Bila Saatnya Tiba bag 50 by Sally Diandra

Bila Saatnya Tiba bag 50 by Sally Diandra. Dua bulan kemudian setelah Hussain dan Aram dinyatakan sehat dan bisa dibawa pulang ke Jakarta, akhirnya Jodha bisa pulang kembali ke rumah ibu mertuanya bersama seluruh anggota keluarga, dipintu depan Nigar sudah menunggu kedatangan saudara saudaranya, terutama Jodha dan kedua keponakan kembarnya. “Kak Jodhaa … selamat datang” Jodha tersenyum kemudian segera memeluk Nigar “Nigar … Aku kangeeen sekali sama kamu, kamu sudah baikkan ? Jalal baru menceritakannya kemarin, terima kasih yaa kamu telah menyelamatkan suamiku” Nigar hanya tersenyum “Ibu sebenarnya juga marah sama Jalal, kenapa dia baru menceritakan insiden kamu itu ketika mau menjemput kami, kami kira semuanya baik baik saja ternyata kamu hampir meregang nyawa, Nigar … Ibu sangat bangga denganmu” ibu Hamida juga memeluk Nigar kemudian mencium keningnya “Kamu adalah anak ibu dan adik kakak kakakmu ini, kami ada buat kamu, Nigar … Kalau ada masalah apapun itu, ceritakanlah pada kami, kami akan siap membantu”, “Iya, ibu … Terima kasih”, “Aku juga mau mengucapkan terima kasih karena telah menyelamatkan nyawa kakakku, kalau tidak … Kasihan keponakan kembarku ini” ujar Bhaksi sambil menggendong Hussain “Waaah … Lucunya, yang mana Hussain yang mana Aram, kak ?”, “Yang ini Hussain, kalau itu yang digendong kak Jalal adalah Aram” Bhaksi menunjuk ke arah bayi yang digendong Jalal, Jalal tersenyum sambil memandangi putri kecilnya itu, sementara Mehtab digendong oleh Shamshad “Mereka mirip sekali yaaa … Kalau masih bayi seperti ini, jadi sulit membedakannya mana yang Hussain mana yang ss bila saatnya tiba 12Aram kecuali kalau kita melihat alat kelamin mereka” semua yang ada disana tertawa terbahak bahak. Nigar sangat senang dengan keluarga barunya ini, bersama mereka Nigar bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga yang selama ini dia idam idamkan, hal itulah juga yang menjadi salah satu alasan Nigar membelot dari rencana bibi Maham Anga.

“Nigar, kalau boleh aku tahu, kenapa kamu berubah pikiran untuk tidak menjebak Jalal ?” Jodha sangat penasaran dengan alasan Nigar, kebetulan karena sore itu Nigar sedang menemaninya memandikan si kembar, Jodha segera menanyakannya langsung ke Nigar “Aku merasa, kalau aku menjebak kak Jalal … Aku tidak akan mendapatkan kehangatan dan kedamaian dalam sebuah keluarga seperti saat ini, kak … Mungkin iyaa aku kaya, hartaku berlimpah ruah tapi gersang, aku tidak bisa mendapatkan kebahagiaan yang tidak bisa aku beli dengan uang yaitu kehangatan sebuah keluarga” sesaat Nigar terdiam tak terasa ada setitik air mata muncul diujung matanya yang lentik “Selama ini aku memimpikan hal tersebut dan lagi kalau aku tinggal dengan bibi Maham Anga yang jelas jelas telah membunuh ibuku, aku yakin suatu saat nanti, dia pasti juga akan menyingkirkan aku dengan begitu mudahnya”, “Kamu memang pintar ! Kamu telah membuat sebuah keputusan yang tepat, Nigar … Orang seperti bibi Maham Anga itu tidak pernah merasa puas, dia selalu saja merasa kekurangan, apa saja bisa dia lakukan agar dirinya bahagia” Nigar mengangguk anggukkan kepala “Aku dengar pas sebelum kejadian itu, kak Jodha seperti mendapat firasat buruk ya ?”, “Aku sendiri tidak tahu apakah itu sebuah firasat buruk atau apa, yang jelas aku merasa Jalal sudah tidak sayang lagi denganku, dia sudah meninggalkan aku di pulau Maluk dan semua orang hanya peduli pada si kembar, tiba tiba aku merasa sangat cemburu dan marah, aku merasa tidak ada yang peduli denganku lagi, apalagi suamiku juga jauh, bahkan aku sempat tidak mau menyentuh atau memberikan ASI untuk si kembar” Nigar terheran heran mendengar cerita Jodha “Sampai segitunya, kak ?”, “Iyaaa … tapi untungnya ada dokter Salima, ibu segera mendatangkan dokter Salima untuk mengecek kondisiku, kami ngobrol banyak dari hati ke hati, sampai akhirnya aku bisa menyadari kalau aku ini kalau aku ini baru saja melahirkan, ada dua bayi yang sangat membutuhkan keberadaanku sebagai ibunya, dua bayi yang tidak berdosa, yang tidak tahu apa apa” ujar Jodha sambil memandangi kedua anaknya yang sedang didandaninya “Syukurlah kalau akhirnya kakak bisa menyadari, tapi apakah semua wanita akan mengalami hal seperti itu, kak ?” Jodha tersenyum sambil terus asyik mendadani si kembar “Tidak juga, menurut dokter Salima sindrom baby blues yang aku alami kemarin itu hanya diderita oleh sebagian ibu pasca melahirkan jadi tidak semua perempuan yang habis melahirkan akan mengalami hal seperti itu, mungkin tergantung situasi dan kondisi yaa … Naaah anak ibu sudah cakep sekarang, ayooo tante Nigar kita jalan jalan ditaman, biar si kembar bisa merasakan udara segar diluar” Nigar tersenyum senang mendengarnya kemudian digendongnya Aram dalam pelukkannya, sedangkan Jodha menggendong Hussain, lalu mereka berlalu menuju ke taman bunga dibelakang rumah.

Beberapa hari kemudian, ketika sore hari tiba, sekitar pukul lima sore, Jalal sudah pulang kerumah, bergegas Jalal memasuki kamarnya sendiri dan dilihatnya Jodha sedang berbaring miring membelakangi tubuhnya sambil memberikan ASI untuk Hussain sedangkan Aram sudah tertidur pulas dibox bayinya. Jalal segera mendekati Jodha kemudian diciumnya rambut Jodha perlahan, Jodha langsung menoleh “Sudah pulang ?” Jalal mengangguk sambil duduk disamping Jodha kemudian mencopot sepatunya “Sayang, sepertinya sekarang aku terkena sindrom baby blues” Jodha langsung mengernyitkan dahinya dan memandang kearah Jalal “Maksudmu ?”, “Iyaa … Karena sekarang istriku lebih memperhatikan anak anakku ketimbang diriku yang malang ini” Jodha tertawa geli mendengarnya “Tapi aku kan selalu cinta dan sayang sama kamu, sayang”, “Mana buktinya ? Setiap jam setiap menit kamu selalu asyik bersama mereka, bahkan ketika malam haripun aku tidak bisa puas tidur denganmu, kamu selalu terjaga untuk mereka, kapan waktunya buat aku ?” Jalal mulai merajuk, Jodha tersenyum sambil mengelus elus lengan atas Jalal “Kenapa harus malam ? Kalau sore seperti ini juga bisa ?” Jalal tersenyum nakal memandang kearah Jodha, kemudian didekatinya wajah Jodha hingga begitu dekat dengannya “Benar ? Kapanpun bisa ?” Jodha tersenyum sambil membelai wajah Jalal “Aku sudah siap, sayang” bisiknya mesra sambil menahan senyumnya sambil menggigit bibir bawahnya, Jalal semakin gemas melihat Jodha seperti itu, ketika hendak diciumnya bibir mungil itu tiba tiba Hussain yang masih meminum ASI disamping Jodha mengerang sambil menjulurkan kedua lengannya yang mungil keatas dengan kepalan tangannya seperti hendak meninju, Jodha tertawa geli melihatnya “Tuh kan, lihat … dia nggak terima kalau ibunya didekati sama ayahnya, langsung mau ninju seperti itu”, “Abis ayahnya nakal siiiih … makanya dia berusaha melindungi ibunya dari serangan ayahnya” Jalal tersenyum memandangi anak laki lakinya itu “Oh iya, aku jadi ingat … beberapa hari lagi, Mehtab ulang tahun yang pertama, Bhaksi mau mengadakan pesta ulang tahunnya dirumah, jangan lupa carikan kado buat Mehtab yaa” Jodha segera mengangguk “Beres bos ! tapi ngomong ngomong mandi dulu ! bau ! dan lagi dilarang menyentuh bayi dan ibu menyusui kalau belum mandi ! buruan !” Jalal langsung mencubit gemas pipi Jodha kemudian ngeloyor pergi ke kamar mandi.

Tepat pada saat ulang tahun Mehtab yang pertama, semua tamu telah berdatangan sambil membawa kado mereka masing masing, semuanya merasa senang dengan kemeriahan pesta ulang tahun Mehtab, begitu pula Jalal dan Jodha yang begitu puas dengan hasil kerja keras mereka menyusun dan mendekor sendiri ruangan aula samping kolam renang yang disulapnya seperti istana di negeri dongeng. Tak lama kemudian salah satu pelayan mereka mendekati Jalal “Tuan, ada tamu diluar”, “Siapa ?”, “Tuan Syarifudin ayahnya non Mehtab minta ijin untuk memberikan hadiah untuk non Mehtab “Biar aku yang kesana” ujar Jalal, sang pelayanpun segera berlalu dari hadapannya “Syarifudin datang ?” Jalal mengangguk “Biar aku temui dia diluar, kamu tidak usah mengatakan apa apa dulu ke Bhaksi, okay ?” Jodha mengangguk, bergegas Jalal menuju ke teras luar dan sesampainya disana dilihatnya Syarifudin sedang berdiri mematung sambil membawa sebuah hadiah “Selamat sore, Syarif” Syarifudin langsung mengulurkan tangannya dan disambut oleh Jalal “Selamat sore, Jalal … Apa kabar ? Lama kita tidak jumpa yaa …”, “Tidak usah banyak basa basi, mau apa kamu kesini ?” Syarifudin tersenyum lebar sambil meregangkan kedua tangannya kesamping “C’mon Jalal, ini adalah hari bahagia putriku, aku ingin merayakannya, bagaimanapun juga aku kan ayahnya, aku ingin mengucapkan selamat ulang tahun pada Mehtab anakku, apakah diijinkan ?” Jalal memandang curiga kearah Syarifudin “Hanya memberikan ucapan selamat, Syarif … Bukan yang lain !” Syarifudin mengangguk anggukkan kepalanya “Kalau begitu masuklah !” ketika Jalal hendak berbalik dan melangkah kedalam rumahnya kembali.

Tiba tiba Syarifudin menghentikan langkahnya “Sebentar Jalal …” Jalal segera berhenti dan menoleh kembali ke arah Syarifudin “Ada apa lagi ?”, “Selain untuk memberikan kado untuk Mehtab anakku, aku juga punya kado spesial buat kamu, Jalal” Jalal tidak mengerti dengan arah pembicaraan Syarifudin, tak lama kemudian Syarifudin memberikan kode kearah mobilnya, pintu mobil Syarifudin terbuka dan keluarlah seorang perempuan yang sedang menggendong seorang anak kecil dalam pelukannya, Jalal terperangah melihatnya karena perempuan itu adalah Benazir, teman Syarifudin. “Kamu ingat dia, Jalal ?” Jalal hanya terdiam sambil terus memandang kearah Benazir yang sedang berjalan menuju kearahnya “Apa kabar, Jalal ?” Benazir tersenyum memandang Jalal dengan mata sayunya “Bagaimana kabarmu, Benazir ?”, “Aku baik baik saja, kabarnya kamu sudah menikah ya, selamat ya akhirnya kamu bisa menemukan teman hidupmu yang tepat”, “Terima kasih lalu kamu sendiri, kamu juga sudah menikah bukan ?” Benazir tersenyum kecil sambil melirik kearah Syarifudin, Syarifudinpun membalas lirikan Benazir “Dia belum menikah, Jalal … dan anak ini adalah anakmu” Syarifudin tersenyum sinis “Bagaimana bisa dia anakku ?” tepat pada saat itu Jodha menghampiri Jalal keteras karena dia merasa Jalal sudah terlalu lama ngobrol dengan Syarifudin diluar, begitu Syarifudin melihat kedatangan Jodha dibelakang Jalal, Syarifudin segera melancarkan serangannya “Apakah kamu tidak ingat kejadian malam itu bersama Benazir di hotel JW Marriot ? dua tahun yang lalu atau tepatnya 1 tahun sebelum kamu menikah dengan Jodha !” Benazir tersenyum sementara anaknya tertidur pulas dalam pelukannya “Bukankah malam itu adalah malam yang indah bagi kita berdua, Jalal … Kamu tidak ingat ? Tapi jangan khawatir aku tidak meminta kamu menikahi aku, aku hanya menginginkan kepastian status anak ini, aku ingin kamu mengakuinya sebagai anakmu, Jalal” Jalal sangat terkejut mendengar permintaan Benazir, sementara Jodha juga terperanjat mendengarnya hingga mengeluarkan suara memekik kecil, Jalal segera menyadari keberadaan Jodha dibelakangnya, Jodha menatap kearah suaminya dengan tatapan tidak percaya, Jodha mundur selangkah demi selangkah “Jodha ! Dengarkan dulu … Ini tidak seperti yang kamu pikirkan !” namun Jodha tidak mau mendengar penjelasan Jalal, Jodha segera berlari meninggalkan Jalal, diambilnya kunci mobil Beetlenya dan langsung menuju ke garasi, Jalal mencoba mengejarnya namun Jodha sudah berhasil masuk ke dalam mobilnya “Jodha ! Tunggu ! Dengarkan aku ! Dengarkan aku, Jodha !” namun Jodha tidak menggubris ucapan Jalal, Jodha segera melarikan mobilnya dengan kencang menuju ke jalan.

Sepanjang perjalanan, Jodha hanya bisa menangis sambil mengendarai mobilnya, hatinya hancur begitu mendengar ucapan perempuan yang bernama Benazir yang menginginkan Jalal mengakui anaknya itu adalah anak Jalal, berkali kali Jodha menyeka air mata yang membasahi pipinya, Jodha teringat akan ucapan Syarifudin ketika melihat Jalal berdansa dengan Atifa tempo hari “Tanyakan saja pada Jalal siapa itu Benazir ?” Jodha tidak percaya kalau Jalal dulu berbuat seperti itu “Aku benar benar tidak menyangka ! apakah mungkin bukan hanya Benazir ? Akan tetapi pada setiap perempuan yang dikencaninya ? Sampai sampai dulu Atifa juga begitu menginginkan dirinya, malangnya nasibmu Jodha” Jodha menggerutu pada dirinya sendiri sambil terus menangis, hingga sampailah Jodha di hotel tempat dokter Salima biasa melakukan Yoga “Jodha … ada apa ?” dokter Salima langsung bisa membaca kedatangan Jodha dengan mata sembabnya “Dokter Salima …” Jodha segera menghambur kepelukan dokter Salima dan meluncurlah semua cerita yang ingin ditumpahkannya sedari tadi, dokter Salima mendengarkan dengan seksama semua cerita Jodha, sepanjang bercerita Jodha tidak lepas menyeka air matanya “Kehidupan rumah tangga kami selalu mengalami pasang surut, dok … semua itu bisa aku hadapi dengan tegar dan senyuman, akan tetapi yang kali ini, aku tidak tahu, dok … hatiku rasanya hancur, kapan saat itu tiba aku bisa merasakan kebahagiaan selama lamanya tanpa adanya gangguan dari pihak ketiga, dok ?” dokter Salima mengerti dengan keaadan Jodha “Aku yakin, Jodha … saat itu akan tiba, bila saatnya tiba nanti pasti semuanya akan indah pada akhirnya, bersabarlah dan ingat berdamailah dengan dirimu sendiri, mungkin memang jalan ini harus kamu lalui, kamu harus bisa menghadapinya Jodha … apapun itu resikonya” Jodha selalu bisa menemukan solusi dan merasa nyaman bila sudah ngobrol dengan dokter Salima, Jodha selalu mendapat pencerahan dari dokter Salima dimana bukan hanya dirinya yang mengalami kepedihan seperti ini.

Hingga akhirnya malam itu Jodha memutuskan untuk pulang ke rumah, dilihatnya Jalal sedang duduk termenung di ruang kerjanya, Jodha segera mendekatinya “Jodha, akhirnya kamu pulang, aku sudah sedari tadi mencari cari kamu” Jalal segera mendekati Jodha dan menatapnya dengan perasaan sedih “Aku tadi ke dokter Salima, maafkan aku … “ Jalal menggelengkan kepalanya “Tidak tidak tidak, aku yang seharusnya minta maaf padamu, Jodha … Aku memang salah” Jodha membelai wajah suaminya dengan tatapan mesra “Aku siap menghadapi apapun yang akan terjadi, sayang … aku selalu mendukungmu, aku tidak akan meninggalkan kamu lagi”, “Tapi kamu harus tahu, Jodha … Aku merasa aku tidak pernah berbuat seperti yang Benazir dan Syarifudin tuduhkan keaku, kamu harus tahu itu ! Waktu itu aku sedang mabuk berat, aku langsung tertidur, tidak mungkin kan aku melakukannya ?”, “Aku percaya padamu, Jalal … Aku percaya” Jalal memandangi wajah Jodha dengan wajah memelas “Aku minta test DNA untuk membuktikan apakah benar dia itu anakku atau bukan, besok kami akan melakukannya” Jodha mengangguk “Itu lebih baik … Aku akan selalu mendukungmu, sayang” Jodha sudah siap untuk menghadapi semua konsekwensinya, mungkin memang masih banyak jalan yang berliku dan tajam yang harus dilaluinya terlebih dulu untuk mencapai tempat yang diidam idamkannya selama ini, Jodha yakin bila saatnya tiba nanti semuanya pasti akan indah pada akhirnya. Epilog