Bila Saatnya Tiba bag 18 by Sally Diandra

Bila Saatnya Tiba bag 18 by Sally Diandra. Jalal benar benar panic, dirinya sama sekali tidak punya bayangan sama sekali kemana perginya Jodha, dilihatnya mobil Beetle Jodha masih terparkir rapi digarasi, “Berarti dia menggunakan motor” bathin Jalal sementara diluar hujan turun semakin deras dengan petirnya yang menggelegar “Kamu harusnya mencarinya, Jalal … kasihan Jodha, apalagi hujan semakin deras, ibu khawatir dengannya, ibu takut terjadi sesuatu padanya, Jalal” ujar bu Hamida panic, tiba tiba ketika Jalal hendak masuk ke dalam mobil Jaguarnya kembali “Jalal !!!!” suara Bhaksi terdengar nyaring dari arah pintu dalam yang berhubungan dengan garasi, dari tempatnya berdiri Jalal mengernyitkan dahinya kearah Bhaksi “Ada apa ?” dengan langkah yang berat Bhaksi yang saat itu kandungannya sudah semakin membesar bergegas menghampiri Jalal “Barusan ada telfon, dari rumah sakit, mereka bilang … Jodha ada dirumah sakit sekarang” kata Bhaksi dengan nafas tersengal sengal, “Apa ??? Jodha dirumah sakit, rumah sakit mana, Bhaksi ? kenapa dia dirumah sakit ? apa yang terjadi pada Jodha ?” Jalal sangat panic dan terkejut begitu mendapat kabar dari Bhaksi “Rumah Sakit Dr. Ramelan” , “Sudah Jalal, lebih baik kamu langsung kesana saja, nanti kabari ibu ya, pergilah … ” Jalal hanya menganggukkan kepalanya lalu segera masuk ke dalam mobil Jaguar hitamnya dan langsung meluncur menembus derasnya hujan.

Sesampainya dirumah sakit, Jalal bergegas menuju meja recepsionis untuk menanyakan keberadaan Jodha, dari sana Jalal diberitahu kalau Jodha masih berada di ruang UGD (unit gawat darurat), setelah sampai diruang UGD dilihatnya disana banyak pasien yang berjejer rapi diatas tempat tidur mereka masing masing tapi Jodha tidak ada diantara mereka, Jalal semakin gelisah ketika ada seorang dokter yang datang menghampirinya, Jalal langsung merasa lega “Dok ! dimana istri saya ?” , “Istri anda … ??” , “Jodha !” Jalal langsung memotong ucapan sang dokter “Oooh … mari saya antar” dokter tersebut langsung mengajak Jalal menuju ke sebuah ruang yang hanya tertutup oleh tirai, ketika disibaknya tirai tersebut, Jalal dapat melihat Jodha dengan jelas, Jodha terbaring lemah dengan masker oksigen menutup hidung dan mulutnya “Saat ss bila saatnya tiba 12ini kondisinya sudah mulai membaik, pak” dokter mulai membuka pembicaraan dengan Jalal “Apa yang terjadi padanya, Dok ?” , “Dari informasi yang kami dapatkan, istri anda ditemukan pingsan dijalan diatas motornya pada saat hujan turun dengan deras, istri anda terkena hipotermia” , “Hipotermia ?” , “Istri anda terlalu lama kedinginan diluar apalagi dalam cuaca berangin dan hujan seperti saat ini, dapat menyebabkan mekanisme pemanasan tubuhnya terganggu sehingga menyebabkan penyakit kronis dan hipotermia adalah suatu keadaan dimana tubuh merasa sangat kedinginan” Jalal hanya mengangguk anggukkan kepala mulai memahami kondisi Jodha “Lalu bagaimana kondisinya saat ini, Dok ? apakah dia bisa dipindah ke kamar ?” , “Sekarang kondisinya mulai stabil tapi saat ini dia masih belum sadar, kalau anda mau memindahkan, silahkan … segera akan kami urus pemindahannya” ujar dokter , “Baik, terima kasih … oh ya, siapa yang sudah menolong istri saya, dok ?” tanya Jalal penasaran “Banyak, tadi ibu Jodha dibawa oleh banyak orang kesini, tapi mereka sudah pulang sepertinya, motornya juga ada ditempat parkir dan tas beliau juga kami simpan, kami menemukan alamat beliau dari KTPnya makanya segera kami menghubungi anda keluarganya” , “Ok, terima kasih, dok … lebih baik segera pindahkan istri saya ke kamar” dokter itu langsung berlalu dari depan Jalal, sementara Jalal menatap Jodha dengan sedih, dihampirinya Jodha yang masih tidak sadarkan diri, digenggamnya tangan Jodha “Jodha, bangunlah … aku khawatir akan keadaanmu” tak berapa lama kemudian, beberapa perawat datang menghampiri tempat tidur Jodha “Maaf, bapak … istri bapak akan kami pindah ke kamar, bapak bisa mengisi administrasinya ?” Jalal langsung mengangguk dan diikutinya perawat tersebut untuk mengurus segala keperluan Jodha selama dirawat dirumah sakit, sementara diluar hujan masih turun membasahi bumi dengan derasnya.

Bila Saatnya Tiba bag 18. Setelah Jodha dipindah ke kamar VVIP, Jalal segera menghubungi ibunya dan memberitahukan kondisi Jodha saat ini dan malam itu Jalal tidak bergeser sedikitpun dari tempat duduknya disebelah tempat tidur Jodha sambil terus memegangi tangan Jodha yang terkulai lemah “Maafkan aku, Jodha … kalau saja tadi kamu bawa ponselmu, pasti tidak akan seperti ini jadinya, paling tidak kamu akan minta bantuan orang lain, maafkan aku … aku memang terlalu egois“.

Keesokan harinya, pagi pagi sekali bu Hamida sudah sampai dirumah sakit bersama Bhaksi, ketika mereka masuk ke kamar Jodha, dilihatnya Jodha masih terbaring lemah dan Jalal juga masih tertidur dengan posisi duduk sambil menggenggam tangan Jodha erat sementara wajahnya ditelungkupkan kebawah, “Jalal …” bu Hamida mencoba membangunkan Jalal perlahan sambil memegang bahu Jalal, Jalal langsung tersentak kaget begitu tau ibu dan adiknya sudah datang “Lebih baik kamu pulang dulu, biar ibu dan Bhaksi disini menunggui Jodha, kamu kan juga perlu istirahat” Jalal menggelengkan kepalanya “Tidak ibu, aku ingin disini menunggui Jodha, aku ingin ketika dia bangun nanti dia tahu aku ada disisinya” bu Hamida sangat terharu mendengar ucapan anaknya “Kalau begitu mandilah dulu, ibu sudah bawakan baju ganti buatmu, ibu juga sudah buatkan sarapan” Jalal menganggukkan kepalanya lalu bergegas mengambil tas yang dibawa oleh Bhaksi “Kakak, apa dari tadi malam Jodha belum sadarkan diri ?” Jalal menggeleng lemah lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi yang tersedia dikamar tersebut. Tak lama kemudian setelah Jalal selesai mandi, bu Hamida sedikit berteriak memanggil Jalal “Jalal !!! lihat …” Jalal bergegas mendekati tempat tidur Jodha, dilihatnya Jodha mulai menggerak gerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dan perlahan lahan dibukanya matanya, semula semuanya terlihat kabur dan suram, hanya ada bayang bayang siluet hitam didepannya namun lama kelamaan bayangan itu berubah menjadi wujud yang nyata “Jodha … “ Jodha dapat mengenali suara serak yang memanggil namanya itu, dia adalah Jalal, lalu dilihatnya disisi satunya ibu mertuanya bersama Bhaksi “Di mana aku ? ada apa denganku ?” , “Jodha, kamu ada dirumah sakit sekarang, semuanya baik baik saja” tepat pada saat itu seorang dokter masuk ke kamar Jodha diikuti oleh seorang perawat “Selamat pagi, waah rupanya ibu Jodha sudah siuman, bagaimana perasaan anda saat ini ?” , “Iyaa dok … saya merasa fresh segar sekali pagi ini” , “Syukurlah … bisa saya cek anda sebentar ?” Jalal langsung menggeser tubuhnya beralih ke ujung di dekat kaki Jodha, ditatapnya terus Jodha yang saat itu sedang dicek kondisinya oleh dokter “Well, semuanya baik baik saja … anda sudah sehat, besok bisa pulang” semuanya yang ada disana langsung tersenyum senang begitu dokter mengijinkan Jodha pulang “Tapi jangan lupa bu Jodha, ketika hujan mulai turun dalam keadaan apapun usahakan selalu gunakan pelindung, jaket atau jas hujan itu bisa mencegah gejala yang anda alami semalam” , “Iya dok … saya ingat semalam saya memang tidak menggunakan jaket ataupun jas hujan dan kebetulan motor saya juga mogok …” , “Jadi semalam dalam keadaan hujan deras, kamu menuntun motormu Jodha ? kenapa tidak berteduh terlebih dahulu ?” , “Saya takut kemalaman, bu … dan lagi saya nggak bawa ponsel” ujar Jodha sambil melirik kearah Jalal, sementara Jalal masih memandanginya dengan tatapan tajamnya “Untung saja, kamu segera dibawa kesini …” , “Siapa yang menolong saya, dok ?” , “Saya tidak tahu, katanya serombongan bapak bapak tapi entah siapa mereka, saya tidak tahu … oh iya motormu ada di tempat parkir” jelas dokter dan sesaat kemudian sang dokterpun berlalu dari hadapan mereka. Bu Hamida yang sedari tadi memandangi anak laki lakinya, seakan akan tau kalau Jalal menginginkan privacy bersama Jodha saat ini, “Bhaksi, lebih baik kita cari makan yuuuk diluar … ibu lapar” , “Lho, bukannya ibu sudah bawa makanan …” bu Hamida segera memotong kata kata Bhaksi sambil memberikan kode untuk segera keluar “Iyaaa tapi ibu ingin makanan yang lain, ayoook …” Bhaksi pun menurut mengikuti langkah ibunya “Ibu dan Bhaksi keluar dulu yaa …” Jodha langsung mengangguk menyilahkan, sepeninggal bu Hamida dan Bhaksi, Jalal langsung bergeser mendekati Jodha dan duduk diatas tempat tidur disamping Jodha menghadap kearah Jodha sambil terus menantap Jodha tajam, Jodha menjadi salah tingkah dilihatin seperti itu oleh Jalal “Maafkan aku …” itu lah kata kata pertama Jalal yang keluar dari mulutnya “Maaf ? maaf buat apa ?” Jodha pura pura tidak mengerti, Jalal menghela nafas beratnya “Kalau aku tidak menyita ponselmu, paling tidak kamu tidak akan seperti ini, aku benar benar merasa bersalah … aku tidak tahu apa jadinya aku kalau semalam aku tidak bisa menemukan kamu …” Jodha langsung memotong kalimat Jalal “Jangan berkata seperti itu, aku memang pantas mendapat hukuman itu, jangan salahkan dirimu sendiri, dan lagi kejadian semalam itu murni adalah kesalahanku karena aku tidak menggunakan jaket atau jas hujan plus aku masih saja menggunakan motor yang aku tau dia itu suka mogok … “ , “Tidak Jodha … kalau seandainya saat itu kamu bawa ponsel, akan lain ceritanya jadi aku ikut andil dalam peristiwa semalam” Jodha hanya tersenyum kemudian Jalal berdiri dan diambilnya laptop dan ponsel Jodha yang tergeletak dimeja yang tadi dibawa oleh Bhaksi “Ini punya kamu, aku tidak akan menahannya lagi …” Jodha langsung melebarkan senyumnya begitu dilihatnya laptop dan ponselnya ada ditangannya kembali, Jodha sangat senang sekali sehingga reflek tangannya langsung memeluk leher Jalal, sesaat Jalal kaget dengan ulah Jodha yang tiba tiba memeluknya karena ini adalah kali pertama Jodha memeluknya, Jodha yang awalnya tidak menyadari gerakannya lama kelamaan mulai mengendurkan pelukkannya dari leher Jalal dan salah tingkah didepan Jalal, sementara Jalal juga jadi salah tingkah didepan Jodha dan tepat pada saat itu tiba tiba ibu Hamida menyeruak ke kamar Jodha sambil berteriak “Jalaaaaallll … Bhaksiiiii !!!! Bhaksi …. Jalaaaaallll !!!” Jalal dan Jodha langsung terkejut mendengar teriakan bu Hamida. Bila Saatnya Tiba bag 19