Takdir bag 1 by Tahniat (TAMAT)

Takdir by Tahniat.  Setiap manusia memiliki takdirnya. Takdir tidak dapat di rubah, tapi bisa di tunda. Seperti takdir Jodha dan Jalal.  450 tahun yang lalu mereka di takdirkan untuk bersama. Tapi kematian memisahkan mereka sebelum mereka menyadari kalau keduanya saling menyinta dan memang di takdirkan untuk bersama.  Dan takdir memberi mereka kesempatan untuk bisa bersama. 450 kemudian mereka terlahir kembali untuk memenuhi takdirnya dan menyempurnakan kisah cinta mereka. Dan inilah kisah cinta Jodha Akbar di dunia modern dengan segala  pernak perniknya….

Jodha berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri dengan penuh kekaguman. Segalanya sudah terlihat sempurna di matanya. Dan dia siap untuk beraksi. Untuk memotivasi diri, dia berkata dalam hati, “kau yang terbaik, Jo! Kau pasti bisa!” Lalu katanya sambil menatap cermin, “Ayah, hari ini aku akan membuatmu terkesan.” Tantangan terbesar dalam hidup Jodha adalah ayahnya. Bukan salah dirinya terlahir sebagai wanita. Tapi Ram Kapoor tidak berpikir begitu. Sepanjang eksistensinya, jodha lebih sering mendengar ungkapan kekecewaan Ram pada dirinya karena dia terlahir sebagai wanita. Dan karena Mainawati tidak mampu memberinya seorang anak laki-laki seperti yang di idam-idamkannya. Karena itu apapun yang di lakukan Jodha tidak pernah memuaskan ego Ram kapoor. Untungnya, Mainawati adalah seorang ibu yang penuh pengertian. Dia dalah dewi pelindung dan pelipur lara setiap kali Jodha sedih atau merana karena perlakukan ayahnya.

Setelah puas menatap dirinya sendiri di depan cermim, Jodha turun ke ruang makan. Ram sedang duduk di meja makan sambil membaca koran. Melihat meja di depan ayahnya masih kosong, Jodha berinisiatif untuk mengambilkan secangkir teh untuknya. Jodha hendak menghidangkan teh itu ke depan ayahnya, ketika tiba-tiba dia tersandung dan air teh tumpah membasahi jas Ram. Dengan marah Ram berteriak, “gadis Bodoh! Lihat apa yang kau lakukan? Kau telah mengotori Jas Armaniku.” Ram segera melepas jas nya dan melemparkannya ke lantai. Mainawati segera mengambil jas itu, menyimpannya di tempat baju kotor dan mengambilkan jas baru untuk di pakai Ram. Ram memakai jas baru itu sambil mengomel, “..itu sebabnya aku ingin anak laki-laki. Kau adalah nasib burukku!” Jodha tertegun hampir menangis mendengar makian ayahnya. Tapi dia mencoba menguatkan diri dan menahan air mata agar tidak jatuh. Kalau tidak, ayahnya pasti akan mendapat alasan untuk mencelanya lagi karena terlahir sebagai wanita yang perasa. Mainawati yang kesal dengan sikap Ram membalasnya dengan ketus, “Berhentilah menyakitinya. Dia tidak sengaja.” Mainawati kemudian memeluk Jodha dengan penuh kasih sayang, “Ayo Jodha ikut aku!” Mainawati mengajak Jodha ke kamarnya. Jodha menurut. Mainawati mengeluarkan seuntai kalung dari dalam laci meja riasnya dan memasangkan kalaung itu di leher Jodha, “sempurna! Kau kelihatan sangat istimewa. Apapun yang dikatakan ayahmu, jangan ambil hati, ya. Apapun yang di katakannya, kau adalah anakku, kebanggaanku.” Jodha tersenyum, “tak apa, bu. Aku sudah terbisa. Lihat aku tidak menangis bukan?” Jodha menunjukan wajahnya ke depan ibunya. Mainawati tersenyum. Jodha melanjutkan, “hari ini akan ada perubahan. Ayah akan menandatangani kontrak besar di perusahaan. Dan aku akan membantunya mendapatkan kontrak itu. Lalu ayah akan gembira dan bangga padaku.”

Mainawati mengelus tambut Jodha sambil berkata, “semoga keinginanmu terkabul!” Jodha kemudian keluar dari kamar Mainawati dan menghampiri Ram. Dengan wjah cerah dan nada penuh semangat Jodha berkata pada Ram, “ayah, bolehkan aku yang mempresentasikan kesepakatan itu? Please!” Ram Kapoor dengan kening berkerut berteriak, “apa?? Kenapa harus dirimu? Kau hanya seorang gadis, apa yang bisa kau lakukan? Aku tidak akan membiarkan kesepakatan besar ini lepas dari tanganku hanya karena dirimu. Mengerti? Sana pergi!” Tanpa banyak bicara, Jodha pergi dengan wajah sedih. Tapi dia tidak putus asa. Hatinya sudah bertekad, kalau hari ini, dia harus membuktikan bahwa meskipun hanya seorang gadis, tapi dia juga berguna dan tidak kalah dari pria.

Di kantor perusahaan Ram Enterprise. Di ruang pertemuannya, Ram Kapoor mengadakan pertemuan dengan konglomerat muda terkenal di India, Direktur utama Singhania Co. Ltd, Jalaluddin Muhammad Akbar. Agenda pertemuan itu adalah untuk membuat kerja sama tentang sebuah proyek besar milik kelompok Singhania yang akan di tangani oleh Ram Entreprise, jika kesepakan itu di setujui oleh Jalal. Pertemuan belum di mulai. Ram dan Jalal sedang membicarakan sesuatu, tiba-tiba pintu ruang pertemuan terbuka. Dan di sana, berdiri dengan senyum mengembang dan air muka yang menyiratkan rasa percaya diri yang tinggi, seorang gadis cantik, Jodha.

Jalal terpesona melihatnya. Sepanjang hidupnya dia belum pernah melihat kecantikan yang begitu memukau seperti yang dimiliki gadis yang berdiri di depan pintu itu. Rambutnya yang hitam tergerai lembut bak sutra, matanya yang sendu, bibirnya yang bak kelopak bunga mawar, segala yang ada padanya begitu sempurna di mata Jalal. Bahkan jika dewa melihatnya, dia akan memuji dirinya sendiri karena telah menciptakan makhluk yang begitu sempurna. Jalal terpukau, tersesat dalam kecantikannya. Tiba-tiba sebuah suara teguran keras menyadarkan Jalal dari dunia mimpinya. Ram dengan nada marah bertanya, “Jodha? Apa yang kau lakukan disini? Tidakah kau tahu pertemuan yang sangat penting sedang berlangsung sekarang?” Meski mendapat teguran keras begitu, si gadis masih dapat menyahut dengan ceria tanpa kehilangan rasa percaya dirinya, “aku tahu, yah. Tapi tadi kan sudah kubilang di rumah, kalau aku yang akan melakukan presentasi, aku mampu melakukannya. Aku akan membuktikannya kalau ayah memberiku kesempatan.” Jalal tak bisa berbuat lain selain tersenyum. Dalan hati dia berkata, “bagaimana mungkin seorang gadis masih bersikap seperti itu ketika ayahnya memarahi dia?” Ram bertambah marah dan hendak mengusir Jodha, ketika tiba-tiba Jalal berkata, “Mr Kapoor, biarkan dia yang melakukan presentasi, aku ingin melihat kemampuannya.” Jodha tersenyum senang. Dengan berat hati, akhirnya Ram mengizinkan Jodha melakukan presentasi, “baiklah Mr Akbar, jika itu yang anda inginkan.” lalu Ram menyuruh Jodha memulai presentasinya.

Dengan penuh percaya diri, Jodha berdiri dan mempresentasikan proposalnya. Semua yang hadir menaruh perhatian padanya, bukan saja karena caranya mempresentasikan proposal itu yang memang sangat mengesankan tapi juga karena kecantikannya yang memukau, apalagi peserta pertemuan itu sebagian besar adalah pria. Jalal sendiri tidak berkedip saat menatapnya. Jalal bahkan sempat berpikir, “nama apa itu Jodha, terdengar klasik, historis, unik tapi sangat indah saat di ucapkan. Jodha.” Beberapa kali, Jalal mengulang ulang nama Jodha dalam hati sambil senyum-senyum sendiri. Karena sibuk dengan pikirannya, jalal sampai tidak sadar kalau Jodha sudah selesai mempresentasikan proposalnya. Baru setelah semua bertepuk tangan dan berdecak kagum, jalal tersadar. Dengan senyum yang tak kalah memikat, dengan suaranya yang dalam dan khas, Jalal memuji Jodha, “aku harus mengatakan, kalau kau memang punya kemapuan dan berbakat, Miss Kapoor. ~Jalal menatap Ram~ Dan Mr Kapoor, aku telah memutuskan kalau kontrak ini jatuh pada perusahaan anda. Aku menyetujui kesepakan ini. Selamat!” Jodha tersenyum lebar memperlihatkan gigi mungilnya yang tertata rapi bak untaian mutu manikam, wajahnya berbinar-binar dan matanya bersinar penuh kebahagiaan. Ram Kapoor juga terlihat sangat bahagia. Jodha dengan penuh hormat memberi salam pada Jalal, lalu berkata pada ayahnya, “jadi, Ayah. Aku telah melakukan tugasku dengan baik. Sekarang aku pamit dulu. Selamat tinggal semuanya.”

Jalal terlihat kaget dan sedikit kesal, karena belum apa-apa Jodha sudah akan pergi. Ram mengangguk dan menyuruh Jodha pulang. Tapi Jalal menahanya, “tidak, Mr Kapoor. Aku belum bersedia menandatangani kesepakatan ini kalau syarat-syaratku tidak di penuhi.” Jodha tidak jadi melangkah pergi, Ram terlihat kaget dan panik, “apa?” Dengan tegas Jalal manyampaikan syaratnya, “aku hanya akan menandatangani kesepakatan ini kalau Jodha yang manangani proyek ini dan dia di tunjuk sebagai kepala proyeknya. Kalau tidak, kesepakatan ini batal.” Jodha terbelalak tak percaya dengan syarat yang diajukan oleh Jalal. Ram tanpa pikir panjang mengangguk setuju, “okey.. baiklah! Jodha yang akan menangani proyek ini sebagai kepala proyek.” Jalal tersenyum dan mengedipkan matanya kearah Jodha. Jodha menatap Jalal dengan heran, tapi tak berani bertanya banyak. Takut ayahnya marah. Jalal segera berdiri dan berpamitan, “baiklah, kesepakatan ini sudah di putuskan. Tolong minta ms Kapoor membawa surat-surat kesepakan itu kekantorku besok, aku akan menandatanganinya. Sekarang aku permisi dulu. Selamat tinggal,…ms kapoor.” Ram menahan Jalal dam beberitahunya kalau dia akan mengadakan pesta untuk merayakan kerja sama mereka. Dan meminta jalal untuk datang. Jalal memgangguk dengan antusia. “tentu saja. Aku pasti datang!” ucapnya sambil melirik Jodha. Setelah Jalal pergi, Jodha segera menyelinap pergi meninggalkan kantor Ram Enterprise. Meski wajahnya sangat bahagia, tapi hatinya berdebar-debar tak menentu karena dia tahu apa yang sedang meunggunya. Ayahnya pasti akan sangat marah karena kelancanganya di ruang pertemuan tadi. Jodha berkata, “bersiaplah, Jo! Siapkan dirimu, mentalmuu dan hatimu! Bahaya sedang menantimu! Takdir bag 2.

NEXT