Takdir bag 15 by Tahniat

Takdir bag 15 by Tahniat. Karena rasa takut dan rasa sakit yang di rasakannya, tanpa sadar Jodha menitikan air mata. Melihat itu, kemarahan Jalal perlahan redah. Dia bahkan merasa buruk dengan apa yang dilakukannya. Dia sama sekali tak bermaksud menyakiti Jodha. Tapi entah kenapa, kekhwatirannya yang begitu besar terhadap Jodha telah membuatnya menjadi sangat marah saat melihat orang yang di khawatirkannya tidak perduli. Jalal menarik pergelangan kaki Jodha, lantai yang licin membuat tubuh Jodha dengan cepat bergeser kearah Jalal. Jalal menyambut tubuh Jodha dan memeluknya sambil berbisik, “maafkan aku, Jodha. Aku tidak bermaksud menyakitinya.”

Mendengar kata-kata Jalal, isak tangis Jodha semakin menjadi. Dia menyembunyikan wajahnya di dada Jalal. Jalal mengelus rambut Jodha dan menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut bermaksud menenangkan. Jalal merasakan air mata Jodha menembus setelan yang di kenakannya dan membasahi dadanya. Sambil masih memeluk Jodha, Jalal berkata dengan nada bercanda, “kau tahu, Jodha? Kau telah membuatku basah.” Jodha segera menarik tubuhnya sehingga pelukan Jalal terlepas.  Jalal menyetuh dagu Jodha dan mengangkatnya. Dengan tangannya yang lain dia menghapus air mata di pipi Jodha sambil berkata, “kenapa kau tidak mengangkat telponmu? Tidak tahukah kau kalau aku sangat khawatir?”

Dengan perlahan, Jodha menepis tangan Jalal yang memegang dagunya, “kenapa kau khawatir?” Jodha mencoba untuk berdiri, tapi tumitnya  terasa sakit. Melihat Jodha kesulitan berdiri, Jalal segera membantunya dan memapahnya duduk di sofa. Jalal jongkok di depan Jodha sambil menatap wajahnya, “kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa kau tidak mengangkat telponmu?”  Jodha menyahut, “karena aku tidak ingin bicara padamu.” Jalal dengan nada tegas berkata, “kau tidakseharusnya melakukan itu. Kau tidak boleh tidak ingin bicara padaku. Lain kali jika aku menelponmu, kau harus mengangkatnya. Dengan tidak mengangkat telponku, kau telah membuat aku sangat khawatir.” Jodha menatap Jalal dengan rasa ingin tahu, “kenapa kau khawatir Jalal?” Jalal menyahut, “karena kau istriku, tanggung jawabku. “

Jodha tersenyum masam, “aku senang kau ingat kalau aku ini istrimu. Lalu apa yang kau ingat saat kau menelantarkan aku di pinggir jalan malam-malam? Apakah kau tidak khawatir padaku saat itu?” Jalal tidak segera menjawab pertanyaan Jodha. Dia menataap Jodha lama, lalu dia berdiri dan duduk di sofa di depan Jodha. Sehingga kini keduanya duduk berhadapan. Jalal berkata, “tentu saja aku khawatir. Tapi saat itu aku sedang marah. Saat aku marah, aku lupa segalanya. ~Jalal menarik nafas~  Aku tahu kita tidak saling menyukai. Tapi aku sudah menikahimu dan kau sekarang adalah…” Jodha memotong ucapan Jalal dengan cepat, “kau menikahiku untuk membuat hidupku menderita..” Jalal menyahut dengan cepat, “aku punya alasan untuk melakukan itu. Kau memakiku dan menamparku di hadapan orang banyak, tanpa sebab. Pria manapun pasti…”

Jodha terbelalak marah, “tanpa sebab? Kau memelukku dan menyentuhku tanpa izin dariku, di depan toilet umum…apakah kau pikir perbuatan itu tidak bisa di jadikan sebab? Apakah aku harus mengucapkan terima kasih padamu dan bukannya menamparmu karena telah melecehkan aku?”  Medengar kata-kata Jodha, Jalal serentak berdiri, “aku tidak menyentuhmu! Aku tidak melecehkanmu! Bahkan… kalau kau mau tahu… aku telah menolongmu!” Jodha menatap Jalal tatapan ragu, “aku tidak percaya padamu!” Jalal bertanya, “apakah kau melihat denga mata kepalamu sendiri kalau aku yang melakukan itu?”

Jodha menyahut, “bagaimana aku bisa melihatmu, kau melakukannya dari belakangku.” Jalal tertawa, “kau tidak melihatku  tapi kau menuduhku. Dengar Jodha, ketika kau pergi ke toilet waktu itu, aku melihatmu seorang pria mengikutimu dan aku membuntuti pria itu. Lalu pria itu memelukmu dari belakang karena itu aku menghajarnya. Tapi sebelum aku membuatnya babak belur, tiba-tiba lampu mati. Aku melihat lelaki itu melarikan diri keluar, dan aku mengejarnya. Kemudian kau datang padaku, memakiku dan menamparku. Bisa kau pikirkan bagaimana perasaanku?” Jodha tidak tahu harus berkata apa. Dia coba menemukan kebenaran dari kata-kata Jalal.

Jodha mengingat kembali kronologis kejadian itu. Bagaimana dia merasakan seseroang memeluknya dari belakang, lalu terdengar teriakan, mati lampu, suara gedebuk, dan…begitu lampu nyala dia melihat Jalal melangkah pergi dari arahnya. Ada setitik kesadaran meluncur masuk kedalam benang-benang kelabu diotaknya. Jodha merasa kalau Jalal telah berkata Jujur dan dirinya salah paham. Dengan rasa menyesal, Jodha berkata, “maafkan aku. Aku tidak tahu.” Jalal melihat setitik penyesalan dia wajah Jodha, lama dia terdiam sebelum kemudian dia berkata, “aku memaafkanmu, karena kau tidak tahu.”

Jalal kemudian duduk kembali di sofa depan Jodha. Jalal menatap Jodha, Jodha tertunduk tak tahu harus berkata apa.  Hatinya lega mengetahui kalau selama ini mereka berdua hanya salah paham. Jalal tersenyum tipis, dia memalingkan wajah kesamping sebentar, lalu menatap Jodha lagi, “baiklah, aku senang mengetahui kalau semua ini hanya salah paham. Tapi kau sudah melukai harga diri dan kehormatanku dengan menamparku. Jadi jangan berharap aku akan bersikap baik padamu..” Jodha meangkat wajahnya menatap Jalal, tatapan mereka bertemu. Entah mengapa Jodha merasa kalau Jalal tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya itu. Jodha tersenyum. Jalal melotot, “jangan kau berani tersenyum. Aku tetap akan melakukan berbagai cara untuk membuatmu menderita. Jadi waspadalah!”

Tanpa menunggu komentar Jodha, Jalal segera beranjak pergi. Jodha ikut-ikutan berdiri ingin mencegah Jalal. Tiba-tiba rasa nyeri yang amat sangat menyerang tumit dan tungkainya. Jodha berteriak kesakitan. Mendengar teriakan Jodha, Jalal dengan cepat berlari kearahnya dan membantunya berdiri. Dengan khawatir jalal mendudukan Jodha kembali di sofa dan bertanya, “dimana yang sakit?” Jodha memegang kakinya. Jalal mengamati tungkai Jodha hingga ke tumit. Dia melihat memar biru sudah terbentuk di pergelangan kakinya. Jalal menyentuh bagian yang memar itu, Jodha berteriak kesakitan.  Dengan rasa sesal yang tergambar jelas di wajahnya, dia beranjak pergi kearah kulkas. Tak lama kemudian dia kembali dengan membawa kompres dingin. Dia menempelkan kompres dingin itu ke luka memar di tumit Jodha.. Dia melakukannya dengan hati-hati,  seakan takut menyakiti Jodha….Takdir bag 16

NEXT