apa. Dalam peperangan ini, hanya orang yang punya bukti dan strategi saja yang bisa menang. Anda tahu itu dengan sangat baik. Anda memainkan permainan ini bertahun-tahun dan bertahun-tahun pula aku telah mengalahkan anda. Dan permainan yang anda mainkan saat ini, aku akan membuat anda kalah dengan mengikuti aturanmu saja. Aku akan menyapu bersih anda.” Chanakya tersenyum kalem pada Helena sebelum beranjak pergi dari depannya, di iringi tatapan penuh kebencian dari sang Ratu.
Helena sedang menulis surat. Justin mengutarakan rasa tidak sukanya melihat Helena berbicara dengan Chanakya, “apa perlunya?” Guru setuju dengan ucapan Justin, “sekarang achari Chanakya pasti akan bersikap lebih hati-hati.” Helena menyahut kalau itu adalah rencananya, “aku ingin Achari Chanakya kosentrasi pada keselamatan Ashok saja.” Helena mengulurkan surat yang telah selesai di tulisnya pada Justin dan menyuruh dia membacanya. Justin bertanya, “apa ini?” Helena berkata kalau Justin tak akan mengerti. Lalu dia menyuruh Guru mengirimkan surat itu pada ayahnya, Nikator.

 Seorang prajurit masuk ke kandang kuda dan menunjukan  logo Singa pada penjaga. Penjaga mengizinkan dia masuk. Seorrang pelayan memata-matainya. Prajurit itu mengambil kuda putih dan membawanya pergi.

Sushim di kelilingi oleh teman-temannya. Salah seorang teman Sushim bertanya kalau Sushim telah mengalahkan iblis itu mengapa membiarkannya lolos? Sushim tidak menjawab pertanyaan itu, dia menyuruh mereka semua pergi. Sebelum pergi, mereka meminta Sushim agar besok membawa mereka semua pergi ke tempat di mana dia mengalahkan iblis itu. Sushim terbayang bagaimana dia di pukuli oleh anak-anak, dia menjadi marah dan membuat berantakan kamarnya. Charu datang teropoh-gopoh dan bertanya, “ada apa Sushim?” Sushim dengan geram berkata kalau dia akan mencari tahu siapa orang yang telah memukulinya, “siapa yang ingin mati di tanganku?” Charu berkata pasti orang itu tidak berasal dari negeri ini. Sushim teringat bagaimana Ashok telah menuduhnya sebagai iblis. Tapi Sushim merasa sangsi, “tidak. Aku tidak berpikir Ashok punya keberanian sebanyak itu.”

Untuk membuktikan kesangsiannya, Sushim mendatangi Ashok di istal dan berkata, “aku tidak tahu kalau kau punya banyak ketakutan. Aku tahu apa yang kau lakukan kemarin.” Ashok menjawab kalau dirinya melakukan banyak hal kemarin, “apa yang kau bicarakan, pangeran?” Sushim menarik kain Ashok, “kalau kau berasal dari keluarga baik-baik, kau pasti akan mengakui apa yang kau lakukan kemarin.” Sushim kemudian mendorong tubuh Ashok. Ashok menjadi marah, tangannya tergenggam siap untuk membalas perbuatan Sushim, tapi kata-kata Dharma terngiang kembali di telinganya, “berjanjilah untuk tidak melakukan kekerasan di masa depan.” Melihat Ashok terdiam, Sushim menoleh kearah Bal Ghovin lalu menghampirinya. Dia menarik kain Bal dan menyuruhnya memberitahu siapa yang memukulinya kemarin, “atau aku akan membunuhmu!” Bal Ghovin gemetar ketakutan. Sushim menjadi sangat marah, dia mengerakkan cambuknya, tapi Ashok berkata, “cukup! Hentikan, pangeran!” Sushim melepaskan Bal Ghovin dan berbalik menatap Ashok dengan cambuk siap terlontar di tangan. Ashok tidak gentar, “Ya. Aku yang telah memukulimu. Dan ku pikir kau menginginkannya lagi, karena itu kau datang kesini.” Sushim dengan marah menghampiri Ashok. Ashok terlihat tegang. Tiba-tiba kemarahan Sushim mengendur, dia tersenyum mengejek, “aku tidak menyangkah kau sangat bodoh sekali sampai mau mengaku.” Ashok menatap Sushim dan bertanya tanpa takut, “kenapa? Apa yang akan kau lakukan? memukuli aku?” Sushim berkata kalau dirinya akan melaporkan perbuatan Ashok pada Samrat, dan bindusara pasti akan menghukum Ashok. Ashok bertanya, “apa yang akan kau katakan padanya? Kemarin kau telah membuat cerita besar bagaimana kau telah mengalahkan iblis dan semuanya. Dapatkan dia menerima kalau semua itu cuma cerita palsu belaka? Kalau kau melapor padanya, maka kau akan jatuh di matanya. Dia akan menyangkalmu. Dan kau tak punya kehormatan lagi dimatanya.” Menyadari itu Sushim menjadi sangat marah. Dia teringat bagaimana dia di pukuli. Ashok menatap Sushim dengan alis terangkat. Kemarahan Sushim tak bisa di bendung lagi. Dia menarik rambut Ashok dan menjatuhkannya di tanah, lalu tanpa ampun dia mencambuki tubuh Ashok, hingga Ashok merintih kesakitan. Semua anak menatap Ashok dengan iba, tapi tak ada yang berani menolongnya. Seorang prajurit melihat itu dan bergegas pergi menemui Guru (perdana menteri).

Guru segera pergi ke kandang kuda untuk menghentikan Sushim. Tapi Sushim tak mau berhenti. Guru menarik tangannya dan berkata, “aku mohon padamu, pangeran. Hentikan! Kami akan membeikan hukuman pada Ashok. Jika samrat tahu anda memukuli Ashok seperti itu, dia tidak akan suka. Mohon hentikan!”  Mendengar nama Samrat, Sushim membuang cambuknya. Guru menyuruh anak-anak membawa Ashok ke klinik. Sushim memprotes perdana menteri, “bagaimana anda berani menghentikan aku? Sebelumnya anda menyangka aku sebagai iblis atas desakan Ashok.” Perdana menteri menjawab, “saya melakukan semua itu demi menegakkan keadilan. Jika anda ingin Ashok dihukum, maka anda harus melaporkannya pada  Samrat. Tidak menggunakan kekerasan sepetri ini.” Sushim menatap prajurit yang melapor pada perdana menteri dan berkata dengan begis, “orang yang bicara menentangku, akan menjadi musuhku.”

Ashok digotong ke klinik oleh kawan-kwannya. Dia memanggil Dharma, “ma..” Dharma terkejut dan segera berlari menyambut Ashok, “Ashok?” Dharma membantu Ashok yang kesakitan berdiri tegak. Dia mengamati bilur-bikur di tubuh Ashok lalu dengans sedih dia memeluknya dan bertanya pada Bal Ghovin, “apa yang terjadi?” Bal memberitahu Dharma kalau Sushim memukuli Ashok. Dharma mengecup kepala Ashok dan membantunya berbaring tengkurap di divan yang ada di tempat itu. Dengan cekatan Dharma meramu obat lalu mengobati luka di punggung Ashok. Ashok mengerang kesakitan. Dharma seperti merasakan nyeri yang di derita Ashok, dia menangis dalam diam.

Radhagupta berlari-lari menemui Chanakya dan memberitahu dia kalau Ashok terluka. Chanakya terlihat prihatin dan terdiam lama.

Sushim hendak meninggalkan istal ketika dia melihat Bindusara memasuki istal sambil menuntun seekor kuda. Sushim segera mengambil segenggam jerami dan mengoleskannya ke tubuh kuda. Setelah itu dia mengambil kain dan pura-pura membersihkannya. Bindu yang merasa heran melihat Sushim menegurnya, “Sushim, kenapa kau membersihkan kuda? dimana Ashok?” Sushim dengan wajah kesal menoleh, “jangan sebut namanya, ayah. Ketika saya memintanya membersihkan kuda, dia malah membuat kuda menjadi kotor dan kemudian menghinaku dengan mengatakan kalau aku mengeluh pada anda, maka anda tidak akan mendengarkan aku dan hanya akan memihak Ashok saja. Dia juga bilang kalau dia tidak takut pada Samrat.” Mendengar pengaduan Sushim, Bindu terlihat marah.

Di klinik Dharma merawat ashok. Melihat Ashok kesakitan, Dharma menanggis. Melihat ibunya sedih Ashok tersenyum menghiburnya, “ma, anda tidak boleh sedih. Tapi harus bangga bahwa aku memenuhi janjiku pada anda. Dia memukuliku tapi aku bahkan tidak membalasnya.” Dharma mencoba tersenyum di sela-sela tangisnya. Lalu dia mencium kening Ashok dengan penuh kasih sayang. Ashok tersenyum. Katanya pada Dharma, “semakin aku mencoba pergi dari tempat ini, semakin aku berpikir untuk melakukan sesuatu untuk tempat ini. Lihatlah, Samrat Bindusara orang yang sangat baik, tapi anak-anaknya? Mereka egois. Apa jadinya Dinasti Maurya kalau sampai jatuh di tangan yang salah?” Dharma tersenyum mendengar kata-kata Ashok yang sangat logis.

Charumitra sedang melakukan ritual di kamarnya. Dia teringat bagaimana Noor mengejeknya dengan berkata kalu Siamak tidak pernah melakukan sesuatu yang salah tapi hal sama tidak bisa di katakan untuk Sushim. Charu kemudian membuat ramuan sambil berkata, “Noor, caramu menghancurkan hidupku, caramu merebut Samrat dariku, dengan cara itu pula aku akan menyiksamu. Aku akan membuatmu tak berdaya. Aku tidak akan membiarkan siapapun datang diantara tahta dan anakku.”

Noor memanggil pelayannya, Sitara. Tapi yang datang pelayannya Charu. Dia memberitahu Noor kalau Sitara sedang sakit, karena itu dirinya yang akan melayani Noor. Noor bertanya kenapa dia mau melayaninya? Dengan diplomatis pelayan charu menjawab, “saya mungkin pelayan ratu Charu, tapi saya ingin melayani ibu calon raja Siamak.” Noor dengan heran bertanya bagaimana dia tahu kalau anaknya akan menjadi raja? Pelayan Charu menjawab kalau dia bisa memprediksi sesuatu dengan melihat arah angin. Noor terlihat senang. Dia mengulurkan sisir pada pelayan itu. Kilas balik terlihat bagaimana Charu menyuruh pelayannya untuk membawakan helaian rambut Noor. Ddan pelayan charu melakukaan persis seperti yang di minta charumitra, mengambil rambut noor.

Prajurit yang melaporkan Sushim pada perdana menteri melaporkan kelakuan Ashok pada Bindu. Dharma mendengar percakapan itu. Prajurit itu berkata kalau Ashok adalah anak yang nakal dan kasar. Dia sering melihat Ashok bertingkah tidak baik pada Sushim. Bindu terlihat kecewa, dia berkata kalau dirinya akan mengatur Ashok agar menjadi benar dengan memberinya hukuman. Dengan marah Bindu bergegas melangkah pergi. Dharma mencegatnya dan meminta agar sebelum menghukum Ashok, Bindu mendengar cerita dari sisi lain juga. Bindu mencela Ashok di depan Dhaarma dengan mengatakan kalau kebaikan Ashok selama ini aalah palsu, ia anak yang buruk, tidak punya sopan santun. Sikapnya itu menurut Bindu telah menunjukan kalau latar belakang keluarganya tidak baik. Ashok berasal dari keluarga yang buruk. Mendengar itu, Dharma menjadi tersinggung. Dengan suara tinggi dia membela Ashok, “bagaimana anda dapat memutuskan tentang keluarganya tanpa kenal mereka. Anda kenal ibunya? Anda tahu bagaimana Ashok lahir? Anda tahu berapa banyak kesulitan yang di hadapi ibunya? Aku juga seorang ibu dan aku selalu melihat Ashok seperti anakku. Dia anak yang baik.” Biandu tersiam seperti berpikir. Dharma memohon agar Bindu mempertimbangkannya lagi, “jika Ashok melakukan seperti yang anda katakan, hukumlah dia, tapi setidaknya dengarkan dulu ceritanya. Dengarkan pendapatnya..sekali saja.” Tanpa bicara sepatah kata lagi, Bindu bergegas pergi dengan wajah kesal meninggalkan Dharma.

Di pengadilan, Perdana menteri mengatakan pada Bindu kalau Ashok bicara buruk, dia juga mencoba bicara di depan Bindu, PM minta Bindu menghukum Ashok. Helena setuju, “saat anak ini datang ke sini, banyak masalah terjadi. Dia abukan anak baik.” Charu menyela, “lalu apa yang kita tunggu? Hukumlah anak ini!” Noor bersuara lain, “tapi maharani Charumitra, kita semua tahu, Sushim sangat pemarah. Dia melempar pisau ke arah Siamak di depan pengadilan…” Charu menyangkal, “aku hanya membela anakku, dan anak ini menciptakan masalah.” Noor kembali berkomentar, “tapi Ashok selalu terbukti tidak bersalah dalam semua kasus.” Charu menjawab kalau ini bukan masalah pribadi. Noor membalas, “bahkan saya mengingatkan anda ini, jangan berpikir Sushim sebagai anakmu disini. Lihat kasus ini secara netral. Itu akan menguntungkan Sushim.” Justin yang mendengar perdebatan kedua ratu menegur Noor, “ratu Noor, jangan melewati batas. Kita di pengadilan.” Noor tidak suka di tegur Justin, dia melotot marah. Justin menjauhkan tatapannya dari Noor. Helena juga menegur Charumitra agar menghentikan perdebatan dan meminta mereka berdua menunggu keputusan Samrat.  Bindusara menyuruh Ashok membela diri dan tidak takut pada siapapun, “katakan apapun yang kau inginkan.” Ashok hanya diam. Semua menunggu dia membuka mulut. Bindu berkata lagi, “keheninganmu membuktikan kalau kau pelakunya. Kau punya hak untuk membela diri.” Semua menatap Ashok.  Tapi Ashok tetap diam. Bahkan ketika Bindu membujuknya, dia tetap membisu.

Chanakya yang berkata, “keheningan Ashok pasti ada alasannya.” Perdana menteri menyela, “achari, dia merasa tidak perlu membuktikan ketidakbersalahannya sehingga dia memilih diam, itu membuktikan kalau anak ini menghina pangeran Sushim.” Chanakya hanya melirik Perdana menteri, tapi tak berkomentar apa-apa. Dia membiarkan Perdana menteri meminta Bindu untuk menegakkan keadilan dan mengumumkan keputusannya. Semua mata menatap Bindu. Dharma menatap bindu dengan cemas. Bindu hendak mengumumkan keputusannya, ketika Chanakya berdiri dari duduknya dan menyela, “maafkan aku samrat. Sebelum anda mengumumkan keputusanmu, aku ingin mengatakan sesuatu. Aku tahu Ashok tidak bisa menghina siapapun. Anak yang mengambil tanggung jawab untuk menangkap iblis, anak yang yang tinggal di sini hanya untuk menyelamatkan anak-anak dari iblis, anda berpikir anak itu bisa menghina pangeran Sushim?” Perdana menteri menyela, “maaf achari, jadi anda mengatakan pangeran Sushim berbohong?” Disela begitu Chanakya terlihat kesal, “aku berbicara dengan samrat Bindusara, kalau anda menyela, itu sama saja dengan menghina samrat.” Ditegur begitu, perdana menteri langsung terdiam. Chanakay bertanya sekali lagi pada Bindu, apakah dia berpikir kalau Ashok bisa menghina Sushim? Bindu berpikir, “tidak. Tapi kalau Ashok tidak membela diri, aku tidak punya pilihan selain menuduhnya sebagai pelaku.” Chanakya setuju, “baiklah. Untuk sementara, aku menerima bahwa Ashok menghinanya, maka dia harus di hukum. Tapi apa hukumannya?” Bindu menatap Chanakya tak mengerti. Chanakya melanjutkan, “menurut aturan, jika pelakunya sudah di beri hukuman maka anda tidak bisa menghukumnya lagi.” Bindu terlihat semakin bingung, “aku tidak mengerti Achari.” Chanakya menyahut, “aku akan membuat anda mengerti..” Chanakya menghampiri Ashok dan menarik kain yang menutupi tubuhnya. Sushim tertunduk cemas. Lalu dengan lembut dia memutar tubuh Ashok, menunjukan punggungnya pada Bindusara, “lihatlah ini, Samrat.” Bindu melihat bilur-bilur di punggung Ashok bekas pukulan cambuk Sushim. Bindu kaget. Sushim terlihat tegang. Dharma menangis dan semua menatap punggung Ashok dengan tatapan tak percaya. Chanakya memberitahu Bindusara kalau luka di di punggung Ashok adalah bukti kalau Sushim telah memberi hukuman pada Ashok. Bahkan hukuman itu lebih dari yang seharusnya di tanggung Ashok, ” Ketidakadilan telah terjadi pada Ashok, bukan pada Sushim!”  Bindusara merasa miris melihat luka Ashok. Di wajahnya terbayang kesakitan seperti yang rasakan Ashok… Sinopsis Ashoka Samrat episode 17