Bila Saatnya Tiba bag 17 by Sally Diandra

Bila Saatnya Tiba bag 17 by Sally Diandra. Pagi itu Jalal benar benar marah begitu melihat jumlah perincian belanja Jodha bersama Bhaksi kemarin “Aaaarrrgggghhh!!!!! Kamu benar benar keterlaluan, Jodha !” bentak Jalal, “Tapi aku tidak menikmatinya sendiri, Jalal … aku ingin berbagi kebahagiaan dengan ibuku dan kedua adikku, aku ingin mereka juga merasakan hal yang sama seperti wanita wanita lain yang sering berbelanja di mall berkelas” Jodha mencoba membela dirinya “Lagian aku ini istri tuan Jalalludin Muhammad Akbar, apakah aku tidak boleh membeli barang barang yang branded ? aku akui aku memang tidak pernah membelanjakan uangku untuk membeli barang barang mahal seperti itu, bahkan masuk ke mall itu saja, aku nggak mau ! karena itu bukan tempatku ! tapi mulai sekarang aku sadar … kalau aku harus mulai belajar menikmatinya, apa aku salah ? kamu tidak keberatan kan ?” Jalal masih terus terdiam menahan marahnya sambil memperhatikan Jodha yang terus nyerocos dari tadi “Atau … begini saja, kembalikan ponsel dan laptopku, kalau mereka semua kembali, aku janji aku tidak akan belanja lagi, bagaimana ? deal ?” , “Tidak ! kalau kamu mau belanja lagi, silahkan ! aku akan blokir kartumu itu ! tapi ponselmu tidak akan aku kembalikan !” , “Kamu jahat !!! Jallad !!!” tepat pada saat itu bu Hamida datang menghampiri mereka “Ada apa ini ???” , “Ibuu …. Jalal marah padaku, aku takut” Jodha segera memanfaatkan situasi yang ada saat itu, Jodha segera berlindung di balik punggung bu Hamida sambil pura pura ketakutan “Ada apa Jalal ? kamu apakan anak perempuanku ?” , “Ibu … bagaimana aku tidak marah, Jodha sudah keterlaluan, ibu” , “Keterlaluan bagaimana ?” , “Coba ibu liat” Jalal segera memberikan struk belanja Jodha ke ibunya “Dia selama ini memang tidak pernah belanja, tapi sekalinya dia belanja … lihat … dia bisa menghabiskan 5 mobil dalam waktu sekejap ! apa aku tidak boleh marah ?” ibu Hamida hanya tersenyum mendengarnya “Jalal, sudah biarkan saja … aku yakin Jodha tidak akan mengulanginya lagi, iya kan Jodha ?” Jodha langsung mengangguk sementara Jalal langsung memicingkan matanya tanda tidak suka kearah Jodha “Oh iya, hari ini kamu kuliah jam berapa ?” , “Aku kuliah siang, ibu … ada apa ?” , “Ayo kita turun kebawah, sudah saatnya kamu belajar mengendarai mobilmu” Jodha langsung terkejut mendengarnya “Maksud ibu ?” , “Ibu akan kenalkan kamu dengan instruktur drivermu, kamu harus belajar mengendarai mobil, ayooo” bu Hamida langsung menggandeng lengan Jodha keluar kamarnya, sementara Jalal masih belum bisa menerima perlakuan Jodha yang telah menghabiskan uangnya, bergegas Jalal mengikuti ibu Hamida dan Jodha dari belakang, begitu sampai diruang tamu dilihatnya mereka sedang ngobrol ngobrol dengan seorang laki laki muda yang perawakannya tinggi kurus dengan sedikit jambang dan kumis tipis diwajahnya “Itu pasti instruktur driver Jodha” bathin Jalal dalam hati, “Aah … Jalal, kenalkan ini Salim instruktur driver Jodha, Salim kenalkan … ini Jalal, anakku … suaminya Jodha” Salim segera berdiri sambil mengulurkan tangannya ss bila saatnya tiba 12kearah Jalal, Jalal menyambutnya dingin “Jalal, mulai hari ini Salim akan mengajari Jodha mengendarai mobil jadi setiap hari Jodha harus berlatih dengannya, kamu mengijinkannya kan ?” sesaat Jalal terdiam “Berapa jam durasi latihannya ?” , “2 jam per hari, pak” , “Oke, aku harap kamu bisa konsisten mengajari istriku, oh ya berapa lama ?” tanya Jalal lagi, entah kenapa begitu melihat instruktur driver muda ini Jalal agak tidak suka, tiba tiba saja tanpa alasan yang jelas Jalal sudah mulai merasa cemburu dengan Salim “Biasanya 10 kali pertemuan atau dalam waktu 2 minggu, murid kami sudah mahir” , “Jangan hanya 2 minggu, nak Salim … ajari Jodha sampai dia benar bebar bisa dilepas dijalan raya ya” pinta bu Hamida, “Baik bu dengan senang hati … bagaimana Jodha ? sudah siap untuk berlatih ?” Jodha yang sedari tadi diam saja langsung menganggukkan kepalanya, sementara Jalal merasakan ada desiran halus yang terasa sakit didalam hatinya.

Sejak saat itu Jodha mulai berlatih mengendarai mobil bersama Salim, keakraban diantara keduanya semakin membuat Jalal tidak suka dengan kehadiran Salim, sedangkan buat Jodha, kehadiran Salim mampu membuatnya lupa untuk sementara waktu, lupa akan alat komunikasinya yang masih berada ditangan Jalal. Dua minggu setelah Jodha latihan mengendarai mobil bersama Salim, pagi itu pagi pagi sekali Salim sudah berada dirumah mereka “Ayoo Salim, makan pagi dulu … sebelum kalian berangkat isi perut kalian yang banyak ya” ajak bu Hamida yang pagi itu sudah memasak nasi goreng seafood kesukaan Jalal, “Terima kasih, bu Hamida” ujar Salim sambil melirik kearah Jodha, sementara Jodha hanya tersenyum kearahnya, sedangkan Jalal semakin tidak suka akan kehadiran Salim dirumahnya “Lalu bagaimana perkembangan Jodha sejauh ini, Salim ?” bu Hamida mulai membuka pembicaraan, “Lancar, Jodha termasuk murid yang pandai, sekali diberitahu, dia langsung bisa menerapkannya dengan baik, bukan begitu Jodha ?” , “Aaah kamu bisa aja, aku hanya masih terus belajar, aku masih belum mahir mahir amat kok, bu … aku masih takut di jalan raya, terutama kalo mulai mau parkir mobil dengan tempat parkir yang sempit, aku sering nervous tapi untung ada Salim” perbincangan antara bu Hamida, Salim dan Jodha dimeja makan membuat selera makan Jalal menjadi berkurang, Jodha yang duduk disebelah Jalal bisa merasakan ada yang aneh pada diri Jalal, namun dibiarkannya suaminya itu dengan pemikirannya sendiri.

Siang itu dikantor Jalal, ketika Jalal sedang asyik membahas soal proyek jalan tol di Kalimatan bersama Mirza dan Todar Mal, dimana proyek jalan tol tersebut masih dalam proses pengerjaannya tiba tiba saja telfon dimeja kerjanya berbunyi “Ya …” hanya dengan memencet tombol ‘hold’ saja Jalal sudah bisa ngobrol dengan Zeenat sekertarisnya “Maaf, pak … diluar ada istri bapak, ibu Jodha … beliau ingin bertemu dengan bapak” sesaat Jalal terdiam “Jodha ? mau apa dia kemari ? baru kali ini dia mau datang ke kantorku” , “Ya, suruh dia masuk … “ perintah Jalal kemudian sambil melepaskan tombol holdnya dan tanpa diperintah Todar Mal dan Mirza langsung undur diri begitu Jodha memasuki ruangan kantor Jalal. Ruang kantor yang begitu luas dengan meja kerja Jalal sebagai pusat perhatian pertama ketika memasuki ruangan tersebut membuat Jodha penasaran, dilihatnya dimeja kerja Jalal berserakan kertas kertas yang Jodha tidak tahu apa isinya, lalu disamping kanan terdapat sofa melingkar warna maroon dan meja untuk tamu, sedangkan dibelakang meja kerja Jalal terdapat lemari buku yang sangat besar dan panjang dimana buku buku tebal berjejer rapi disana ”Apakah semua buku itu dia baca ? atau hanya sebagai pajangan saja ?” bathin Jodha dalam hati sambil tertawa geli, sementara disebelah kiri ada lemari es ukuran kecil plus sebuah globe (bola dunia) yang cukup besar “Sayang tidak ada bunga disini, makanya rasanya ada yang kurang”bathin Jodha, “Ada apa ini ? tumben sekali kamu mau datang ke kantor ku“ tanya Jalal sambil mengembangkan lengannya dan berjalan menghampiri Jodha lalu mengajak Jodha duduk di sofa, “Aku ingin mengantarkan makan siang untukmu, kamu belum makan kan ? kebetulan tadi aku memasak untuk ibu, jadi aku juga buatkan makanan special buat kamu, aku harap kamu suka” Jalal langsung menyeringai senang begitu Jodha datang dengan kotak bekal makanannya yang kemudian ditaruh meja tamu Jalal “Apa ini ?” tanya Jalal sambil membuka kotak bekal makanan tersebut “Sup kepala ikan, kamu suka ?” ujar Jodha sambil mengambilkan nasi untuk Jalal “Kelihatannya enak” Jalal sudah tidak sabar ingin mencicipi masakan Jodha dan tak lama kemudian Jalal menyantap semua masakan Jodha dengan lahap. “Bagaimana ???” tanya Jodha penasaran “Mantab ! istriku ternyata pintar memasak juga yaaa, tidak salah aku menjadikanmu sebagai istri” Jodha sengaja tidak membalas ejekan Jalal karena Jodha menyimpan sesuatu yang ingin dikatakannya dan setelah semuanya beres “Jalal, bolehkah aku meminta sesuatu padamu ?” pinta Jodha dengan muka memelas “Apa …katakan saja ?” ,”Bolehkan aku meminta ponsel dan laptopku ?” Jalal segera memalingkan muka, senyum yang mengembang di wajah Jalal langsung berubah masam, “Huh … kamu keras kepala sih !! bagaimana aku bisa menyelesaikan skripsiku ? kalo semuanya kamu tahan seperti ini ? aku ini seperti gajah dungu yang gak tau apa apa tentang dunia luar !” , “Sekali aku katakan tidak tetap tidak, Jodha !” kata Jalal ketus, “Oke ! jadi kamu gak mau aku lulus tepat waktu, baik ! fine !” ujar Jodha ketus sambil berdiri dan langsung ngeloyor pergi dari kantor Jalal, sementara Jalal hanya menatap nanar kepergian Jodha.

Malam harinya sekitar pukul setengah 7 malam, saat itu hujan cukup deras dan Jalal baru sampai rumah, begitu mendengar suara mobil anaknya masuk garasi, bu Hamida bergegas menemui Jalal “Jodha mana ???” suara bu Hamida terdengar gelisah “Ada apa, bu ?” , “Dari tadi siang, setelah dari kantor kamu sampai sekarang Jodha belum pulang, Jalal … ini sudah malam dan hujan deras lagi, ibu kira dia bareng kamu” mendengar ucapan ibunya, Jalal langsung panic, dia baru ingat kalau dia tidak bisa menghubungi Jodha karena ponsel Jodha masih dia tahan, segera Jalal menghubungi Moti tapi Moti malah mengatakan kalau dirinya tidak bersama Jodha malam ini, begitu juga Reesham yang mengatakan kalo hari ini Jodha tidak datang untuk latihan koreo “Kemana kamu Jodhaaaa ????”