Bila Saatnya Tiba bag 41 by Sally Diandra

Bila Saatnya Tiba bag 41 by Sally Diandra. Siang itu Jalal semakin mempercepat laju mobilnya agar tidak ketinggalan mengejar Syarifudin yang sudah melesat didepan mereka, setelah sampai ditempat yang agak lengang dan sepi, Jalal mencoba mendahului mobil Syarifudin kemudian segera mencegatnya dengan sigap, mobil Jalal langsung menghalangi mobil Syarifudin, Syarifudin tampak terkejut ketika tiba tiba ada sebuah mobil yang menghalangi mobilnya, namun begitu dilihatnya secara seksama, Syarifudin langsung tercengang karena yang didepannya itu adalah mobil Jalal. Jalal segera keluar dari mobilnya “Syarifudin ! Keluar kamu !” Jalal langsung membentak Syarifudin sambil menuding kearah Syarifudin dan mendekat kearah pintu mobil tepat pintu disebelah kemudi, sementara Syarifudin gelisah, dirinya tidak tahu apa yang harus dilakukannya “Syarifudin ! Aku bilang keluar !” kembali Jalal membentak kearah Syarifudin, sementara Jodha tetap duduk menunggu didalam mobil, perlahan Syarifudin keluar berpura pura bingung didepan Jalal “Ada apa, Jalal ? Ada apa ini ?” Jalal langsung mendekati Syarifudin dengan tatapan marahnya “Katakan padaku siapa perempuan itu ?” Syarifudin langsung terhenyak mendengar pertanyaan Jalal “Dia … Dia … “ Jalal langsung menarik kerah baju Syarifudin dengan paksa “Kenapa rasanya susah sekali mengucapkan siapa dia sebenarnya, Syarif ?” Syarifudin mencoba mencairkan suasana sementara perempuan yang bersama Syarifudin merasa ketakutan dan gelisah “Jalal, tidak usah seperti ini, santai saja … Ini tidak seperti yang kamu bayangkan, percayalah …” Jalal langsung memotong ucapan Syarifudin “Bagaimana aku bisa percaya ? Kalau kamu sendiri tidak bisa mengatakan siapa perempuan yang kamu bawa itu, kalian baru dari hotel Lor Inn kan ? Apakah dia selingkuhanmu ? Jawab aku Syarifudin !” tiba tiba Syarifudin tertawa terbahak bahak ss bila saatnya tiba 12“Jalal Jalal Jalal … rupanya kamu telah mengetahui semuanya yaaa atau mungkin istrimu yang cantik itu telah menceritakan semuanya ?”, “Menceritakan apa ?” Jalal jadi penasaran dengan ucapan Syarifudin “Oooo rupanya dia belum menceritakannya” Jalal semakin murka “Menceritakan apa, Syarifudin ! Jangan sampai kemarahanku semakin menjadi jadi”, “Kami pernah … “ Jalal semakin marah “Pernah apa ?”, “Kamu tanyakan sendiri ke istrimu yang cantik itu !” Jalal semakin penasaran “Jodha !” Jodha yang saat itu masih didalam mobil tersentak kaget begitu Jalal memanggil namanya dengan nada membentak, bergegas Jodha keluar dari dalam mobil “Ada apa, Jalal ?”, “Ceritakan padaku … apa yang kamu ketahui tentang Syarifudin yang belum kamu ceritakan ke aku ?” Syarifudin langsung memanfaatkan peluang ini “Katakanlah Jodha, katakanlah bagaimana ….” Jalal memotong perkataan Syarifudin “Diam kamu Syarifudin !” Jodha yang sedari tadi diam langsung buka suara “Aku memang belum menceritakan soal Syarifudin ke kamu Jalal, tapi hal ini tidak jauh jauh dari soal perempuan, aku pernah memergoki dia bersama seorang perempuan di sebuah cafe yang dekat toko buku, saat itu aku mau beli buku, aku juga sempat menghadirknya dan ternyata kelakuannya tidak berubah !” Syarifudin tersenyum mengejek Jalal yang masih memegang kerah bajunya “Ternyata ini bukan yang pertama buatmu, dasar brengsek kamu, Syarifudin !”, “Jangan Jalal !” ketika Jalal hendak melesatkan bogem mentahnya, Jodha berusaha menghentikannya “Jangan Jalal, biar Bhaksi Bano saja yang memberikan hukuman untuknya, bagaimanapun juga dia itu ayahnya Mehtab”, “Tapi dia bukan ayah yang bertanggung jawab, Jodha ! Aku muak melihatnya ! Mulai hari ini jangan kamu injak lagi rumahku ! Aku pastikan bahwa adikku Bhaksi Bano akan menceraikan kamu secepatnya ! Kamu tunggu saja panggilan dari pengadilan nanti” Jalal lalu mendorong Syarifudin kebelakang sampai sampai Syarifudin terhuyung huyung hingga hendak jatuh, kemudian Jalal pergi meninggalkan Syarifudin dan bergegas masuk kedalam mobil, Jodha segera mengikuti Jalal masuk kedalam mobil dan secepat kilat Jalal meluncurkan mobilnya meninggalkan tempat tersebut.

Sepanjang perjalanan Jalal diam saja dengan tatapan marahnya, Jodha sangat bingung dengan sikap Jalal yang seperti ini, tiba tiba Jalal menghentikan mobilnya ditepi jalan, sesaat disembunyikannya wajahnya di atas kemudi, Jodha merasa iba dengan sikap Jalal, Jodha tau kalau Jalal sangat menyayangi adik kandung satu satunya, “Jalal … “ Jodha berusaha mencairkan suasana, dipegangnya bahu suaminya, Jalal langsung menoleh kearah Jodha, Jodha melihat pipi Jalal basah oleh airmatanya, Jodha kemudian menggelengkan kepala sambil mengusap pipi Jalal yang basah “Aku tahu, kamu sedang memikirkan Bhaksi Bano kan ?” Jalal tidak menjawab namun segera dipeluknya Jodha erat, Jodha membalas pelukkan Jalal dan berusaha menenangkan suaminya yang sedang bersedih “Menangislah kalau itu bisa mengurangi beban pikiranmu, sayang” lama mereka berpelukkan kemudian Jalal melepaskan pelukkannya “Kamu tahu, aku tidak bisa mengatakan semua ini ke Bhaksi Bano, aku tidak tahan melihatnya menangis begitu dia mendengar semua ini, Jodha” Jalal memandang Jodha dengan tatapan yang sedih “Aku tahu, aku tahu sayang … aku bisa mengerti tapi kamu tidak bisa menutupi semua ini, Jalal … cepat atau lambat Bhaksi akan tahu semua ini, jangan biarkan semuanya terlambat, Bhaksi harus tahu yang sebenarnya, dia harus bisa menerima semua ini karena ternyata Syarifudin tidak cuma sekali melakukannya, dia sudah berkali kali melakukannya, apakah kamu akan membiarkan laki laki seperti itu menjadi suami adikmu selamanya ?” Jodha berusaha meyakinkan Jalal, sementara Jalal hanya terdiam memandang istrinya “Kamu benar, Jodha … Aku harus melakukan sesuatu” kemudian Jalal berbalik ke kemudinya dan segera meluncurkan mobil Jaguarnya menuju ke rumah.

Setibanya dirumah, Jalal langsung menemui ibunya, saat itu ibu Hamida bermain bersama Mehtab di ruang keluarga “Ibu, dimana Bhaksi ?” Jalal langsung bertanya pada ibunya, ibu Hamida terheran heran dengan sikap Jalal karena tidak biasanya Jalal seperti ini “Bhaksi sedang keluar Jalal, dia sedang ke supermarket, ada apa ?” ibu Hamida semakin penasaran “Katakan padanya aku ingin berbicara dengannya sebelum makan malam nanti”, “Memang ada apa, Jalal ?” Jalal tidak menjawab pertanyaan ibunya, dia langsung berbalik menuju ke kamarnya, sementara Jodha diam mematung sambil memperhatikan ibu Hamida “Jodha, ada apa ini ? Kenapa Jalal seperti itu ?”, “Tidak ada apa apa, ibu … biar Jalal saja yang mengatakannya ke ibu dan Bhaksi, maaf saya tidak bisa berbuat banyak, maaf saya pamit dulu ibu” Jodha segera meninggalkan ibu Hamida.

Pada malam harinya, sebelum makan malam seperti yang dijanjikan oleh Jalal, Jalal mengajak keluarganya berkumpul, ibu dan Bhaksi sudah menantinya diruang keluarga, begitu Jalal dan Jodha masuk, ibu Hamida langsung berkata “Apa yang mau kamu sampaikan, Jalal ? Jangan bikin kami panik, sebenarnya ada apa ? Apa yang terjadi ?” Ibu Hamida benar benar penasaran, “Sabar ibu, sebentar lagi segera akan aku sampaikan” tak lama kemudian Jalal duduk di kursi didepan ibu Hamida dan Bhaksi yang sedang duduk disofa panjang, sementara Jodha duduk disebelah Bhaksi. “Ibu, Bhaksi, ada sesuatu yang ingin aku katakan kepada kalian berdua terutama untuk Bhaksi, Bhaksi aku berharap setelah aku menceritakan semuanya ini, kamu bisa menerimanya dengan lapangan dada”, “Memangnya kenapa, kak ? Ada apa ? Kenapa jadi tegang begini ?”, “Ini sangat penting, Bhaksi … Ini berkaitan dengan …” sesaat Jalal terdiam sambil memandang kearah Bhaksi dan ibunya “Dengan suamimu …” sesaat Bhaksi Bano terhenyak “Syarifudin ? Ada apa dengan dia, kak ?” Jalal memperhatikan Bhaksi dengan tatapan sedih “Aku tadi bertemu dengan suamimu, Bhaksi tapi dia …”, “Tapi dia tidak sendiri ? Dia bersama dengan seorang perempuan ? Bukan begitu, kak ?” dengan entengnya kata kata itu meluncur dari mulut Bhaksi “Kenapa kamu bisa menebak seperti itu Bhaksi ?” kali ini malah Jalal yang penasaran, sesaat Bhaksi menghela nafas panjang sementara Jalal, Jodha dan ibu Hamida menanti jawabannya “Aku sudah mengetahuinya sejak lama, kak … kadang aku sering memergoki ada sms mesranya dengan seorang perempuan, aku tidak tahu itu siapa dan aku juga tidak berani menanyakannya, aku sebenarnya sudah lama ingin mengatakan hal ini, kak …. Tapi aku takut denganmu, aku takut nanti kamu akan marah dan melabrak dia” ibu Hamida langsung terkejut begitu mendengar pengakuan Bhaksi, “Lalu kamu akan membiarkan suamimu berbuat seperti itu terus ? Kamu membiarkan harga dirimu diinjak injak oleh laki laki brengsek seperti dia, Bhaksi ?” Bhaksi menggelengkan kepalanya sambil menangis “Kalau dulu aku masih ingin mempertahankan pernikahan ini karena bagaimanapun juga dia adalah ayah anakku tapi lama kelamaan aku tidak kuat, kak … Apalagi dari hari ke hari dia semakin tidak mempedulikan aku, aku sudah bertekad, kak … Aku akan menceraikannya, aku sudah siap” Jalal langsung menghambur memeluk Bhaksi “Aku yakin, ini adalah keputusanmu yang terbaik, Bhaksi … Aku akan selalu mendukungmu” Bhaksi merasa lega setelah mengutarakan semua kegundahan hatinya selama ini, sementara ibu Hamida hanya bisa menangis haru dengan keputusan anaknya sedangkan Jodha dan Jalal terus mendukung Bhaksi agar mempercepat kasus perceraiannya.

Waktupun terus berlalu, hingga beberapa hari kemudian tamu yang ditunggu oleh ibu Hamida datang juga “Jalal, kamu masih ingat siapa yang datang ?” saat itu Jalal sedang berenang dikolam renang sementara Jodha tampak asyik melakukan Yoga dipinggir kolam renang dekat pepohonan yang rindang, Jalal langsung keluar dari kolam renang dan segera mengenakan kimono handuknya “Bukankah dia bibi Maham Anga, ibu ?” ibu Hamida langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum “Apa kabar, Jalal ? Lama tidak bertemu denganmu yaa ? Terakhir aku ketemu denganmu ketika ayahmu meninggal waktu itu kamu masih menduda kan ?”, “Tajam sekali ingatanmu, bibi” Jalal langsung menyalami bibi Maham Anga adik kandung ayahnya namun saat itu bibi Maham Anga datang tidak sendiri dia datang bersama seorang gadis yang usianya mungkin sekitar 18 tahun “Bibi, siapa dia yang bersamamu ?” bibi Maham Anga menoleh dan memperhatikan gadis lugu yang ada dibelakangnya… Bila Saatnya Tiba bag 42 by Sally Diandra.